Mungkin beberapa dari kita udah sering dengar perihal generasi Z atau gen Z yang terkenal dikit-dikit suka healing, yang katanya jompo, yang mudah stress dan burnout. Ya hal diatas emang nggak sepenuhnya salah, tapi kenapa sih gen z bisa sampai seperti itu? Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika untuk anak diatas 18 tahun keatas, ada sebesar 60% partisipan yang mengaku karena Masa Kecil Kurang Bahagia (MKKB) atau ahasa ilmiah kerennya Adverse childhood experiences (ACE). Â ACE ini dapat terjadi karena dua faktor yaitu:
- Kerap di abuse secara emotional. Yang dimaksudkan dengan di abuse secara emosional ialah ketika kita tidak jarang diomongi "yaelah berguna dikit bisa nggak sih" " yaelah g*blok banget dah lu jadi anak" , "bisa nggak, nggak usah ngrepotin terus"? dan hal-hal berbentuk verbal semacamnya yang ngena dihati.
- Broken home. Faktor kedua yang membuat orang merasakan masa kecil kuranh Bahagia atau Adverse Childhood Experience ialah ketika berada di posisi broken home. Ketika berada di posisi ini kerap kita kehilangan momen hangat dan lebih banyak di dominasi dengan kejadian yang lebih menegangkan maupun kejadian yang tidak ingin kita alami.
Tapi ketika kita berfikir lagi, ini kan berarti salah orangtua kita? Orang tua kita yang membuat kita seperti ini? Kita tidak bisa berfikiran seperti itu juga. Karena orangtua kita  juga hidupnya dilalui dengan berbegai macam kejadian traumatis, kita tidak bisa menutupi fakta bahwa hidup yang orangtua kita miliki tidak kalah stressfull.
Lalu kalian pernah nggak sih generasi Z dibilang generasi alay, dikit-dikit kalau di kerasin harus speak up? Padahal kalau jaman dulu "gw dipukul pake rotan biasa aja" kata generasi diatas kita. Kalau masalah anak dipikul di zaman dulu itu sebuah hal terlihat azim banget, tapi di jaman sekarang itu dibilang kekerasan. Ini sebenarnya merupakan topik bahasan lain dan setiap Tindakan memiliki Batasan yang mana batasannya lebih subjektif, lebih tergantung dengan pola pikir orang yang berbeda-beda satu sama lain. Setiap orang memiliki standar yang berbeda-beda, standar pengasuhan setiap orang pun berbeda-beda. Hal yang membedakan mengenai "pukul-pukulan" ini ialah karena sebuah normalisasi. Di zaman dulu orang cenderung me-normalisasi, karena memang ada hal yang udah too far, kejauhan dan nggak baik tapi tetap di normaslisasi. Karena sekarang zaman udah berubdah, bukankah cara berprilaku juga lantas berubah.
Jadi, kalau ditanya kenapa sih gen z itu kayak gini? Ya karena faktor-faktor sebelumnya dan karena zaman udah berubah juga. Terus kenapa gen Z suka banget dikata-katain sama gen-gen sebelumnya? Ya karena
- Memang gen z dan gen sebelumnya nggak relate
- Tidak mendapat edukasi yang sama
- Kebiasaanya sudah berbeda
Hal ini menimbulkan beberapa pro dan kontra atau menimbulkan sisi positif dan negatif sendiri bagi gen z
Sisi positif generasi z:
- Lebih aware terhadap berbagai kejadian, potensi dan fenomena
- Lebih terbuka kepada internet, dan lebih banyak terkena paparan edukasi
- Sudah mengenali pola pengasuhan yang positif
- Lebih diberkahi dengan awareness, kesadaran, kita aware kalau yang dilakukan orang lain itu salah, maka kita nggak bisa melakukan kesalahan yang sama. Hal ini dapat menuntun kita untuk lebih aware untuk diri sendiri juga apabila dirasa diri sendiri manja, toxic, terlalu kebnyakan healing.
Sisi negatif:
- Saking banyak informasi yang diterima, terkadang kita memaknai informasi itu mentah-mentah sehingga ada kemungkinan informasi yang diterima adalah sebuah hoax apabila tidak dilakukan pengecheck an atau double check terlebih dahulu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H