Mohon tunggu...
Dahono Prasetyo
Dahono Prasetyo Mohon Tunggu... Penulis - Juru Ketik Apa Saja Tentang NKRI

Bencana dan keberuntungan sama saja

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Membidik Sisi Kemanusiaan dalam Film "Sang Manyar: Nyanyian Pinggir Kali"

21 Januari 2021   13:25 Diperbarui: 21 Januari 2021   13:44 736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Docudrama film

"Kalau bicara perjuangan, mereka yang tinggal di bantaran kali juga bekas pejuang juga. Ikut berperang melawan penjajah pada waktu itu"

"Saya akan tetap berjuang, sampai paksaan itu berhenti, dan tumbuh penyelesaian alternatif yang lebih sehat. Tapi jika langkah tanpa kekerasan ini masih juga dianggap salah, saya sudah siap masuk penjara atau mati sekalipun" 

Keteguhan hati Romo Mangun inilah melatar belakangi aksi mogok makannya yang akhirnya meruntuhkan tekanan penguasa kaki tangan Orba.

Film sejarah selalu sarat dengan pesan. Tidak mudah mengambil esensi sejarah untuk ditampilkan dalam tayangan audio visual. Sutradara cukup jeli menggali sisi sisi humanis tokoh sekelas Romo Mangun. Sikap dan pernyataannya abadi menginspirasi generasi kapanpun. Itulah "roh" film sejarah yang sesungguhnya. 

Berbeda dengan film film biografi sejarah sebelumnya. Dibanding Film Habibi 1-3. Penonton sibuk menikmati acting impresif Reza Rahardian daripada pesan moril seorang Habibie. Atau Film "Sang Pencerah" yang mengisahkan biografi epik sosok Ahmad Dahlan. Penonton dimanja dengan setting situasi tahun 1800 yang langka dalam imajinasi. Film yang diperankan Lukman Sardi sebagai Ahmad Dahlan itu sekedar "kronologis" peristiwa, yang nyaris tanpa pesan bagi penonton generasi sekarang.

Sang Manyar, Nyanyian Pinggir Kali hanya diperankan aktor lokal tanpa popularitas. Film itu sedang berbicara tentang nilai nilai filosofis. Dialog dari pinggir kali, rel kereta, kampung kumuh benar-benar sebuah "nyanyian" yang indah dalam "orkestra" hidup masa lalu dan masa sekarang.

"Sekali lagi, saya tidak ingin menyalahkan siapapun. Tuhan masih ada. Telur ayam akan melahirkan anak ayam. Telur ular akan melahirkan ular. Ini bukan hanya ideal dan keyakinan Mangunwijaya saja. Tapi saya percaya pada orang yang hati nuraninya masih normal. Dan saya percaya orang orang seperti ini masih banyak sekali"

Dan film itu mengakhirinya dengan kalimat idealis yang sederhana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun