Mohon tunggu...
Bung Adi Siregar
Bung Adi Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - BAS

Founder BAS Pustaka Copywriter Independen Pecinta Film Penikmat Literasi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketika Pepen-Syaikhu Sedang Meretas Sejarah Baru

15 Desember 2014   20:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:15 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14186264371837275457

Cuaca yang tak menentu, aktivitas yang padat hingga larut malam memaksa raga orang nomor dua di Kota Bekasi itu harus mengakui staminanya sedang drop. Dari wajahnya nampak lusuh karena hampir setiap malam keliling memantau lapangan yang saat itu beberapa wilayah di Kota Bekasi sedang didera banjir. Meski mulut berujar sehat lagi fit, tapi raga tidak bisa berbohong. Kadang bersama walikota, dilain waktu bersama pejabat setempat blusukan memastikan setiap warga mendapat bantuan.

Tak perlu sibuk mencari tahu kenapa, yang jelas ini bukti kepedulian yang tulus tanpa embel-embel apapun. Embel-embel politik sirna dengan kepedulian yang tulus itu.

Melihat pasangannya yang kurang fit itu, Sang orang nomor satu di Kota Bekasi itu memberikan sejumlah pil untuk menjaga kebugaran tubuh. Bukan pemberian pil-nya yang berkesan, namun perhatian itu yang berjuta makna. Ditengah musibah banjir yang banyak dipergunjingkan orang itu, Pepen begitu ia disapa masih memiliki perhatian pada hal-hal kecil. Diantaranya kepedulian kepada mitranya dalam mengatasi berbagai persoalan kota yang sedang dihadapi.

Pemberian itu tak ternilai dengan mata uang atau satuan ukur apa pun. Ini sebuah pesan; aku peduli padamu karena kita telah ditakdirkan oleh Allah untuk bersama-sama mengabdi kepada masyarakat. Kita dipersatukan oleh Allah untuk bersama-sama melewati semua persoalan perkotaan yang ada. Tidak ada yang kebetulan bukan? Semua terjadi atas ketentuannya. Inilah pesan yang tersurat dari kepedulian sang orang nomor satu kepada wakilnya itu.

Ketika menyaksikan peristiwa itu, aku merasa terharu dengan itu. Karena sudah lama aku rindu dengan suasana seperti itu. Dimana para pemimpin kita akur dan saling peduli satu sama lain. Para pemimpin yang tidak sibuk menganak pinak kedengkian-permusuhan. Justru mereka menunjukkan adat hidup sandar-menyandar.

Lewat Walikota Rahmat Efendi dan Wakil Walikota Bekasi Ahmad Syaikhu ramalan banyak orang runtuh. Ramalan apa itu? Perihal keharmonisan kedua tokoh ini dalam memimpin Kota Bekasi. Maret 2013 kedua tokoh ini diikat dalam sumpah untuk memimpin Kota Bekasi oleh Gubernur Heryawan. Banyak yang meramalkan jika hubungan itu paling awet 4 bulan. Ada juga yang memprediksi hubungan itu berumur satu tahun saja. Apalagi kalau Golkar memenangkan Pemilu Kota Bekasi, perceraain politik akan terjadi. Alhamdulillah, sejauh ini semua ramalan itu tak ada yang terbukti.

Berkat kehendak-Nya, hubungan beliau berdua tetap terjaga hingga jelang dua tahun mereka memimpin Kota Bekasi. Ini tak lepas dari kemampuan kedua tokoh ini menjaga diri dari godaan dan jebakan perceraian politik. Setiap hubungan pasti ada ujian. Hubungan ada pasang surutnya. Hari demi hari mereka lewati dengan sikap saling menjaga kehormatan masing-masing.

Hubungan politik Pepen-Syaikhu tersebut mengingatkanku pada hubungan politik Soekarno-Buya Hamka. Kedua tokoh bangsa itu pertama kali ketemu di pengasingan Bung Karno, Bengkulu. Buya Hamka, aktivis Muhammadiyah mengunjungi Bung Karno di pengasingan yang kebetulan membantu pergerekan Muhammadiyah di bumi Raflesia itu. Hubungan baik kedua tokoh yang memiliki latar belakang politik berbeda itu terus berlanjut hingga Indonesia merdeka.

Hubungan baik kedua tokoh bangsa itu diuji ketika Buya Hamka dipenjarakan Soekarno tanpa persidangan dan atas tuduhan yang mengada-ada. Buya Hamka dipenjara dengan tuduhan melanggar Undang-Undang Anti Subversif, yaitu merencanakan pembunuhan kepada presiden.

Buya Hamka ikhlas dengan ujian tersebut, ia berkata; “Saya tidak pernah dendam kepada orang yang menyakiti saya. Dendam itu termasuk dosa. Selama dua tahun empat bulan saya ditahan, saya merasa semua itu merupakan anugerah yang tiada terhingga dari Allah kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan Kitab Tafsir Al-Qur’an 30 juz. Bila bukan dalam tahanan, tidak mungkin ada waktu saya untuk mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan itu.”

Ulama asal Sumatra Barat itu membuktikan jika ia tidak dendam kepada Bung Karno, terbukti ia mewujudkan permintaan terakhir Putra Sang Pajar itu. “Bila Aku mati kelak, minta kesedian Hamka untuk menjadi imam shalat jenazahku”, Pinta Sang Presiden Pertama itu. Sang Buya pun menjadi imam sholat jenazah tatkala sang proklamator itu dipanggil Sang Pencipta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun