BERBAGAI alasan diajukan. Argumen pembenaran disampaikan untuk menyanggah kuatkan sistem proporsional tertutup. Secara pribadi, dalam konteks mengemukakan pendapat, silahkan semua entitas rakyat tidak dilarang untuk itu.
Saya memberi komentar, merespon soal spirit mewujudkannya sistem proporsional tertutup terlampau tidak sempurna. Dimana dalam konteks demokrasi, yang memberi ruang kebebasan pada rakyat dalam mengoreksi, mengajukan, bahkan menentukan pilihan politik. Rasayanya tidak sejalan.
Akan ada yang tersumbat dalam mendorong kebebasan berdemokrasi dengan sistem proporsional tertutup. Bagaimana tidak, sistem proporsional tertutup menyeret demokrasi pada ruang sempit kebebasan dan kewenangan yang absolut pada partai politik. Lalu, kebebasan memilih rakyat disembelih.
Tidak, tidak aple to aple. Bila rakyat menghendaki calon pemimpin atau politisi tertentu, lalu mereka memilihnya dan secara mayoritas ia memperoleh suara terbanyak. Namun karena hambatan nomor urut, seseorang politisi itu gagal mendapatkan hal yang secara demokratis menjadi haknya.
Yang ada malah kekacauan. Protes meluas, para politisi saling jegal. Mereka yang suaranya sedikit secara elektoral, tapi menang karena nomor urutnya 1 potensial (strategis). Karena sistem proporsional tidak menjadi antitesa dari sistem proporsional terbuka. Sudah pasti rakyat lebih memilih dan nyaman dengan sistem proporsional terbuka.
Melalui sistem proporsional terbuka, cara menempatkan kebebasan demokrasi benar-benar diberikan pada rakyat. Sistem tersebut mengukur suara mayoritas atau suara terbanyak calon Anggota Legislatif. Sederhananya, meski Caleg itu tidak mendapatkan nomor urut 1, tapi suaranya banyak di Dapilnya, maka dia berhak menjadi pemenang dan memperoleh kursi yang diperebutkan.
Sistem Proporsional Terbuka Membuka Ruang Pasar Bebas?Â
Argumentasi untuk mendorong sistem proporsional tertutup ialah mengembalikan kedaulatan partai politik. Kemudian, meminimalisir adanya politik uang. Pasar bebas jual beli suara di tingkat masyarakat dapat dikanalisasi melalui nomor urut. Hanya itu saja?, rupanya masih belum lengkap. Tetap saja ada kebocoran.
Dimana kebocoran itu ditemukan?, seperti buah simalakama disatu sisi elit partai politik mau memutus mata rantai politik uang dengan membuat sistem satu kanal. Sayangnya disisi lain, praktek jual beli kursi juga tak bisa dibendung di internal partai politik. Lalu apa alasannya menghentikan praktek politik uang.
Sebuah metode yang kurang efektif. Itulah yang membuat saya merasa sejauh ini sistem proporsional terbuka sangat layak digunakan. Publik masih tidak rela hak-hak politik mereka diculik elit partai politik. Karena sistem proporsional tertutup dirangkai untuk memindahkan hak politik rakyat ke politisi tertentu.
Yang dipilih rakyat misalnya nomor urut 4, tapi karena suara di Dapil tersebut hanya bisa diperoleh partai politik tertentu satu kursi, maka yang akan menerima kursi atau menduduki posisi tersebut ialah Caleg nomor urut 1. Begitulah kemelutnya. Sistem yang terkesan memaksakan. Yang memangkas hak rakyat.