Sebelum berbicara banyak tentang percepatan dan revolusi pendidikan, Nadiem Makarim harus membuka dan mengkaji data pendidikan Indonesia. Pak Menteri harus turun gunung mensurvei agar merasakan langsung kondisi objektif pendidikan Indonesia. Masalah yang dihadapi pendidikan Indonesia sangat kompleks.
Bukan hanya kurikulum yang runyam, akses sulit guru mengajar di wilayah pedalaman, aturan administratif guru yang mengekang, capaian mengajar kejar target, hingga masalah terberat yaitu infiltrasi jaring-jaring Kapitalisme pemodal ke birokrasi pendidikan yang membuat pendidikan tidak ubahnya semacam Korporasi. Sederet masalah itu adalah batu sandungan yang mereportkan guru-guru dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Namun demikian, Pak Nadiem bukan tanpa gagasan relevan. Keinginannya menghapus Calistung pada pendidikan dini sepertinya serius. Hal tersebut diutarakan pada pidatonya pada Hari Guru 25 November 2019.
Menurut beliau, pendidikan Indonesia saat ini terbebani pada keharusan Calistung (baca : baca, tulis dan menghitung) terutama pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Anak-anak TK belum saatnya pintar baca-tulis dan menghitung.
Di masa-masa TK mereka hanya wajib mengenal huruf, angka-angka tanpa adanya beban harus pandai menulis, membaca dan berhitung. Gagasan ini merupakan angin segar yang segera harus didukung dan diperjuangkan bersama oleh tenaga pendidik seantero Indonesia.
Tentang bagaimana pola dan mekanismenya, tinggal menunggu realisasinya. Soal konsep Pak Nadiem Makarim lainnya, seperti disinggung dimuka, masih pada tataran ide-ide dan gagasan-gagasan, tentu pembuktianlah yang harus menjawabnya.
Mendidik itu berat, biarkan Guru saja. Biarkan beliau bekerja membuktikan janji-janjinya. Aturan dan sistem pendidikan yang selama ini merepotkan dan membingungkan biarkan disederhanakan oleh Pak Menteri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H