29. Keputusan Berat
Kelang seminggu, persis hari Rabu berikutnya, atas saran dr. Agustina, yang langsung diiyakan oleh Hesty, oleh pihak menejemen Edo diperbolehkan pulang. Beban biaya pengobatan dan perawatan yang sudah sangat membengkak. Dokter Agustina yang bersimpati kuat terhadap Hesty, tahu persis dengan kondisi kliennya itu. Akan tetapi Edo masih diharuskan tetap melakukan kontrol medis dua kali dalam sebulan.
Edo berobat jalan menurut anjuran dokter selama paling tidak enam bulan. Selama itu pula ia tidak diperbolehkan melakukan akfifitas apa pun, Edo harus total beristirahat. Penyakit gangguan paru-parunya, yang disebabkan oleh berbagai senyawa kimia, sudah sangat kronis, akibat dari masa lalunya yang berat penuh kelam, dan diperparah oleh kebiasaan mengosumsi alkohol beberapa bulan terakhir ini, terseret oleh gaya hidup mantan kekasihnya, Mery.
Dalam perjalanan pulang dari rumah sakit itu, dalam sebuah mobil carteran, perasaan Hesty kembali berkecamuk. Edo yang duduk di sampingnya, tenang-tenang saja, tidak tahu apa yang ada dalam benak istrinya. Hesty memang menyembunyikan beban beratnya ini, mengingat kondisi suaminya yang membutuhkan ketenangan.
Tanpa ia sadari, rupanya Edo menangkap isyarat dari sikap-tindak, dan gelagatnya. Keresahan hati Hesty dapat ditangkap oleh Edo, meskipun mereka dalam sebuah mobil, yang tengah berada dalam kemacetan dan kesemerawutan yang luar biasa. Mereka seolah sangat menikmati suasana khas ibukota itu.
Jumlah kendaraan bertambah terus setiap harinya, tidak diimbangi dengan bertambahnya sarana jalan raya. Ibukota dalam kurun waktu puluhan tahun ke depan akan semakin semerawut, jika pembangunannya hanya untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi semata. Tanpa memedulikan aspek kemanusiaan dan sosial-kultural. Pertumbuhan ekonomi naik, tapi tingkat kesejahteraan rakyat kecil sama macetnya dengan lalu-lalang kendaraan, begitu terlintas dalam benak Hesty menyimak kesulitannya dalam pembiayaan suaminya ini.
“Ada apa, Hes!”
“Nggak Mas, nggak ada apa-apa.”
“Ratri . . . baik-baik saja kan?”
“Iyya Mas . . . baik-baik saja.”
Edo merasakan ada kejanggalan dari rithme suara Hesty. Tapi ia tidak mau memperpanjang pembicaraan, sebentar lagi mereka akan sampai di rumah. Toh, di rumah lebih leluasa membicarakan segala hal, pikirnya.