CERMIN
Pantaskah aku menyebutnya ibu Maya!
Ada rasa yang menyelinap dalam jiwa, saat aku mengenalnya di dunia maya. Dunia yang menyatukan dua wanita yang nyatanya mempunyai kedudukan yang sama sebagai seorang ibu dari beberapa putra dan putri. Orang pertama yang di kenal dalam dunia kepenulisan.
Berawal dari perkenalan yang tanpa di sengaja hingga berlanjut dalam komenan dalam tiap syair yang aku tuliskan. Kita saling menyanjung satu sama lain. Hingga aku dimasukannya dalam sebuah grup Pena Ananda yang di asuhnya. Dari sana banyak yang aku pelajari terutama tentang dirinya. Walau saat aku bilang ingin bercerita tentangnya, dengan rendah hati dia berkata
“Apa yang ingin Bunda Asni ceritakan, aku hanyalah sosok seorang ibu yang biasa dan merasa tak banyak memberikan yang bermanfaat pada Bunda.”
“Andai saja ia tahu, apa yang telah kuambil dari dirinya selama ini. Mungkin ia akan memutar balikkan kata-kata yang ia cetuskan tadi.” Gumanku dalam hati.
Tak perlu kata, tak butuh penyanjungan yang selama ini hanya aku rasakan dan rasakan bagaimana Bunda memberikan kekuatan bathin padaku mulai dari status hingga catatan kecil antara kita berdua. Tanpa bertanya dan bahkan jawab karena tanpa disadari satu sama lain telah memberi tanya dan jawab yang terkadang tanpa disadari.
Kedekatanku dengan Bunda bertambah dekat ketika mengikuti sebuah even yang Bunda buat. Sebuah kesabaran, ah.. sebuah topik yang selalu dipertanyakan bahkan dipersoalkan dalam kehidupan nyata ataupun maya. Aku pun sendiri ragu untuk mengikutinya, mampukah aku menceritakan semua yang terjadi selama perjalanan hidup yang aku tapaki jejak ini.
Aku mencoba menceritakan satu rahasia kehidupan yang selama ini tersimpan rapi, hingga akhirnya tiga cerita mampu aku selesaikan dalam waktu tiga minggu dan satu cerita itu hanya kubuat dalam satu jam. Tanpa Bunda sadari, telah memberikan sebuah kekuatan bathin padaku untuk sedikit berbagi tentang kehidupan dulu. Bukan membuka aib keluarga namun hanya ingin memberikan sebuah kebaikan dan semangat hidup bila suatu saat diterpa hal yang sama.
Buku yang kita rintis bersama, dalam tiap tarikan nafas kita berdua. Perjuangan yang tak tersia-siakan. Hingga akhirnya buku itu terbit walau dalam jangka waktu yang lama.
Bunda, jujur kesukaanku bertambah ketika pendamping hidupmu seseorang yang sama denganmu. Sama-sama mencintai dunia menulis. Pasti kebahagian selalu bersama. Setiap detik bisa bersama-sama dalam merangkai kata menjalinnya menjadi paragraf. Untaian syair yang kalian rangkai mampu membuat kekuatan dalam diriku, agar selalu kuat dalam terpaan di dunia kepenulisan.
Semangat yang bunda alirkan dari tulisan yang selalu bunda ukirkan menjadikan aku sebagai ibu yang mampu menegarkan hati kalau kegalauan dan kehilangan selalu menyertai langkah yang baru saja aku tapakkan di dunia kepenulisan.
Bunda, ketika aku mengetahui apa yang menimpamu dan keluargamu ingin rasanya aku mengulurkan tanganku untuk memelukmu dengan erat. Memberikan kekuatan dan ingin rasanya membantumu. Tapi apa daya jemariku tak mampu menggapaimu hanya doa yang selalu aku panjatkan. Di balik kisah itu ada hikma yang akan Allah berikan.
***
Awal Bahagiamu
Saat luka-luka yang bunda terima menjadikan luka mengering begitu saja. Satu obat penyembuh lukamu pun tak kau dapati. Ternyata Allah memberikan obat lukamu melebihi obat yang mereka sembunyikan darimu. Tahukah Bunda, di saat khabar itu mampir di dindingku. Aku menitikkan air mata akan bahagia yang bunda terima. Ukiran yang bunda pahat satu demi satu tanpa pernah merasakan lelah walau semua telah mendera.
Semua terjawab sudah. Ukiran itu telah menjadi sebuah kehidupanmu yang selalu membawa lara dan berakhir bahagia. Aku menatap potret kehidupanmu bersama orang-orang yang mencintai dan dicintai bunda. Yang kujadikan sebuah cermin kehidupan yang kujalani saat ini. Semangat yang tertular dari setiap wejangan yang bunda sebarkan. Keberhasilan demi keberhasilan yang bunda dapat dari setiap kegagalan tak menjadikan bunda sosok ibu yang lemah. Namun sebaliknya menjadian bunda soso yang tegar, kuat dan bersabar yang penuh keikhlasan.
Dengan menatap potret keberhasilanmu, selalu membuatku iri akan keberhasilan itu dan memacu diri untuk sepertimu bisa berbagi dengan sesama, walau bukan berujud uang namun dengan ilmu pengetahuan yang menjadi dan telah menjadi darah daging serta denyut nadimu.
Perlahan, aku pun mulai menapaki jejak sepertimu, berbagi ilmu dengan mereka dengan bantuan seorang anak sisi rahim yang datang dari Banyuwangi. Kami berdua menapaki mimpi. Dengan motofasi dan ilmu yang secara tak langsung selalu bunda berikan padaku.
Bundaku sayang lewat goresan kata ini aku ingin menjadi sepertimu, dan ingin menjadikan bunda sebagai cerminan aku dalam menapaki kehidupan di dunia kepenulisan. Satu cermin indah untukmu bundaku sayang
Cermin
Bunda...
Pada syair yang aku goreskan
Saat aku menjadikan kau bunda dalam dunia mayaku
Adalah hal yang terindah bila aku dapat mendekapmu
Dalam peluk serta cium sayang
Bunda..
Kujadikan kau sebagai cermin kehidupanku
Untuk menata hati dan goresanku
Walau kita tahu
Cermin aku mudah retak dan pecah
Tapi...
Dari cermin itulah kita berdua mampu melewati
Masa kepedihan dan kelukaan
Bunda tetaplah menjadi cermin untukku
Agar aku selalu bisa mawas diri
Terimakasih kepada bunda Bunda Zakyzahra Tuga, atas kebersamaan, nasehat, kekuatan, kesabaran serta keikhlasan untuk berbagi denganku, seorang ibu yang baru menapaki dunia menulis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H