Mohon tunggu...
Risa Juanita Ratnaningtyas
Risa Juanita Ratnaningtyas Mohon Tunggu... Guru - Writer, Teacher, Blogger, Seller

Terus berkarya, jangan pernah menyerah, atas ijin Allah apa yang tidak mungkin akan menjadi mungkin

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Stasiun Glenmore Penuh Kenangan

10 November 2021   14:31 Diperbarui: 10 November 2021   14:36 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkah  merindukan sesuatu yang tak mungkin bisa kembali lagi meski terkadang kita mengharapkan itu?

Jika itu kenangan buruk, jangankan kembali, menoleh pun pasti enggan. Tapi bagaimana dengan kenangan yang indah? Membayangkan saja terkadang menetes air mata di pipi.

Kenangan masa kecil tak pernah lekang dari ingatan. Benarlah kata ahli parenting yang mengatakan "Masa Golden Age  otak anak bertumbuh secara maksimal, begitu pula pertumbuhan fisik". Jadi segala ucapan, tingkah laku orang disekitar, sampai hal-hal yang kita lakukan akan selalu terekam jelas di ingatan hingga tiba saat kita dewasa kelak.

Cerita ini ku tulis setelah tanpa sengaja melihat gambar stasiun Glenmore dari media sosial. Lama ku pandangi, kenangan masa kecil berkelebat dalam angan, tersenyum saat ingat apa yang pernah terjadi dan tiba-tiba air mata mengalir deras di pipi, Ya Allah aku merindukan masa-masa itu.

Tempat yang selalu ku rindukan dalam tiap sudutnya. Begitu banyak kenangan yang terukir indah disana. Masa kecil yang indah  tak mungkin ku lupakan begitu saja.

Stasiun adalah jalan pintas kami saat mau ke pasar (Jawa : trabasan). Bersama almarhumah nenek yang ku panggil Mbah Tri (Jawa : Mbah Putri) ku langkahkan kaki dengan penuh semangat diatas rel kereta sembari menghitung 1,2,3.. Sesekali kerikil nakal membuatku hampir saja terpeleset. Langkahku yang pendek-pendek sering ku imbangi dengan berlari-lari kecil mengikuti gerak langkah Mbah Tri yang sangat cepat.

Jaman dahulu kala berjalan kaki bukan hal yang aneh seperti sekarang yang mayoritas lebih suka menggunakan alat transportasi untuk bepergian. Masa kecilku mayoritas adalah pejalan kaki

Kami juga harus waspada dan sering menoleh ke belakang takut ada kereta api datang. Tapi sepertinya Mbah Tri sudah hafal jadwal kereta yang akan melintas. Langkahnya cepat sekali, hingga di akhir hayatnya pun beliau masih tangkas berjalan, dan sepertinya itu menurun kepadaku hehe.

Kini beliau telah tiada, telah berpulang kehadapan ilahi, namun ceritaku dan kenangan bersama beliau selalu ku ingat sepanjang masa

Mungkin jejak ku tak lagi berbekas dalam tiap jengkal rel kereta api, tapi cerita dan kenangannya selalu berbekas di lubuk hatiku yang paling dalam dan tak akan pernah terhapus oleh waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun