Peristiwa politik di Tanah Air rasanya begitu cepat dilahirkan dari rahim reformasi. Dan demokrasi datang membawa berkah dan bencana. Jakarta menjadi riuh dan gaduh ketika pasangan calon gubernur Jokowi-Ahok muncul di panggung politik DKI.
Bagaimana bisa dua sosok yang diluar perhitungan dan termasuk pendatang atau didatangkan dari pelosok bisa memenangkan pertarungan. Kita tahu Jokowi hanya Wali Kota di Surakarta dan Basuki Cahaya (Ahok) mantan Bupati Belitung Timur yang tidak tuntas karena mencalonkan diri menjadi gubernur Bangka Belitung tapi kalah.
Pengalaman politik Ahok tidak diragukan lagi. Ahok pernah bergabung dengan Partai Indonesia Baru (PIB) yang menjadikannya Bupati, bergabung dengan PNBK yang mencalonkan dirinya untuk Gubernur Babel dan Golkar yang mengantarnya ke Senayan menjadi anggota DPR RI di Komisi II.
Sebelum berpasangan dengan Jokowi, Ahok mencoba peruntungan mencalonkan diri melalui calon perseorangan dengan mengumpulkan KTP tapi diurungkan karena dirasa tidak bisa meloloskan dirinya. Gayung tersambut PDIP-Gerindra memasangkan Ahok dan akhirnya memenangkan Pilgub DKI.
Politik berubah begitu cepat dan Ahok berada di posisi yang tepat, dua tahun mendampingi Jokowi dan Jokowi dipaksa menjadi Presiden lalu Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta. Kerikil-kerikil itu berhasil dilewati walau keabsahannya dogoyang kanan-kiri. Perseteruan dengan partainya sendiri yang berakhir dengan pemecatan Ahok dari Gerindra membuka jalan spekulasi tapi PDIP mengulurkan tangannya dengan menyandingkan kadernya Djarot Saiful Hidayat menjadi wakil Ahok.
Kini Ahok berada dipusaran kemungkinan sekenario ghaib yang tidak bisa ditebak, apakah Ahok bertahan sebagai Gubernur atau terlempar dari arena pertarungan? Karena Ahok hanya yatim piatu tanpa Ayah-Ibunya. Kini Ahok berada di tangan Ibu angkatnya PDIP bila melenceng dari kehendak partai bisa-bisa terjungkal di tengah jalan.
Solusinya Ahok jangan nakal atau menambah Ibu Angkat lagi, mungkin bisa ke Golkar (kembali pada rumah lamanya) bisa ke Demokrat ke PAN atau kemana saja asal selamat sampai dua kali menjadi Gubernur, karena kembali pada rakyat bukan jalan yang mudah musti membuktikan janji-janjinya; Jakarta tanpa banjir dan macet.
Kini Gubernur Yatim-Piatu ini berada di persimpangan, biarlah waktu yang akan mengujinya, apa yang akan terjadi.
Pebruari, 2015.
Cha Azami
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI