Mohon tunggu...
bunda_fawwaz
bunda_fawwaz Mohon Tunggu... PNS -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Privatisasi dan Keselamatan Negeri

8 Maret 2018   11:02 Diperbarui: 8 Maret 2018   11:13 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kembali masyarakat dikejutkan dengan penangkapan kapal asing yang diduga membawa 3 ton narkoba jenis sabu di perairan perbatasan antara Singapura dan Indonesia, Jumat (23/2) kemarin (JawaPos.com).  Penangkapan ini hanya berselang tiga hari sejak terungkapnya upaya penyelundupan narkotika sabu seberat 1,6 ton pada 20 Februari, dan terungkapnya penyelundupan 1 juta ton sabu pada 9 Februari silam.  Ini kasus yang terungkap, bagaimana dengan kapal-kapal penyelunduplain yang tidak tertangkap? Sudah berapa puluh ton-kah narkoba yang berhasil masuk ke Indonesia, dan sudah berapa juta generasi yang terkena imbas peredaran narkoba ini?

Kasus ini diikuti dengan penangkapan beberapa artis pemakai maupun diduga sebagai pengedar narkoba. Sebut saja mulai dari Jennifer Dunn, Pretty Asmara, Roro Fitria, Tio Pakusadewa, Fahri Albar, Dhawiya dan   belakangan Rizal Gibran.  Para artis ini sering beralasan memakai narkoba untuk meningkatan kepercayaan diri dan kreativitas, namun hal itu dibantah oleh Anwar Fuady, artis senior yang merupakan pendiri PARSI (Persatuan Artis Sinetron Indonesia). Anwar Fuady sendiri menyatakan bahwa kebanyakan pengguna narkoba dari kalangan artis adalah mereka yang kariernya sedang meredup.

Selain dari kalangan artis, politisi pun tak luput dari jerat narkoba ini. Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Nasdem Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, Mikson Yapanto, ditangkap petugas Badan Narkotika Nasional  pada Kamis siang, 22 Februari 2018. Dia ditangkap petugas ketika sedang mengambil narkoba jenis sabu-sabu yang disimpannya di sebuah pohon hias di tepi Jalan Jeruk, Kelurahan Waumialo, Gorontalo.

Jika kita lihat kasus demi kasus, negeri ini sepertinya memang sudah menjadi surganya narkoba. Sangat tepat kalau dikatakan saat ini Indonesia dalam kondisi darurat narkoba.

Mengapa bisa sebebas itu narkoba masuk ke negeri ini? Politisi Partai Gerindra Fadli Dzon menyatakan bahwa salah satu yang menjadi penyebab adalah  wilayah Indonesia yang luas dan berbetuk kepuauan, sehingga sulit mengontrol tempat-tempat keluar masuknya orang dan barang, yaitu pelabuhan atau bandara. Kalau saat ini ada rencana swastanisasi/privatisasi 30 bandar udara dan 20 pelabuhan, maka menurut Fadli Dzon pemerintah dianggap tidak serius dalam melakukan perang terhadap narkoba. 

Mengapa? 

Karena tentunya dengan swastanisasi akan membuka peluang bagi asing untk mengetahui segala seluk-beluk yang ada di bandara dan pelabuhan.  Padahal dua tempat itu adalah tempat yang sangat vital untuk pertahanan dan keamanan suatu Negara.  Alasan swastanisasi ini adalah untuk menghemat biaya dan bisa dialihkan untk pembangunan infrastruktur,.

Berdasarkan perhitungan Kementerian Perhubungan, kebutuhan investasi sektor transportasi secara umum di Indonesia terbilang besar, yakni sekitar US$190 miliar. Dari jumlah tersebut setengahnya dialokasikan untuk pembangunan jalan. Sisanya digunakan untuk sektor transportasi, seperti kereta api, pelabuhan, dan bandara sekitar US%440 miliar. Dengan menggandeng pihak swasta, akan menghasilkan efisiensi alokasi dana pemerintah untuk pengembangan 30 bandara dan pelabuhan sebesar Rp500 miliar sampai Rp1 triliun. Dana ini nantinya bisa dialihkan untuk pembangunan infrastruktur di kawasan Indonesia Timur.

Namun, menetapkan suatu kebijakan semata-mata karena alasan ekonomi dengan mengabaikan keselamatan generasi,itu adalah tindakan konyol. Rencana inipun ditentang oleh banyak kalangan karena dianggap membahayakan kedaulatan bangsa. Saat ini ketika pelabuhan dan bandara masih dikuasai Negara saja sudah sering terjadi penyelundupan, hanya beberapa saja yang berhasil ditangkap, bagaimana dengan yang tidak tertangkap dan berhasil lolos?  Apalagi nanti kalau benar-benar dikelola swasta terlebih lagi swasta asing?

 Kita harusnya bisa be lajar dari kasus dijualnya saham Indosat pada masa Megawati. Akibat Indosat dikuasai Temasek Holding, data-data percakapan warga Indonesia bisa disadap asing, termasuk tentunya percakapan rahasia yang menyangkut keamanan Negara dengan mudah dibaca oleh asing. 

Seharusnya, aset-aset Negara yang vital terkait dengan keamanan dan kedaulatan Negara tetap dikelola oleh Negara, sehingga asing tidak bisa dengan mudah mengobok-obok negeri ini. Kasus narkoba ini seharusnya menjadi contoh nyata (lagi) setelah Indosat, bahwa pemerintah harus lebih peduli dan tidak mengambil kebijakan semata-mata karena alasan ekonomi, tanpa mempedulikan keselamatan generasi dan keselamatan negeri ini.

Wallahu a'lam bi showab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun