Mohon tunggu...
buldozer for
buldozer for Mohon Tunggu... Freelancer - Jasa Freelancer

Jasa freelancer, buzzer, influencer.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jumlah PHK Sudah Melebihi Zaman COVID: Apa yang Salah dengan Kebijakan Pemerintah?

22 November 2024   09:08 Diperbarui: 22 November 2024   09:10 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

 

Sejak awal pandemi Covid-19, gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menghantam pekerja di berbagai sektor.

Namun, pada tahun 2024, situasi PHK ternyata tidak hanya berlanjut tetapi justru melebihi tingkat yang pernah terjadi selama pandemi. Pertanyaan besar pun muncul: apa yang salah dengan kebijakan pemerintah hingga krisis ini terus berlanjut? Artikel ini akan membahas fenomena ini berdasarkan data dan fakta dari berbagai sumber serta menganalisis apa yang sebenarnya terjadi di balik krisis ketenagakerjaan ini.

Gelombang PHK yang Tak Terkendali

Data PHK Terkini

PHK massal di Indonesia tahun 2024 menunjukkan tren yang memprihatinkan. Menurut laporan DetikFinance, Jakarta mengalami "darurat PHK" dengan 14.501 pekerja kehilangan pekerjaan dalam waktu singkat. Angka ini adalah puncak dari fenomena yang menyebar ke berbagai sektor, mulai dari ritel hingga manufaktur.

Perusahaan-perusahaan besar pun tak luput dari krisis ini. Pizza Hut Indonesia menutup 20 gerai dan memberhentikan 371 karyawan karena kerugian besar mencapai Rp 96,71 miliar (TribunNews, 20 November 2024). Tak jauh berbeda, KFC Indonesia juga mencatat kerugian hingga hampir Rp 100 miliar dan terpaksa menutup sejumlah gerainya (Kompas, 20 November 2024).

Di sektor keuangan, BFI Finance juga mengakui adanya PHK sebagai respons terhadap dinamika ekonomi yang disebut "natural" (Kompas, 21 November 2024). Namun, hal ini menunjukkan bahwa dampak PHK tidak hanya terasa di sektor ritel, tetapi juga menjalar ke sektor-sektor yang selama ini dianggap stabil.

Faktor Utama Penyebab PHK

1. Daya Beli Masyarakat yang Menurun

Salah satu penyebab utama dari maraknya PHK adalah penurunan daya beli masyarakat. Kebijakan pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% telah memberikan efek berganda terhadap konsumsi masyarakat. Menurut Bisnis.com, kenaikan PPN ini tidak hanya mengurangi daya beli, tetapi juga memaksa perusahaan untuk memangkas biaya operasional, termasuk melalui PHK.

2. Krisis di Sektor Ritel dan Properti

Sektor ritel menjadi salah satu yang paling terpukul. Penurunan konsumsi masyarakat membuat perusahaan-perusahaan ritel besar seperti KFC, Pizza Hut, dan Bukalapak mengalami kerugian besar. Bahkan, Bukalapak mengumumkan akan menutup sejumlah lini usahanya serta melakukan PHK demi menekan kerugian yang terus membengkak (Warta Ekonomi, 21 November 2024).

Di sisi lain, sektor properti juga menunjukkan tanda-tanda krisis. Seorang bos properti mengungkapkan adanya ancaman PHK massal di industri tersebut akibat penurunan permintaan properti dan investasi (CNBC Indonesia, 21 November 2024). Hal ini menjadi indikasi bahwa sektor properti, yang sering dianggap sebagai indikator kesehatan ekonomi, juga mengalami stagnasi yang serius.

3. Tekanan Biaya Produksi

Industri manufaktur, seperti yang dialami oleh Sritex, menghadapi tekanan besar dari kenaikan biaya produksi. Kenaikan harga bahan baku, listrik, dan upah buruh menjadi tantangan besar bagi perusahaan, yang pada akhirnya memaksa mereka untuk merampingkan tenaga kerja. Dalam wawancara khusus dengan DetikFinance, disebutkan bahwa Sritex sedang mencari solusi untuk mengatasi krisis ini, meskipun langkah-langkah efisiensi melalui PHK tampaknya tak terhindarkan.

Apa yang Salah dengan Kebijakan Pemerintah?

1. Kenaikan PPN yang Tidak Tepat Waktu

Kenaikan PPN menjadi 12% adalah kebijakan yang menuai kritik tajam. Kebijakan ini diterapkan di tengah pemulihan ekonomi yang masih rapuh pasca-pandemi. Ketika daya beli masyarakat belum pulih sepenuhnya, kebijakan ini justru memperparah situasi. Beban pajak yang lebih tinggi membuat konsumen mengurangi belanja, yang pada akhirnya berdampak langsung pada pendapatan perusahaan.

2. Kurangnya Stimulus bagi Dunia Usaha

Selama pandemi Covid-19, pemerintah memberikan berbagai stimulus ekonomi untuk membantu dunia usaha bertahan. Namun, pada tahun 2024, kebijakan semacam itu tampak berkurang. Tidak adanya stimulus yang memadai membuat perusahaan-perusahaan yang kesulitan likuiditas tidak memiliki banyak pilihan selain melakukan PHK.

3. Minimnya Perlindungan bagi Pekerja

Perlindungan sosial bagi pekerja terdampak PHK di Indonesia masih jauh dari memadai. Bantuan seperti pelatihan ulang, subsidi pengangguran, atau program kerja sementara belum diimplementasikan secara luas. Akibatnya, para pekerja yang kehilangan pekerjaan tidak memiliki jaring pengaman yang cukup.

4. Kurangnya Dialog dengan Serikat Buruh

Krisis ini juga menunjukkan lemahnya dialog antara pemerintah, pengusaha, dan serikat buruh. Tuntutan kenaikan upah buruh, misalnya, tidak diimbangi dengan upaya mencari solusi bersama untuk mencegah PHK. Akibatnya, hubungan industrial di banyak perusahaan justru memburuk, mempercepat keputusan PHK.

Dampak Sosial dan Ekonomi dari PHK

PHK massal memiliki dampak besar tidak hanya bagi pekerja yang kehilangan penghasilan, tetapi juga bagi ekonomi secara keseluruhan. Penurunan daya beli akibat PHK menciptakan lingkaran setan, di mana konsumsi yang lebih rendah menyebabkan lebih banyak perusahaan kesulitan, yang pada akhirnya memicu PHK lebih lanjut.

Selain itu, krisis ini juga meningkatkan ketidakstabilan sosial. Pengangguran yang tinggi berisiko menciptakan keresahan di masyarakat, terutama jika pemerintah gagal memberikan solusi konkret. Menurut laporan TribunNews, para pekerja yang menghadapi ancaman PHK semakin gelisah karena tidak adanya kepastian dari pemerintah maupun perusahaan.

Langkah yang Harus Diambil

1. Meninjau Ulang Kebijakan Fiskal

Pemerintah perlu mengevaluasi kembali kebijakan fiskalnya, terutama terkait kenaikan PPN. Penundaan kenaikan PPN atau pemberian insentif pajak bagi masyarakat berpenghasilan rendah dapat membantu meningkatkan daya beli.

2. Stimulus untuk Dunia Usaha

Stimulus ekonomi, seperti subsidi upah atau pengurangan pajak korporasi, dapat membantu perusahaan yang berada di ambang kebangkrutan. Dengan demikian, PHK dapat diminimalkan.

3. Memperkuat Perlindungan Sosial

Pemerintah harus memperkuat jaring pengaman sosial bagi pekerja terdampak PHK. Program pelatihan ulang (reskilling) dan insentif untuk menciptakan lapangan kerja baru dapat membantu mereka kembali ke dunia kerja.

4. Mendorong Dialog Sosial

Dialog yang konstruktif antara pemerintah, pengusaha, dan serikat buruh perlu diperkuat. Dengan komunikasi yang baik, solusi-solusi seperti fleksibilitas jam kerja atau penundaan kenaikan upah dapat dirancang bersama tanpa harus berakhir pada PHK massal.

Kesimpulan

Krisis PHK yang melanda Indonesia pada tahun 2024 menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah memiliki peran yang sangat signifikan dalam menentukan arah perekonomian. Kenaikan PPN, kurangnya stimulus bagi dunia usaha, dan minimnya perlindungan sosial bagi pekerja adalah beberapa kelemahan utama yang harus segera diperbaiki. Jika pemerintah tidak segera bertindak, dampak krisis ini dapat menjadi lebih luas dan sulit untuk dipulihkan.

Saat ini, yang dibutuhkan adalah kebijakan yang berorientasi pada pemulihan ekonomi yang inklusif, di mana dunia usaha dapat bertahan dan pekerja tetap terlindungi. Dengan langkah-langkah yang tepat, Indonesia dapat keluar dari krisis ini dengan lebih kuat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun