Pasca reformasi 1998 menyisakan luka yang dalam dan dendam sejarah belum usai. Apa yang bisa diramalkan satu abad kemudian, apakah republik ini masih ada atau sudah terpecah-pecah kembali kepada awal mula terbentuknya republik yang terdiri dari kerajaan-kerajaan besar dan kecil. Dan setelah penjajah diusir berbarengan dengan dinamika dunia maka nama Indonesia lahir dengan negara berbentuk republik hingga berumur 69 tahun ditahun 2014.
Gonjang-ganjing politik pasca Pilpres 2014 yang menjadikan dua kubu saling berseteru tidak ada habisnya. Perang opini dan perang media riuh hingga perang sebenarnya di parlemen dengan mengusung pembenaran-pembenaran atas nama penyelamatan negara. Sebenarnya apa yang diselamatkan, sebenarnya siapa yang dibela selain membela kepentingan kelompok dan partai politik.
Dua kekuatan Koalisi Merah Putih (KMP) versus Koalisi Indonesia Hebat (KIH) bagai dua klub sepak bola yang saling mengalahkan lewat angka-angka. Riuh di DPR riuh di media sosial, semacam panggung dagelan dan panggung mengerikan. Dikembalikannya haluan negara atas nama Pancasila dengan tidak adanya pemilihan langsung baik Pilkada/pilwakot mungkin juga nantinya Pilpres tidak langsung lagi. Setelah 10 tahun merayakan demokrasi dengan senang hati dicabut kembali, sebenarnya apa maksudnya? apa arti reformasi itu?
Dendam sejarah belum usai. Dinasti-dinasti kekuasaan akan terus berganti. Republik ini dalam percobaan ditangan sekelompok politikus yang mentalnya rakus. Apakah republik ini akan meniru Palestina dikuasai dua kelompok Hamas dan Fatah yang lemah menghadapi Israel, sementara republik indonesia menghadapi musuh besar yang menghendaki indonesia hancur, sebodoh itukah para pemimpin bangsa ini.
KMP menuduh KIH antek-antek asing dengan dalih menyelamatkan bangsa kenapa harus membuat kegaduhan yang menyebabkan kegalauan pasar dan investor juga republik ini semakin tak menentu nasibynya. Semoga yang dilakukan poros Prabowo bukan karena rasa dendam untuk saling menyakiti sehingga "sakitnya tuh disini" sakit karena kalah jadi presiden, bahagia karena menguasai DPR dan MPR, semoga bukan sebatas pragmatisme kepentingan pribadi dan golongan, bukan sekedar omong kosong untuk menyelamatkan bangsa dari penjajahan modern.
Kalau mau jujur apa kekuatan KMP dan Prabowo dihadapan kepungan imperialisme global wong selama ini hanya menjadi budak-budak Amerika dan Barat. Idealisme macam apa yang bisa diterapkan sebagaimana para pendiri bangsa meletakan pondasi bangsa. Pada kenyataannya dihancurkan oleh para ahli warisnya, kalau mau jujur apa kontribusi ARB, Amien Rais, Prabowo, dan sekutunya. Seharusnya kalau ada niat membangun bangsa dan sadar musuh utama adalah kekuatan asing kenapa tidak bersatu-padu membangun kekuatan dan mendukung penuh Presiden terpilih Jokowi-JK.
Sebagai masyarakat biasa yang tidak tercatat oleh negara saya heran dan tak habis pikir kenapa sejarah yang penuh dendam belum juga usai. Semoga seratus abad kemudian republik ini masih ada dan merdeka jiwa raganya terbebas dari sandra imperialisme modern. semoga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H