[caption caption="Kereta Jaladara"][/caption]"Mas Bagong, kenapa ya orang cenderung tidak mau belajar dari kesalahan yang dilakukan oleh orang lain ?"
"Contohnya gimana, Mbak Dian ?"
"Misalnya, bila melakukan korupsi sudah jelas suatu saat pasti ketahuan. Namanya bau busuk, walaupun disimpan serapih mungkin, suatu pasti saat akan tercium juga. Teman temannya sudah banyak yang dihukum karena korupsi, sudah banyak yang ketangkap tangan oleh KPK, tapi tetap saja ada anggota wakilnya Mas Bagong yang ngeyel tetap korupsi. Akhirnya ya begitulah ...”
"Bisa jadi karena dalam dirinya telah muncul keyakinan bahwa hal tadi tidak akan menimpa dirinya, boleh orang lain ketangkap tapi dia merasa dirinya berbeda. Itulah yang dinamakan sebagai kesombongan atas keyakinan diri yang berlebihan. Dalam benaknya si Fulan berkeyakinan, lha kalau aku kan sangat rapih, semua eviden telah aku simpan di tempat yang hanya aku sendiri yang tahu sehingga tidak bakal deh tertangkap tangan oleh KPK"
"Begitu ya Mas ?"
“Nafsu serakahnya selalu menggoda dan ngojok-ojoki untuk melakukan tindakan nyolong itu. Nafsunya meyakinkan dirinya bahwa tidak mungkin akan tertangkap kalau dilakukan dengan rapih, cerdik dan terencana dengan baik. Begitu nyolong pertama sukses, maka korupsi kedua dan seterusnya semakin lancar dan keyakinan akan kepintarannya dalam nyolong yang smart semakin tebal. Meskipun hati nuraninya telah mengingatkan untuk tidak lagi melakukan perbuatan durjana tadi, namun karena nafsu serakahnya lebih dominan maka sang hati nurani tak mampu berkutik"
"Gimana sih Mas menjelaskan fenomena yang terjadi dalam diri kita itu, apakah sebenarnya kita memiliki kemampuan untuk mengendalikannya ?"
"Dalam falsafah Jawa, banyak yang menjelaskan masalah itu. Mbak Dian tahu Jaladara kereta tunggangannya Prabu Kresna yang ditarik oleh empat ekor kuda pilihan ?"
"Wah ... I don't know, Mas ... he he he"
"Nggih ... mboten dados menapa, lha kalau Fahri Hamzah kenal nggak, Mbak ?"
"Lha sama mantannya sendiri masak nggak kenal sih, Mas ?!"