Penelitian yang Dilakukan oleh Buber
Martin Buber meneliti mengenai hubungan antar manusia, yang kemudian pandangan filsafat dialogisnya itu ia tuangkan dalam bukunya yaitu yang berjudul "Ich und Du" (I and Thou atau aku dan engkau) yang diterbitkan di tahun 1923. Menurutnya, manusia pada dasarnya hidup dalam sebuah relasi yaitu adanya timbal balik antar manusia dan sekitarnya, seperti antara "aku" dengan "kau" dan "itu". Karena pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri-sendiri atau terisolir. Martin Buber menakankan pemikirannya kepada fusion atau penyatuan, yaitu manusia yang saling bertemu harus menyatu atau melebur, sehingga tercipta hubungan sosial yang baik pula. Pemikirannya banyak dipengaruhi oleh mistisisme atau suatu paham yang serba mistis.Â
Ich-Es atau I-It atau Aku dan Itu
Ich-Es atau I-It yang dalam bahasa Indonesia adalah Aku dan Itu menurut Martin Buber merupakan Erfahrung dalam bahasa Jerman, yaitu dunia ini yang berkaitan dengan benda-benda. Dalam hal ini manusia tidak bergantung pada kebebasan benda-benda tersebut, berarti manusia dapat dengan penuh kebebasan mengatur benda-benda yang ada di sekelilingnya. Benda tersebut berarti memiliki kontribusi di dalam relasi hidup manusia. Bagi Buber manusia selalu memiliki relasi atau hubungan timbal balik (mutual), sehingga relasi ini tidak dapat dipakai dalam hubungan antar manusia. Karena jika manusia memakai relasi ini, maka manusia tersebut dapat memiliki kebiasaan mengatur dan menguasai manusia yang lainnya.Â
Ich-Du atau I-Thou atau Aku dan Engkau
Ich - Du atau I - Thou yang dalam bahasa Indonesia adalah Aku dan Engkau yaitu manusia bukanlah makhluk asing,atau yang lebih kita kenal sebagai manusia merupakan makhluk sosial. Bagi Buber, hidup manusia terbagi menjadi dua (2) wilayah yang besar yaitu institusi dan perasaan. Institusi merupakan wilayah luar dari diri manusia, sedangkan perasaan atau feeling merupakan yang ada pada dalam diri manusia. Hubungan timbal balik manusia bukan kita yang membangun, melainkan berjalan seiring waktu karena kita tidak dapat menghindari relasi tersebut. Bagi Buber, satu hal yang harus dimiliki manusia yaitu, relasi dengan institusi dan perasaan agar relasi tersebut tetap utuh atau berhubungan dengan baik.Â
Hubungan Manusia Dengan Eternal Thou
Bagi Buber, ada hubungan yang relasinya sangat kuat yaitu hubungan manusia dengan Allah. Buber menegaskan bahwa Thou dan Eternal Thou berbeda, walaupun hubungan Eternal Thou berada di dalam relasi I-Thou. Ia menyatakan bahwa manusia tidak boleh memperlakukan Allah sebagai objek, karena manusia dan Allah memiliki relasi atau hubungan saling membutuhkan. Allah membutuhkan manusia dan manusia juga membutuhkan Allah. Mengutip dari pernyataan Schleiermacher, Buber berpendapat bahwa manusia harus memiliki feeling of dependence atau jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yaitu perasaan ketergantungan yang lebih tepatnya creature-feeling. Itu merupakan kesadaran penuh sebagai manusia, bahwa manusia adalah makhluk ciptaan yang memiliki ketergantungan kepada Allah sang Penciptanya. Pertemuan atau relasi manusia dengan Eternal Thou bersifat spontan sama dengan relasi atau hubungan manusia dengan Thou.Â
Lingkup Relasi di Dalam Hidup Manusia
Terdapat tiga (3) lingkup relasi di dalam hidup manusia, yaitu:
- Pertama yaitu, hidup bersama dengan alam: dalam lingkup relasi ini berada di bawah wilayah bahasa bagi Buber
- Kedua yaitu, hidup bersama dengan manusia yang lain: dalam lingkup relasi ini sudah memasuki wilayah bahasa bagi Buber, serta nyata dan jelas, dan
- Ketiga yaitu, hidup bersama dengan makhluk spiritual (spiritual beings)Â dalam lingkup relasi ini tidak memiliki bahasa namun kita dapat menciptakannya.