Lima tahun yang lalu di Munas Golkar VIII Partai Golkar yang diselenggarakan di Ballroom Hotel Labersa, Pekanbaru, Riau, Kamis ( 8/10 ) pagi,yang memenangkan Abu Rizal Bakrie (Ical/ARB) mengalahkan Surya Paloh dengan selirih suara 56 suara. Dan akhirnya SP memisahkan diri dan mendirikan Partai Nasdem, saya sempat menulis dan meramalkan kegagalan kepemimpinan ARB.
Benarkah Abu Rizal Bakrie gagal memimpin Golkar? Apa yang sedang terjadi menjelang Munas Golkar menunjukan perjalanan selama lima tahun sangat mengecewakan, tentu menurut kubu yang menginginkan regenerasi kepemimpinan di Golkar. Pergolakan menjelang suksesi di Golkar dengan adanya insiden bentrok pisik dalam rapat pleno penentuan Munas mengindikasikan adanya penolakan atas agenda terselubung pencalonan kembali ARB dalam setingan aklamasi, seperti yang dituduhkan Yoris Raweyai.
Kalau di Munas Golkar 2010 dua kekuatan antara ARB dan SP bersaing ketat dan posisi SP dikeroyok rame-rame oleh hampir seluruh pengurus DPP yang dimotori Akbar Tanjung, suatu peperangan yang sangat mengharukan di mana SP wajahnya kuyu menelan pil pahit kekalahan, sementara kubu ARB yang terdiri dari Akbar Tanjung, Fadel Mohammad, Agung Laksono, Priyo Budi Santoso, Cicip Sutardjo dan banyak lagi bersorak gembira berangkulan dan mengarak ARB di arena Munas. Di mata saya yang Pro SP di saat itu merupakan pemandangan yang menyedihkan walau saya hanya menonton di layar televisi.
Sepertinya pemandangan itu akan terulang kembali dan menjadi karma bagi ARB ketika ketujuh calon Ketua Umum Golkar berubah haluan dan memilih bersatu melawan ARB, diantaranya Agung Laksono,Agus Gumiwang Kartasasmita,MS Hidayat,Priyo Budi Santoso, Zainudin Amali,Hajriyanto Y. Thohari, dan Airlangga Hartanto. Setelah tercium agenda terselubung ARB yang mempercepat Munas dengan tergesa.
Seandainya ke tujuh ketum itu benar-benar bersatu melawan kekuatan ARB menurut hemat saya ini pertunjukan yang sangat cantik dan elegan. Ini menunjukan kedewasaan berpolitik kader-kader Golkar yang tidak mementingkan ego pribadi tapi betul-betul menyelamatkan Golkar di masa yang akan datang. Sebagaimana dikatakan pengamat politik Hanta Yudha bahwa 2019 nanti Golkar harus memperhatikan electoral dan pigur ketua umum dalam menghadapi pemilu serentak antara Pileg dan Pilpres.
Kemenangan Golkar di masa depan ditentukan oleh siapa yang menang di Munas Golkar kali ini. Beruntunglah Golkar bila kader-kadernya peka dan cerdas menangkap isyarat zaman, tidak mau mengulangi kegagalan sebelumnya di mana Golkar secara formal absen dari kekuasaan, walau pun Wakil Presidennya kini mantan Ketua Umum Golkar. Partai Golkar gagal memainkan peran dan sosok ARB ditolak berbagai pihak dalam pencalonan Pilpres dan ini sangat memalukan dan menyedihkan.
Maukah Partai Golkar mengulang kegagalan yang sama? Tentu tidak mau dan semua itu dibuktikan oleh bersatunya tujuh calon ketum Golkar melawan ARB. Bila ARB kalah di Munas maka peta politik kemungkinan akan berubah dan dipastikan akan berubah. Secara otomatis KMP bubar atau paling tidak ARB tidak menjadi Koordinator KMP lagi yang menjadi sosok terdepan dalam koalisi permanen melawan koalisi pendukung Pemerintahan Jokowi.
Tapi kiranya ARB terpilih kembali di Munas mungkin kegaduhan di Parlemen belum akan berakhir dan Pemerintahan Jokowi akan terseok-seok terus digoyang manuver politik koalisi merahputih. Dan tidak tahu bagaimana nantinya nasib Golkar apakah akan terpuruk di pemilu 2019 atau terpecah belah menjadi beringin-beringin kecil seperti Gerindra, Hanura dan Nasional Demokrat.
Golkar sedang menghadapi ujian, apakah akan lulus melewatinya atau akan gagal? Bila Golkar sanggup melewatinya dan menunjukan kedewasaannya, tentu akan mengukuhkan Golkar nanti “Bukan Golkar Kalau Tidak Bisa Bermain Cantik” rakyat menunggu pembuktiannya. Wallahu ‘alam.
Nopember 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H