Sore ini hujan turun lagi. Seperti sore sebelumnya. Menenangkan. Tidak deras benar. Hanya gerimis. Balkon dirumahku saat ini menjadi tempat favoritku. Sama favoritnya dengan caramel machiato yang sedang ku minum sekarang. Kursi yang kududuki juga sangat nyaman membuat aku semakin ingin berlama- lama disini.
Sedari tadi aku berkutat dengan laptopku. Tidak tahu apa yang harus kulakukan. Hanya membuka aplikasi pemutar musik lalu kumulai putarkan playlist favoritku juga. Kubuka web untuk mencari sesuatu yang menarik. Mencari tahu tentang Papua, keindahan alam di Papua , dibawahnya terdapat rekomendasi tokoh untuk dibaca. Kutemukan tokoh pahlawan nasional yang ada di uang kertas sepuluh ribu rupiah. Ya , benar ! Frans Kaisiepo.
Aku sungguh terkagum setelah membaca artikel tentang frans kaisiepo ini. Ternyata jasa-jasa nya sungguh besar dalam menyatukan papua dan indonesia pada saat itu. Aku harap aku bisa menjadi seorang pemberani dan berjasa bagi Indonesia seperti beliau.
*********
Percikan suara air sungai dekat rumahku sungguh damai. Airnya pun jernih tiada tara. Teringat sewaktu kecil , aku dan teman sekampungku sering bermain air, berenang, hingga mandi disana. Sungguh menyenangkan membayangkan hal itu terjadi lagi.
“Frans, makan siang sudah siap. Kemarilah nak.”
Seruan Bibiku dari depan rumah menghancurkan lamunanku sedari tadi. Ku hampiri Bibiku dan disana sudah ada sepupu ku yaitu Marcus. Menu makan siang kali ini adalah papeda dengan ikan kuah kuning. Sungguh, air liurku menetes mencium harumnya masakan Bibiku. Aku tinggal dengan Bibiku semenjak Ibuku meninggal. Pada kala itu aku masih berumur 2 tahun.
Tidak sabar hari esok akan datang. Hari pertama masuk sekolah setelah libur kenaikan kelas. Aku bersekolah di sekolah dengan sistem pendidikan belanda. Keesokan harinya sepulang sekolah , aku menemukan kedua tetangga ku sedang bertengkar. Keduanya masih remaja , sama sepertiku. Aku melerai pertengkaran dengan damai. “Sudah yaa, sebenernya kalian kenapa sih? Apa yang bikin kalian sampe ribut begini?” ucapku sambil memberikan dua gelas air putih kepada mereka berdua.
Mereka menjelaskan permasalahan mereka. Aku pun mendengarkanna dengan baik dan memberi mereka saran dan solusi. Akhirnya pertengkaran ini dapat diselesaikan dengan baik. Sering kali ku temukan hal-hal seperti ini dan puji tuhan aku dapat menyelesaikan masalahnya dengan baik.
Hari berlalu begiu cepat, tak terasa umurku sekarang 24, aku melanjutkan sekoalah di Papua Bestuur School di kota Kampung Harapan yang tak jauh dari Jayapura sekarang. Sekolah singkat serupa kursus itu memiliki nama lain yaitu Sekolah Pegawai Papua. Disekolahku ini, aku memiliki guru beretnis jawa yang memperkenalkanku dan siswa lainna kepada nilai – nilai nasionalisme.
Dibulan terakhir sekolahnya tersebut, aku memiliki rencana untuk menggantikan nama Papua menjadi Irian karena dianggap melecehkan. Aku beritahu rencanaku ini kepada Marcus yang juga satu sekolah denganku.