Pagi ini bunda pergi membawa hati yang penuh sesak oleh haru. Itu karena melihatmu tetap melambaikan tangan dan tersenyum hingga bayangmu di kaca spion kiri motor bunda menghilang. Meninggalkanmu di rumah bersama pengasuh selalu berhasil membuat moment keberangkatanku begitu mellow. Sesaat ada yang ingin mendesak keluar dari sudut air mata bunda kala itu. Ah, anakku yang manis dan tegar. Lima hari lagi genap usiamu menjadi satu setengah tahun. Selama itu pula bunda merasa belum berhasil menjadi bunda yang terbaik untukmu.
Maafkan bunda terpaksa harus meninggalkanmu setengah hari untuk bekerja. Sering bunda menguatkan diri dengan berkata semua ini juga demi engkau, anakku. Agar kau bisa bersekolah di tempat yang terbaik. Agar masa depanmu cerah. Namun bunda tak dapat memungkiri, bunda sedih harus berpisah denganmu. Setiap enam hari dalam seminggu. Dari mulai matahari terbit hingga ia bergeser sedikit ke barat dari tengah kepala kita. Akibatnya bunda hanya mampu menemanimu mandi. Tak selalu bunda dapat menyuapi sarapan ke mulut kecilmu. Sungguh, hati bunda selalu gerimis mengingat keterbatasan waktu kita itu. Biasanya bunda mengenangkannya sembari melarikan motor secepat yang bunda mampu. “Ben ndang tekan kantor, ben ndang mulih maneh” begitu pikirku.
Di atas semua kesedihan itu, bunda tetap bersyukur. Paling tidak ada satu hari di ujung pekan yang dapat sedikit menuntaskan kerinduan kita. Menghangatkan kembali kebersamaan kita selama seharian penuh. Bunda harap kualitas waktu kita dapat mengobati kekurangan kuantitas waktu yang menjadi jarak antara kita. Suatu saat bunda harap engkau dapat mengerti posisi bunda. Maafkan bunda, Nak…
--- Tulisan persembahan bunda untuk putraku tercinta. Tumbuhlah kuat, tegar dan bahagia, anakku…---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H