- Suamiku
Tengah asyik membaca buku ringan di tempat tidur sambil melepaskan penat setelah seharian mencuci dan masak, aku lirik suami mendekat tanpa menengoknya. Wow... aku diam dalam kegirangan karena tiba-tiba suamiku mulai memijat pelan kedua kakiku seperti biasanya, hanya saja kali ini dilakukan bukan atas permintaanku.
Sambil tetap membaca buku dan tanpa menoleh aku menggodanya: "Pasti ada sesuatu permintaan nih bapak, tumben baik sama mamah?". Kulihat suamiku tetap pada aktifitas mengurutnya dan malah senyum-senyum ala bintang iklan di TV, dan sebalnya ia tak menjawab pertanyaanku.
Curiga, jelas curiga karena takut ia memintaku melaksanakan kewajiban istri di siang bolong begini serta dalam kondisi badanku yang remuk redam paska urusan dapur dan sumur, masa harus juga melayani urusan kasur.
Kecurigaanku rupanya terbaca oleh suamiku: "Tenang mah... bukan itu, nulis lagi dong...di kompasiana, tadi bapak membaca tulisan Wardah Hafidz : Beauty Balance: Saling Berbagi di Nangkring Cantik tentang berbagi dan mengena banget di hati bapak. Menulis lagi dong...! apa saja, cerita di  TK kek... masalah make up kek...apa saja, please...!"
Hahahahaha.....aku tertawa melihat tingkah suamiku yang segitunya merayuku agar menulis lagi. Bukan apa-apa, kesibukan rumah tangga yang menyita waktu kadang membuatku lebih banyak membaca kompasiana dibanding menulis di dalamnya. Nulis khan beda dengan masak, tingkat kesulitannya lebih tinggi dibanding mengolah masakan dengan bumbu minim sekalipun.
"Iya...iya pak...naaja. Tnti yach....!" : jawabku berusaha menyenangkannya.
Cihuiiiiii....! : Suamiku berteriak keras. (lha...saumiku kok kabur dan menghentikan aktifitas mengurutnya) Gerrrrrr@#$%^%$#.....!
Hasil pemaksaan suami membuatku bisa merias walau masih sederhana (dokpri)
- Aku
Sejujurnya banyak aktifitas dan kegiatan yang kujalani selama ini adalah hasil paksaan suamiku, dan entah mengapa walau pada awalnya aku tak suka tapi merasa enjoy setelah merasakan ada manfaat besar di dalamnya.
Aku menikah dengan suamiku tanpa ada restu dari ibunya hanya karena perbadaan status sosial, namun suamiku ngotot dan berusaha keras menyuntingku dengan resiko sering beda pendapat dan beda keinginan dengan ibunya.
Menunjukkan kemampuanku sebagai wanita kampung lewat paksaannya untuk mengikuti seabreg kegiatan pelatihan adalah upaya suamiku menunjukkan jati diri serta kemampuanku. Dan aku merasakannya sebagai bentuk sayang dan cintanya yang besar padaku.
Merias pengantin adalah kegiatan pertamaku pada sebuah LPK di kota Pandeglang, kebetulan memang ini cocok dan sudah lama kunantikan. Ini adalah paksaan pertamanya dan aku memang juga menyukainya. Dan hebatnya lagi ini pelatihan meriasku yang pertama ini bersifat gratis. Entah dari mana suamiku mendapatkan formulirnya, yang kuingat itu adalah kerjasama LPK dengan Dinas Sosial Provinsi Banten.
Dari sanalah terbuka jalanku untuk mendapatkan kemudahan mengikuti kegiatan pelatihan keterampilan lainnya seperti membuat aneka kue, memasak hingga membuat hantaran pengantin.
Dan support suamiku demikian besarnya lewat menghantar atau belai-belain minjam uang pada saudaranya untuk mengongkosi kegiatan keterampilanku.
Setelah keterampilanku semakin bertambah dan saat kemampuanku dilirik orang, mulailah ibu mertua yang tadinya bersikap sebelah mata mulai melirikku dan sering menyuruhku membantunya lewat kemampuan keterampilanku. Sedikit-demi sedikit aku mulai diperhitungkan oleh ibu mertua.
Setahun lalu tiba-tiba suamiku mulai memaksaku kembali mengikuti keinginannya untuk mengajar dengan mendaftarkanku pada sekolah setingkat SMA, Â tempat dimana suamiku mengajar dengan mengambil bidang study baru (K13) yaitu prakarya dan kewirausahaan.
Dan ternyata lamaran mengajarku diterima, lagi-lagi suamiku mensuportku dengan segala bantuan mulai dari administrasi guru, mengetikkan soal hingga mengajari pembuatan RPP dan segala macam yang berkaitan dengan tugas baruku sebagai pengajar Prakarya & Kewirausahaan.
Tanpa terasa setahun sudah aku mengajar dan mulai menikmati dunia belajar mengajar, cape memang membagi waktu antara sekolah, anak dan suami serta urusan rumah tangga. Namun kini tak menyesal aku telah dipaksa suamiku untuk mengajar. Mengapa, karena lewat berbagi ilmu inilah aku merasakan semakin memiliki manfaat bagi orang lain, terpacu terus untuk belajar demi mengembangkan pengetahuanku.
- Kompasiana.
Empat bulan lalu aku kembali dipaksa suamiku untuk mengikuti kegiatan baru dengan bergabung bersama suamiku di blog keroyokan Kompasiana, dengan berbagai promosi ala sales suamiku meyakinkanku tentang manfaat banyak bila bergabung di kompasiana. Mulai dari akan bertambahnya ilmu lewat membaca tulisan kompasianer hingga nangkring berdua sambil menengok anak di Jakarta.  " Sayang mah, kebiasaan menulis di buku diary bila tidak dimanfaatkan": kata-kata itu diulang setiap ada kesempatan.   Teringat begitu banyak manfaat paksaan suamiku selama ini, aku mengiyakan tanpa syarat.
Tulisan pertamaku tentang tips memasak telur langsung nangkring di TA : Tips: Cara merebus telur, agar kuningnya berada di tengahyang aku sendiri tak mengerti apa maksudnya namun membuatku bersemangat setelah diberi tahu suami tentang maksud TA.
Segala dukungan diberikan suamiku dengan mengajari bagaimana menulis dengan tanpa terpaku pada aturan menulis, pokoknya menulis kata suamiku.
Dukungan suami diperlihatkan kembali saat nangkring cantik bersama Paula Meliana pada acara Nangkring Beauty Class Balance pada Jum'at, 19/09/14 lalu dengan mengantar dan menungguiku hingga selesai acara.
Dan kebahagiaanku bertambah saat tulisan laporan tentang nangkring cantik tersebut diganjar admin sebagai juara pertama dengan mendapatkan hadiah vucer kelas make up berikut satu set beragam kuas yang dulu diperlihatkan pada acara nangkring cantik.
Ach....paksaan suamiku selama ini ternyata bukan untuknya, tapi untuk kemajuanku sebagai istrinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H