Urbanisasi merupakan fenomena global yang terus berkembang seiring dengan modernisasi. Kota-kota besar menjadi daya tarik bagi masyarakat pedesaan yang berharap mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Namun, di balik gemerlapnya modernitas, urbanisasi juga menimbulkan berbagai persoalan yang justru memperburuk ketimpangan sosial dan ekonomi. Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada tahun 2050 diperkirakan 68% populasi dunia akan tinggal di daerah perkotaan, yang berpotensi memperbesar tantangan terkait perumahan, infrastruktur, dan kesejahteraan sosial.
Migrasi dan Realitas yang Tidak Selalu Sesuai Harapan Banyak orang bermigrasi ke kota besar dengan harapan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan meningkatkan taraf hidup. Namun, kenyataannya, tidak semua pendatang dapat menikmati manfaat modernisasi. Persaingan kerja yang ketat, tingginya biaya hidup, serta keterbatasan akses terhadap perumahan layak sering kali mempersulit mereka. Sebuah laporan dari Bank Dunia menunjukkan bahwa sekitar 55% populasi perkotaan di negara berkembang tinggal di daerah kumuh dengan akses terbatas terhadap air bersih dan sanitasi.
Kemacetan dan Permasalahan Transportasi Salah satu konsekuensi negatif urbanisasi adalah kemacetan lalu lintas yang semakin parah. Infrastruktur transportasi sering kali tidak mampu mengimbangi pertumbuhan populasi kota, menyebabkan waktu tempuh yang semakin lama dan peningkatan polusi udara. Menurut laporan INRIX Global Traffic Scorecard 2023, Jakarta menempati peringkat ke-29 sebagai kota dengan kemacetan terburuk di dunia, di mana rata-rata pengemudi menghabiskan lebih dari 90 jam per tahun terjebak dalam lalu lintas.
Ketimpangan Sosial dan Ekonomi Modernisasi tidak selalu menghasilkan kesejahteraan yang merata. Di banyak kota besar, kesenjangan ekonomi antara kelompok masyarakat yang menikmati kemewahan dan mereka yang terpinggirkan semakin mencolok. Kawasan elite dengan fasilitas modern berdampingan dengan daerah kumuh yang penuh sesak. Laporan OECD mencatat bahwa ketimpangan pendapatan di perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan di daerah pedesaan, yang berdampak pada terbatasnya akses terhadap pendidikan, layanan kesehatan, dan kesempatan ekonomi bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Dampak Lingkungan dari Urbanisasi yang Tidak Terkelola Pertumbuhan populasi di kota-kota besar juga berkontribusi terhadap berbagai masalah lingkungan. Konversi lahan hijau menjadi area permukiman dan industri menyebabkan berkurangnya ruang terbuka hijau, meningkatnya suhu kota, serta penurunan kualitas udara dan air. Menurut WHO, sekitar 91% populasi dunia tinggal di daerah yang kualitas udaranya tidak memenuhi standar kesehatan, dengan kota-kota besar menjadi penyumbang utama polusi udara akibat kendaraan bermotor dan industri.
Langkah Menuju Urbanisasi yang Berkelanjutan Untuk mengatasi tantangan urbanisasi, diperlukan kebijakan yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Pemerintah perlu mengembangkan infrastruktur yang memadai, menyediakan perumahan yang terjangkau, serta meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan. Selain itu, penerapan teknologi smart city, seperti transportasi publik berbasis energi terbarukan dan manajemen sampah yang lebih efisien, dapat membantu menciptakan lingkungan perkotaan yang lebih layak huni. Sebagai contoh, Singapura telah berhasil menerapkan sistem transportasi yang efisien dan ramah lingkungan, sehingga mengurangi kemacetan dan emisi karbon.
Kesimpulan Urbanisasi dan modernisasi memang menawarkan berbagai peluang, tetapi juga menghadirkan tantangan yang signifikan. Jika tidak dikelola dengan baik, modernisasi justru dapat memperparah ketimpangan dan memperburuk kualitas hidup masyarakat perkotaan. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk membangun kota yang inklusif, berkelanjutan, serta benar-benar mampu meningkatkan kesejahteraan semua penduduknya.
BUNGA CITRA 12.10
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI