Ramadan adalah waktu yang paling dinanti kehadiran oleh anak-anak Mandailing. Begitu juga aku. Ada sejuta kenangan dan keceriaan yang masih terekam hingga saat ini. Satu bulan jelang Ramadan warga di kampung sudah mulai berhitung. Segala persiapan pun dilakukan untuk menyambut kehadiran tamu angung  itu.
Para petani berusaha menyelesaikan pekerjaan berat di ladang atau di sawah sebelum puasa tiba. Tujuannya agar saat puasa datang tidak terlalu berat. Kalau pun ke sawah hanya mengerjakan hal -- hal kecil. Energi tubuh bisa fokus untuk menjalankan puasa.
Namun, untuk masa-masa tertentu, fase reproduksi sawah tidak bisa menyesuaikan dengan kehadiran Ramdhan. Kadang kala, masa panen bersamaan di bulan Ramadan. Tentu ini sangat berat, karena akan menguras tenaga. Saat yang paling berat itu ketika memotong padi hingga membawanya dari sawah ke desa atau istilah Mandaling manaru. Lain kali aku cerita soal manaru.
Ada permakluman bagi yang tidak kuat boleh tidak berpuasa. Tapi banyak juga yang tetap berpuasa. Para tetua banyak yang tetap menjalankan puasa meski hari terik ditengah sawah ketika memotong padi. Sesudah padi rontok dari bulirnya, panen pun di bawa ke kampung.
Ada perasaan kurang afdhol ketika panen di saat Ramadan karena panen identik dengan "pesta" kecil. Biasanya panen selalu motong ayam. Rendang ayam akan menjadi menu makan siang. Cuma, ada juga sisi bahagia, karena lebaran nanti akan bayak wajah-wajah berseri. Panen artinya ada pendapatan. Ada fresh money, ada uang yang bisa dibelanjakan untuk beli baju lebaran.
Loh, kok malah banyak cerita soal panen di bulan Ramadan, melenceng jauh deh ceritanya. Aku ingin bercerita soal tradisi masyarakat Mandailig ketika akan menyambut Ramadan. Ada banyak persiapan yang dilakukan, baik yang berhubungan langsung dengan Ramadan ataupun tidak.
Seminggu jelang Ramadan, pengurus Masjid sudah mengumumkan kepada warga agar ikut dalam kerja bakti kebersihan Masjid. Tak hanya orang tua, anak-anak  pun ikut serta. Hampir setiap tahun momen ini selalu aku ikuti. Senang, banyak anak-anak yang ikut ngumpul. Pekerjaan rutinya seputar membersihkan kula (bak penampungan air), wc, ngecat masjid, memotong rumput dan mencuci sajadah.
Menjadi tontonan kami anak-anak saat itu, ketika Nenek Banjar (Pengurus Masjid) mencoba-coba sound system masjid. Entah apa menariknya, kami sangat menikmati Nenek Banjar mengutak atik sound system. Padahal dia cuma memutar tombol eco. Sesekali menyebutkan tes.. tes.. copy.
Ketika umak-umak (ibu-ibu) saat ngerumpi bicara soal persiapan kayu bakar dan kondisi sawah saat Ramadan berarti bulan puasa sudah dekat. Kaum bapak pun lebih giat mengumpulkan kayu bakar karena dorongan para ibu -- ibu. Selalin tidak mau terganggu saat menghidangkan makanan saat berbuka dan sahur, ibu -- ibu juga tidak berkenan para suami bercucuran keringat mengambil kayu bakar ke gunung.
Persiapan beras tidak ketinggalan. Sebelum puasa para ibu biasanya manjomur (memanaskan) padi untuk digiling jadi beras. Bagi pengusaha gilingan padi, jelang puasa memberikan keuntungan tersendiri.
Pasar pun mulai ramai dengan bahan makanan yang tak ada selain di bulan Ramadan. Kalo pun ada biasanya sangat jarang. Bahan makanan yang banyak ditemukan saat Ramadan ada dua yaitu andiling (pohon rotan muda) dan ulang kaling. Pohon rotan muda banyak dijadikan ulam. Penambah selera makan saat berbuka.