Kota semarang memiliki daya tarik bagi masyarakat untuk mencari penghidupan dan fasilitas yang lebih baik dari tempat asalnya. Salah satu daya tarik tersebut yaitu bidang pendidikan yang memiliki fasilitas yang baik seperti Universitas Negeri Semarang, Univeritas Diponegoro, Universitas Islam Sultan Agung, dan lainnya.Â
Selain bidang pendidikan, ada pula bidang kesehatan, transportasi, perkantoran, dan sebagainya. Masyarakat dari pedesaan juga memiliki pandangan bahwa mencari kerja lebih mudah di perkotaan, upah yang didapat lebih tinggi, keamanan lebih terjamin, dan hidup menjadi lebih bebas. Faktor-faktor tersebut menjadi penyebab tingginya tingkat urbanisasi di Kota Semarang.
Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Hal ini didasari oleh beberapa alasan, di Kota Semarang alasan urbanisasi tinggi yaitu merupakan ibu kota provinsi Jawa Tengah sehingga sarana dan prasarana yang disediakan pemerintah cukup memadai, mulai dari pendidikan yang dapat dilihat dari Universitas-universitas besar yang ada di Kota Semarang, kesehatan yang ditandai dengan banyaknya rumah sakit besar dengan pelayanan yang baik, transportasi dimana pemerintah menyediakan trans Semarang untuk memudahkan masyarakat, tempat-tempat wisata seperti lawang sewu, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut menjadi daya tarik masyarakat luar untuk menetap di Kota Semarang.Â
Urbanisasi menjadi salah satu penyebab tingginya jumlah penduduk di Kota Semarang. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, pada tahun 2020 jumlah penduduk di Kota Semarang mencapai 1.653.524 jiwa, mengalami kenaikan pada tahun 2021 menjadi 1.656.564 jiwa, dan pada tahun 2022 menjadi 1.659.975 jiwa.Â
Jumlah penduduk ini tidak diimbangi dengan luas wilayah yang ada, sehingga menyebabkan kepadatan penduduk yang besar. Pada tahun 2020 kepadatan penduduk di Kota Semarang sebesar 4.423,79 jiwa/km2, pada tahun 2021 mengalami kenaikan menjadi 4.431,92 jiwa/km2, dan pada tahun 2022 sebesar 4.441,05 jiwa/km2. Jumlah penduduk yang semakin bertambah setiap tahunnya menyebabkan permintaan akan lahan semakin meningkat, sementara luas lahan secara administrative adalah tetap, akibatnya harga lahan semakin mahal. Masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi untuk mendapatkan lahan akhirnya mencari alternative lain.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan lahan dengan harga murah adalah pemadatan bangunan permukiman, perbuatan ini akan mengakibatkan turunnya kualitas permukiman, daerah-daerah diperkotaan akan muncul permukiman yang tidak layak huni dan membawa dampak buruk terhadap kondisi lingkungan, daerah tersebut kemudian disebut permukiman kumuh. Permukiman kumuh secara prosesnya dibedakan menjadi dua yaitu tipe instantaneous yang mengalami waktu singkat dalam jumlah yang besar dan tipe continuous yang berlangsung dalam waktu yang lama dan secara perlahan-lahan. Adapun indikator pemukiman kumuh yaitu:
- Kondisi bangunan,
- Jalan Lingkungan,
- Drainase Lingkungan,
- Penyediaan Air Bersih/Minum,
- Pengelolaan Persampahan,
- Pengelolaan Limbah,
- Pengamanan Kebakaran, dan
- Ruang Terbuka Publik.
Dalam SK Walikota Semarang No. 050/801/2014 terdapat 62 kawasan kumuh di Kota Semarang. Pada tahun 2018 seluas 120,91 Ha daerah permukiman kumuh di Kota Semarang dan pada tahun 2020 tercatat 112 Ha daerah permukiman kumuh. Masih luasnya daerah pemukiman kumuh merupakan bukti bahwa pemerintah daerah Semarang belum dapat menyelesaikan masalah ini dengan baik. Masyarakat biasanya juga bermukim didaerah pinggir sungai, mereka juga membuang sampah disungai sekitar mereka sehingga menyebabkan maslaah lainnya berupa banjir.Â
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menjelaskan bahwa penyelenggaraan atas perumahan dan kawasan permukiman termasuk pencegahan kumuh dan peningkatan kualitas terhadap permukiman kumuh merupakan tanggungjawab pemerintah daerah dan setiap orang. Namun penyelesaian masalah permukiman kumuh tidak mudah mengingat dana dari APBN dan APBD sangat terbatas dan harus digunakan untuk keperluan daerah lainnya.
Yang dapat pemerintah lakukan adalah pemberdayaan pemerintah daerah dan masyarakat melalui pelatihan dan pendampingan, pendayagunaan fasilitas lingkungan dengan peningkatan kualitas lingkungan pemukiman melalui perbaikan sarana dan prasarana yang ada, dan yang terakhir adalah membantu meningkatkan ekonomi masyarakat setempat dengan cara menyediakan lapangan pekerjaan.
Tingkat urbanisasi yang tinggi di Kota Semarang menyebabkan banyaknya permukiman kumuh. Permukiman kumuh tentu membawa dampak negative bagi Kota Semarang yaitu pencemaran lingkungan yang dapat membawa bencana alam seperti banjir, tingginya tingkat kriminalitas, tidak terjaga kebersihan sehingga mudah menyebabkan penyakit, dan sebagainya.Â
Untuk mengatasi hal ini diperlukan kerjasama antara pemerintah daerah dengan warga masyarakat. Karena menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, tertib, adalah tugas semua warga negara. Pemerintah diharap dapat menciptakan peraturan dan program yang dapat menekan jumlah urbanisasi di Kota Semarang.Â