Mohon tunggu...
Bunga Aster
Bunga Aster Mohon Tunggu... -

penggemar bunga aster. dan pelawan asisten teritorial..:)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Merpati MA-60, ME dan JK

9 Mei 2011   23:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:54 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bisik-bisik apa sih di balik kasus Merpati MA-60? Iya, jatuhnya MA-60 itu musibah yang harus disesali tetapi adakah yang ganjil dari proses lahirnya kebijakan pembelian pesawat itu? Saya ingin sekedar berbagi informasi dari beberapa warung kopi.

Pembelian MA-60 dilakukan pada masa SBY-JK masih memerintah. Kebijakan ini merupakan kombinasi antara upaya 'makelaran'untuk dapat komisi bagi persiapan kampanye SBY pada 2009 serta tekanan dan transaksi terkait program pembangkit listrik 10k-MW yang dibiayai China ditambah kepentingan personal dari beberapa orang.

SBY saat itu memerintahkan Marie Elka Pangestu dan Yusuf Wangkar --saat ini stafsus Presiden-- untuk mengamankan kantung logistik dalam persiapan 2009. Yusuf bersama Marie Elka Pangestu (ME) dan suaminya, Adi Harsono, putar otak. Ketemulah skema pembelian barang dari Xian berupa pesawat MA-60. ME dan suaminya memang dikenal sebagai 'makelar'barang China di Indonesia. Apa indikasinya: silakan cek profil kebijakan era ME dan perilaku hidupnya. Cek saja soal sederhana: dalam setahun berapa lama dan berapa kali Adi Harsono tinggal di China dan Hongkong.

ME dan AS lalu memerintahkan Mulyadi untuk beroperasi di lapangan. MNA digarap. JK saat itu menolak karena tidak ada sertifikasi FAA dan/atau EASA. Sampai di sidang kabinet hal ini dibawa oleh ME dan keluarlah jurus untuk membantah ini: bahwa menurut Cape-Town Convention kelaikan pesawat itu ditentukan sertifikasi dari negara pembuat dan pengguna saja serta tidak harus merefer ke FAA/EASA. Clear tuh barang.

Untuk menambah tekanan ke JK yang keras menolak, ME lalu menghubungi China. Dibuatlah skenario tekanan ke RI terkait proyek pembangkit listrik 10.000 MW yang memang akan dibiayai China. China secara resmi menekan JK dan SMI agar bila mau melanjutkan proyek listrik itu harus mau membeli pesawat MA-60 sejumlah 15 unit.

Penolakan JK saat itu selain karena harganya mahal dan terkait sertifikasi FAA juga karena prinsip bahwa MNA sebagai perusahaan jasa tidak perlu untuk membeli aset tetapi cukup lewat leasing saja. Memang benar menurut prinsip manajemen bisnis tetapi kalau leasing gimana kita mau dapat 'komisi' dong. Kan komisi mau dipake Tuan SBY untuk kampanye 2009 (saat itu JK gak tau lho kalau mau ditinggal...)

Karena sudah diketuk di sidang kabinet oleh SBY maka tugas JK dan SMI adalah mengamankannya. JK dan SMI lalu buat skema bahwa selisih kurs, bunga dan pembelian ditanggung saja oleh pemerintah dan bukan oleh MNA. Pemerintah lalu membuat skema dengan memberikan kredit murah ke MNA dengan selisih yang ditanggung oleh negara.

Mau tau harga 15 buah MA-60 itu? Total harganya 225 juta USD. Utang baru ini di luar utang MNA yang ada sebesar 1,9 T rupiah. (Ini perusahaan gede banget utangnya yaks. DPR sekarang lagi pusing mau disuruh nyuntik lagi untuk MNA atau dibubarkan saja lalu buat yang baru).

Begitulah dongeng soal MA-60. Pembelian jadi, komisi cair dan kampanye lancar. Perkara sekarang pesawat jatuh mah bukan urusan abang...:)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun