Mohon tunggu...
bunda yuli
bunda yuli Mohon Tunggu... -

saya seorang ibu yang suka menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Money

RAPBN 2016, Target Pajak Naik, Beban Rakyat Bertambah

8 September 2015   03:25 Diperbarui: 8 September 2015   03:48 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

RAPBN 2016 telah disampaikan oleh Presiden Jokowi kepada DPR. Belanja RAPBN 2016 diusulkan sebesar Rp 2.121,3 triliun, naik Rp 137,1 triliun dari APBNP 2015. Adapun total penerimaan diusulkan sebesar Rp 1.848,1 triliun, naik Rp 86,5 triliun dari APBNP 2015. Jadi, RAPBN 2016 direncanakan defisit Rp 273,2 triliun atau 2,1 % PDB. Sebagian besar penerimaan itu berasal dari pajak Rp 1.565,8 triliun. Sisanya dari penerimaan Negara bukan pajak (PNBP) Rp 280,3 triliun dan dari hibah Rp 2 triliun.

Pendapatan RAPBN 2016 yang sebagian besar bertumpu pada pajak itu naik sebesar Rp 86,5 triliun dari APBNP 2015. Kenaikan penerimaan pajak itu disandarkan pada Pajak Penghasilan (PPh) baik PPh orang pribadi, PPh badan, PPN, cukai, dan pajak lainnya yang sudah barang tentu pada akhirnya akan kembali menjadi beban rakyat. Pasalnya rakyat nanti harus bayar lebih banyak lagi.

Di sisi lain penerimaan dari sumber daya alam (SDA) hanya diusulkan Rp 130,95 triliun. Sungguh sangat minim, padahal negeri ini sangat kaya dengan SDA. Sebab utamanya karena sistem pengelolaan SDA di negeri kita tercinta ini sangat neoliberal dan kapitalistik yang diserahkan kepada swasta bahkan asing. Negara hanya menerima pendapatan dalam bentuk PPh dan pajak lainnya, royalti, serta bagi hasil akhir yang itu pun jumlahnya sangat kecil akibat rekayasa cost recovery yang cenderung tidak transparan dan sulit dipertanggungjawabkan.

Hal ini tentu merupakan kezaliman terhadap rakyat, dimana rakyat terus dipaksa bayar pajak yang makin banyak jenis dan jumlahnya. Namun pada saat yang sama, kekayaan alam yang sebenarnya milik rakyat justru diserahkan kepada swasta bahkan asing. Hasinya sudah barang tentu jauh lebih banyak dinikmati oleh mereka, sementara rakyat harus terus gigit jari, bahkan tak jarang terus menanggung dampak buruk pengelolaan SDA.

Adapun sebagai mukmin yang senantiasa menginginkan setiap gerak dan langkahnya mengikuti aturan Sang Maha Pencipta yang Maha Tahu yang terbaik bagi seluruh makhluknya, maka permasalahankehidupanpun tak luput untuk dikembalikan pada aturan Allah SWT yang Maha Sempurna.
Islam mengatur bahwa pajak (dharibah) dibolehkan dengan mekanisme yang jelas dan sangat jauh berbeda dengan mekanisme pajak dalam sistem kapitalis. Pajak saat ini merupakan penerimaan utama, bersifat tetap, kontinyu (terus-menerus), dipungut dari semua orang (Muslim dan Non Muslim) dan tanpa memandang kaya ataumiskin.

Sementara   dalam islam hanya sebagai pemasukan pelengkap bukan utama bagi Negara. Dharibah dipungut sewaktu-waktu (temporer), tidak kontinyu ,dan tidak tetap. Dharibah hanya boleh dipungut untuk pembiayaan yang merupakan kewajiban kaum muslim sesuai ketentuan islam, hanya dipungut dari kaum muslim, orang kaya, dan dipungut sebatas jumlah biaya yang diperlukan, maka setelah jumlah yang diperlukan terpenuhi dharibahpun dihentikan.
Islam sebagai agama yang paripurna telah menetapkan sistem pengelolaan keuangan Negara dan sumber-sumber penerimaan, serta bab-bab pengeluaran atau belanja. Penerimaan Negara berasal dari kekayaan milik umum seperti minyak, gas, energi panas bumi, mineral, kehutanan, perikanan, udara, dan sebagainya. Juga kekayaan milik Negara baik jizyah, kharaj, khumus, ghanimah, fa’I, ‘usyur (yang berbeda dengan cukai), harta waris yang tidak ada pewarisnya, dan lain sebagainya. Belum lagi penerimaan dari zakat meski peruntukannya sudah dibatasi oleh syariah. Jika masih kurang, baru dipungut dharibah sesuai ketetuan syariah.

Semua itu akan cukup untuk membiayai program kerja Negara dalam memelihara urusan dan kemaslahatan rakyat, termasuk menyediakan pelayanan publik. Karena itu sudah selayaknya kita selaku kaum muslimin merasa rindu dan tergerak untuk bersama-sama memperjuangkan kembalinya isntitusi yang akan menegakkan aturan-aturan Allah SWT yang pasti akan mendatangkan kesejahteraan dan kebaikan dunia hingga akhirat. Institusi itu adalah Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj (jalan) kenabian. Allahu Akbar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun