Mohon tunggu...
Deddy Daryan
Deddy Daryan Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati pendidikan, menulis fiksi

HIdup ini singkat, wariskan yang terbaik demi anak-cucu.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Grevillea (33)

2 Agustus 2016   09:35 Diperbarui: 2 Agustus 2016   09:53 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

“Iyya . . . tapi nggak sekarang! Pasti lain kali Ratri boleh ikut sama Papah!” Edo masih bernada lembut. Sekilas ia menatap ke Hesty, yang masih terpaku menyaksikan Ratri itu. Tak biasanya putri mungilnya seperti itu.     

“Nggak . . . pokoknya Ratri ikut sekarang!” Ratri nekad. Ia memegang erat celana ayahnya. Biasanya ia nurut, tidak ngotot seperti itu. Keanehan ini merebut perhatian Hesty, seketika saja. Ia bertanya-tanya dalam hati.

“Hehh! Papah ini mau berobat, bukan jalan-jalan. Ayo sanah!!” Edo membentak, ekspresi kejengkelannya tak dapat lagi ia sembunyikan. Ratri tersentak kaget, tidak pernah bocah kesayangannya itu dibentak selama ini. Hesty pun ikut tersentak. Sejak tadi ia membaca sikap dan perangai Edo itu. Sudah semakin asing dari yang ia kenal selama ini. Hesty tidak mengerti dengan perubahan sikap suaminya itu, semakin hari semakin asing saja. Edo seperti menyimpan lahar panas dalam dadanya. Kenapa ia tak mau mengatakannya? Dulu, apa pun persoalan yang dihadapinya, sampai urusan kantor, yang sesungguhnya sang istri tidak mesti tahu sampai ke akar-akarnya, semuanya ia tumpahkan pada Hesty.

Yang membuat Hesty lebih heran lagi pagi itu, bukan lagi pada perangai Edo, tapi sikap tindak putrinya itu. Tidak biasanya Ratri seperti itu selama ini. Ia anak penurut. Apa saja yang dikatakan oleh Hesty, Ratri tidak pernah membantah atau membandel. Pagi itu ia mestinya sudah bersiap-siap untuk bersekolah di sebuah TK yang jaraknya tidak begitu jauh dari rumah. Tapi mengapa pagi itu Ratri begitu membandel, begitu berambisi untuk ikut dengan Papahnya. Selama ini Ratri selalu mau ditemani bi Irah, atau ke tempat Nana bersama Nindi bermain dengan koleksi boneka di sana.

Kelakuan Ratri yang aneh itu, menimbulkan sebuah tanda tanya besar dalam hati Hesty. Pasalnya, sampai jam empat sore Edo belum tiba di rumah. Beberapa kali Hesty menghubunginya, tapi tidak ada sahutan. Padahal sampai masalah HP saja Hesty dengan teliti menyiapkannya, ya pulsanya . . . ya batereinya, jangan sampai kehabisan di tengah perjalanan. Entah sudah berapa kali ia hubungi nomor suaminya itu, tetap tidak ada respon sampai waktunya adzan isa.

Lalu, ia hubungi ponsel dokter Nanang Karyadi.

Agak lama Hesty menunggu, barangkali sang dokter lagi menusuk-nusuk selah-selah giginya, dan malas ‘break’ menghentikan kegiatannya itu, lantas muncul suara operator dengan nada rayuan gombalnya. Tak lama kemudian, ia putar kembali nomor dokter itu. Nada sambungnya masuk.

“Halo . . . selamat malam, Dok?”

“Ya, selamat malam, ada yang bisa dibantu?” Jawab dokter itu ramah.

“Begini Dok, saya Hesty, mau konfirmasi . . . Apa Edo datang untuk kontrol rutinnya hari ini, Dok?”

“Tidak . . . ia tidak datang hari ini, kenapa ia tidak kontrol?” Dokter itu balik bertanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun