“Lho gimana sih ?”
“Wah ... Lik Om harus berfikir yang moderen dong. Jaman sekarang ini, kita harus mampu mengaktualisasikan diri ke dalam pergaulan dunia global, dong Lik Om. Kita harus mampu berkiprah, menonjolkan diri dalam segala bidang. Apalagi jaman internet seperti sekarang ini yang sudah begitu mudah dan luas untuk mengakses informasi tanpa batas. Nah ... dalam hal seperti ini, watak dan strategi Sengkuni bisa di terapkan, Lik Om”
“Lho gimana sih anak ini !”
“Banyak Lik Om, orang yang meneladani watak Sengkuni untuk menjadi terkenal. Contohnya, mengaku jadi pendakwah tapi polah tingkahnya justru bertentangan dengan konten yang didakwahkan. Selalu menyebar fitnah, membuat berita bohong untuk menjatuhkan musuhnya, meracuni pikiran para followernya agar selalu mencaci orang yang dibencinya meskipun yang dimusuhi itu sebenarnya adalah Rajanya sendiri. Ngaku mewakili rakyat tapi justru menghianati amanat rakyat. Keren itu, Lik Om !”
“Lho ... piye tho ini ?!”
“Asyik itu Lik Om .... orang seperti itu sangat konsisten. Pertama, konsisten pada visi misinya untuk menjatuhkan orang yang dibencinya. Kedua, konsisten pada strategi yang dilakukan dengan menyusun skenario rekayasa suatu keadaan atau kejadian untuk kemenangannya. Ketiga, konsisten untuk bersikap keras kepala menganggap dirinya sendiri selalu benar dan orang lain harus mengikutinya. Keempat, konsisten untuk tidak pernah mengaku salah dan memnta maaf meskipun strateginya telah terbuka lebar lebar penuh rekayasa kebohongan. Kelima, kon ...”
“Wis ... wis ... wis ... Le. Sudah ... sudah, kamu ini waras nggak sih ngomong begitu banyak yang sungguh memalukan seperti itu ?!”
“Sabar Lik Om. Saya hanya mengungkapkan fakta, tidak berarti terus terjun di dalamnya”
“Lha tadi kamu ngomong kalau mengidolakan Sengkuni !?”
“He he he ... itu bahasa paradoks saja Lik Om. Biar terlihat asyik obrolan kita, gitu. Lik Om tahu nggak artinya paradoks ?”
<<< ooo >>>