Daya Syifa Atayu, ya itulah nama lengkapnya yang juga akrab dipanggil Syifa. Seorang gadis kecil yang lahir di Kota Bukittingi, tepatnya di Provinsi Sumatra Barat pada tanggal 02 April 2003. Ia dikenal sebagai pribadi yang mandiri dan selalu aktif dalam hal apa pun. Sikapnya yang ramah dan suka berbaur membuat ia dikenal dan disenangi oleh warga di sekitar tempat tinggalnya. Ayahnya bernama Yuharmen sedangkan  ibunya bernama Hema Anita. Ayahnya bekerja di sebuah Institut Pemerintahan, sedangkan ibunya bekerja sebagai guru di sebuah sekolah menengah atas. Syifa adalah anak perempuan pertama dari lima bersaudara, ia memiliki dua adik perempuan dan dua adik kembar laki-laki. Syifa adalah seorang kakak yang selalu bertanggung jawab dalam mengurus ke empat adik-adiknya. Kabupaten Batipuh, Provinsi Sumatra Barat merupakan tempat dimana Syifa dibesarkan oleh kedua orang tuanya dengan kehangatan dan keharmonisan. Dengan keharmonisan inilah Syifa tumbuh dan berkembang menjadi anak yang selalu membanggakan kedua orang tuanya. Saat ini Syifa melanjutkan pendidikannya di University Della Calabria, Italia dengan jurusan Communication Science and Performing Arts. Tentu perjalanan menuju universitas tersebut tidaklah mudah, ia harus bekerja keras untuk mendapatkan berbagai beasiswa terlebih dahulu. Banyak sekali perjuangan dan kerikil-kerikil yang ia lalui demi mewujudkan impiannya untuk berkuliah di negri asing, sehingga perjalananya ini sangat memotivasi teman-temannya untuk semangat dalam melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
Sebelum menempuh pendidikan di University Della Calabria tentunya Syifa memulai pendidikannya di sebuah sekolah dasar yang letaknya tidak jauh dari kediamannya. Selama menempuh pendidikan di sekolah dasar, Syifa sendiri memang gemar dalam mengikuti berbagai lomba yang diadakan oleh sekolahnya, seperti salah satunya adalah lomba puisi. Walaupun ia tidak begitu mahir dalam berpuisi, akan tetapi ibunya selalu memberikan dukungan dan dorongan agar anaknya lebih percaya diri dan mampu dalam berpuisi. Banyak sekali usaha yang dilakukan oleh ibunya agar Syifa mampu menguasai cara berpuisi, sehingga pada lomba tersebut ia dapat meraih juara dua karena rasa tekat dalam berusaha dan keinginannya  untuk belajar puisi. Tidak hanya lomba puisi saja, Syifa juga pernah mengikuti berbagai lomba atletik seperti volly, dan lomba olimpiade seperti Matematika dan Sains. Ia sangat suka mencoba semua hal yang baru karena dirinya merasa tertantang apabila mengikuti berbagai jenis aktivitas yang ada di sekolahnya. Dari semenjak duduk di bangku sekolah dasar, Syifa sudah dituntut untuk tampil dan aktif oleh kedua orang tuanya agar ia tidak merasa gugup dalam kegiatan apa pun.  Hal ini yang membuat ia selalu percaya diri dalam mengukuti berbagai lomba.
Setelah tamat dari bangku sekolah dasar, ia mulai keluar dari zona nyamannya untuk melanjutkan pendidikan di sebuah sekolah menengah pertama yang jaraknya lumayan jauh dari tempat tinggalnya. Sekolah itu bernama SMP Negeri 5 Padang Panjang, merupakan sekolah menengah pertama yang dipilih oleh Syifa untuk melanjutkan pendidikannya. Ia berfikir bahwa di Kota Padang Panjang ini memiliki pendidikan yang sedikit lebih maju dibanding dengan tempat tinggalnya, Kabupaten Batipuh. Di sana ia tetap konsisten dalam mengikuti berbagai kegiatan ektrakulikuler. Tidak hanya itu, ia juga pernah mendapatkan juara dalam berbagai kegiatan lomba, salah satunya adalah lomba menggambar (poster) tingkat provinsi di Sumatra Barat.
Setelah tiga tahun menempuh pendidikan di sekolah menengah pertama, kemudian Syifa melanjutkan pendidikannya di kota yang sama yaitu di SMA Negeri 2 Padang Panjang. Di sana ia memilih Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai jurusannya, walaupun sebelumnya ia masih bingung dalam memilih jurusan yang cocok untuk dirinya, apakah itu IPS atau IPA. Banyak sekali prestasi yang sudah diukir oleh Syifa selama ia duduk di bangku sekolah menengah atas, berbagai ekstrakulikuler juga ia ikuti. Syifa juga menjadi satu-satunya siswi di sekolahnya yang terpilih dalam Paskibraka (Pasuka Pengibaran Bendera Pusaka) tingkat provinsi di Sumatra Barat pada tahun 2019. Hal ini tidak jauh dari hasil kerja keras dan semangat yang sudah ia miliki. Karena seperti yang kita tahu, bahwa untuk menjadi seorang Paskibraka di tingkat provinsi itu tidaklah mudah, banyak sekali seleksi dan tahap-tahap yang harus dilalui oleh terlebih dahulu seperti apa yang sudah dijalani oleh Syifa.
Banyak berbagai prestasi sudah berhasil digapai oleh Syifa, namun pada saat ia duduk di bangku kelas 11 tepatnya pada tahun 2020, ia ditimpa sebuah musibah yang mungkin tidak sama sekali diinginkannya. Itu merupakan hari terburuk bagi Syifa dan juga titik terendah selama ia hidup karena ia ditimpa sebuah musibah yitu ibunya harus dinyatakan meninggal dunia karena sebuah penyakit yang diderita ibunya. Hal ini membuat adanya beberapa perubahan di dalam diri Syifa, seperti tidak ada lagi keceriaan di dalam raut wajahnya dan tidak adanya rasa semangat dalam belajar sehingga membuat nilai akademiknya menurun. Ia tidak lagi fokus dalam menuntut ilmu karena harus menggantikan peran almarhumah ibunya dalam mengurus ke empat adik-adiknya, tidak hanya itu ada pula beberapa pekerjaan rumah yang harus diselesaikannya terlebih dahulu sebelum berangkat ke sekolah. Semuanya seperti berubah total, Syifa yang semulanya murah senyum dan suka sekali bercerita pada saat itu berubah menjadi seorang yang murung dan pendiam. Semua orang yang ada disekitar Syifa mengkhawatirkan kondisinya, termasuk salah satu guru yang pernah menjadi wali kelasnya pada saat ia duduk di bangku kelas 10. Guru tersebut bernama Rabiatul Adawiyah yang biasa dipanggil Bu Dewi, ia merasa kasihan dan iba melihat kondisi dari muridnya yang sangat amat berubah. Syifa sempat dipanggil oleh Bu Dewi untuk datang menemuinya di kantor guru, Bu Dewi memberikan beberapa nasehat dan tips kepada Syifa agar ia mampu membagi waktu antara belajar dengan mengerjakan pekerjaan rumah. Tujuannya agar Syifa bangkit dan fokus kembali dalam menempuh pendidikan. Bu Dewi inilah yang selalu memberikan perhatiannya kepada Syifa, sehingga ia merasa bahwa Bu Dewi adalah salah satu guru yang sangat berkesan di dalam hidupnya selama ia menempuh pendidikan. Tidak hanya Bu Dewi saja, beberapa teman dari Syifa pun selalu memberikan perhatian dan semangat agar ia tidak terlalu lama berlarut-larut dalam kesedihannya. Dukungan dari orang sekitar inilah yang membuat Syifa kembali bangkit dan semangat, serta ia mampu meyakinkan dirinya bahwa ia harus berkuliah setelah lulus dari bangku sekolah menengah atas dan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi agar bisa membuat ayah dan almarhumah ibunya bangga.
Tiga tahun sudah berlalu, dan inilah saatnya Syifa mewujudkan keinginannya untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Sebelum lulus di bangku sekolah menengah atas, Syifa sudah memiliki target dan keinginan untuk bersekolah di sebuah sekolah kedinasan, yaitu IPDN (Institut Pemerintah Dalam Negeri). Karena memiliki kondisi fisik yang kuat, Syifa memiliki tekat dan keyakinan bahwa ia mampu untuk melanjutkan pendidikan di sana. Segala usaha sudah dilakukan oleh Syifa, seperti mengikuti berbagai bimbel agar lulus di sekolah kedinasan tersebut. Setelah mengikuti berbagai tes dan seleksi, akan tetapi sangat disayangkan usaha yang Syifa lakukan tidak berbuah hasil yang membuatnya tidak lulus dalam seleksi yang dilaksanakan oleh IPDN tersebut. Rasa semangat dan pantang menyerah selalu ada di dalam dirinya, setelah gagal dalam mengikuti tes sekolah kedinasan Syifa berniat untuk tetap lanjut dan mengikuti tes UTBK (Ujian Tulis Berbasis Komputer) yang diselenggarakan oleh Kampus Merdeka se Indonesia. Dalam tes tersebut ia memiliki dua pilihan universitas, yaitu Universitas Udayana dan Universitas Andalas. Dan ia dinyatakan lulus pada pilihan kedua yaitu Universitas Andalas dengan jurusan Agribisnis. Setelah mengikuti masa perkuliahan kurang lebih tiga bulan, Syifa merasa tidak cocok dan minat dengan jurusan tersebut. Dan ia memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliahnya di Universitas Andalas dan memutuskan untuk keluar dari universitas tersebut. Setelah berfikir panjang lalu ia mengambil keputusan dengan memilih untuk gapyear selama satu tahun terlebih dahulu, akan tetapi selama masa gapyear nya ia merasa lumayan terpuruk karena melihat teman-teman sebayanya sudah mulai sibuk dengan kegiatan kuliah sedangkan dirinya hanya berdiam diri saja di rumah sembari mengurus pekerjaan rumah. Syifa mengisi waktu senggangnya dengan mengurus ke empat adik-adiknya yang masih bersekolah sembari mengambil alih pekerjaan rumah. Singkat cerita setelah ayah Syifa  menemukan kembali jodohnya, barulah ia kembali berjuang mencari-cari beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya. Ia memiliki tekat di dalam dirinya, bahwa ia harus lulus kuliah dengan jalur beasiswa. Alasannya, karena Syifa sendiri merasa bahwa melalui jalur beasiswa inilah ia mampu meringkan beban dari ayahnya, ia juga memikirkan bagaimana adik-adiknya nanti juga bisa menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Berbagai jenis tes beasiswa pun sudah ia ikuti, mulai dari beasiswa yang ada di dalam negri sampai dengan beasiswa yang ada di luar negri. Akan tetapi untuk beasiswa yang ada di negara Indonesia, ia tidak dinyatakan lulus karena tidak memenuhi kriteria yang sudah ditentukan. Syifa tidak pantang menyerah dan terus-menerus mencari berbagai beasiswa yang ada di negara lain. Ia merasa lebih banyak peluang di negara asing dibandingkan dengan negaranya sendiri.
Semua perjuangan sudah Syifa lakukan untuk mendapatkan beasiswa yang ia inginkan. Tepat pada bulan April sekitar tahun 2022, Syifa mencoba untuk mendaftarkan dirinya di Universitas Della Calabria, Italy dengan jurusan Communication Science and Performing Arts. Ia mendapatkan sejumlah informasi bahwa adanya beasiswa 100% bagi mahasiswa Indonesia yang lulus di universitas tersebut. Selain itu, ia juga mencoba mendaftar di University Of Room. Alangkah beruntungnya ia dinyatakan lulus di dua universitas tersebut, akan tetapi ia merasa kurang minat untuk berkuliah di University Of Room karena ia merasa universitas tersebut tidak informatif dalam berbagai hal. Sedangkan di University Della Calabria ini ia merasa informasi yang diberikan lebih jelas mengenai tahap-tahap yang harus ia dilakukan sebelum menempuh pendidikan di sana. Selain itu, ia juga dibimbing oleh salah satu seniornya yang juga menempuh pendidikan di University Della Calabria. Dan Syifa juga merasa bahwa ia lebih semangat dan tertarik dengan jurusan yang ada di universitas tersebut. Ia suda mempertimbangkan keputusannya untuk memilih melanjutkan pendidikan di negri asing yaitu Italia. Selain dukungan dari keluarga, ia juga mendapatkan suport dari teman-teman dan orang di sekitarnya. Menurut teman-teman dekatnya, Syifa memang layak untuk mendapatkan apa yang sudah ia perjuangkan. Tanpa adanya kata lelah ia tetap kokoh dan semangat demi menggapai apa yang ia inginkan selama ini, terutama ia ingin membanggakan ayah serta almarhumah ibunya.
Selama berkuliah di University Della Calabria, Syifa banyak menemukan teman-teman baru dengan latar belakang budaya dan bahasa yang sangat berbeda. Banyak sekali perbedaan-perbedaan yang harus ia sesuaikan walaupun itu tidak mudah, mulai dari makanan, gaya berpakaian, dan gaya hidup. Hal yang paling membuat Syifa culture shock pada saat awal tinggal di sana ia tidak mendengar adanya suara adzan ketika waktu sholat tiba, karena seperti yang kita tahu bahwa negara Italia bukanlah negara yang mayoritas masyaraktnya beraga islam. Syifa hanya berpatokan kepada aplikasi yang ada pada handphone nya saja. Di sana Syifa juga merasa lebih fokus kepada pendidikannya karena tidak ada pekerjaan lain yang harus dikerjakannya, seperti pekerjaan rumah dan lain sebagainya. Ia juga mendapatkan beasiswa full 100% (financial free) dari universitas tersebut yang membuat dirinya lebih rajin dan giat lagi dalam menempuh pendidikan di sana.
Selain untuk melanjutkan pendidikan, Syifa juga mengisi waktu luangnya dengan membuka sebuah bisnis jastip (jasa titip) online untuk masyarakat Indonesia yang ingin membeli barang yang tidak ada di Indonesia tetapi ada di Italia. Dan juga mungkin karena harga barang yang dijual akan lebih murah dibandingkan dengan harga yang ada di negara Indonesia. Semua yang sudah dicapai oleh Syifa tidak lepas dari doa keluarga, teman, serta usaha dan semangat pantang menyerah yang sudah dilakukannya.  Berbagai rintangan yang ia jalani mulai dari usahanya yang gagal dalam bersekolah di kedinasan, sampai dengan saat ini ia mampu menjadi  mahasiswi yang berkuliah di tanah asing. Dalam kehidupannya, ia juga selalu memegang prinsip bahwa, jangan takut untuk memasang target yang tinggi selama kita masih bisa berdoa dan berusaha, kalaupun kita gagal jangan terlalu cepat menyerah dan ingat target yang sudah kita rencanakan sebelumnya.
Syifa telah membuktikan bahwa dengan kerja keras, dedikasi, dan semangat yang tak kenal lelah, mimpi untuk belajar di luar negri dapat menjadi kenyataan. Perjalanannya dari sebuah Kabupaten Batipuh ke Negara Italia adalah sebuah kisah inspiratif yang menunjukkan bahwa batasan hanyalah sebuah persepsi. Melalui prestasi akademik yang gemilang dan keterlibatan aktif dalam berbagai kegiatan ekstrakulikuler, Syifa telah mengharumkan nama keluarga, bangsa dan membuktikan bahwa pemudi Indonesia mampu bersaing di kancah Internasional. Selain memperoleh pengetahuan akademik yang mendalam, ia juga berhasil mengembangkan bahasa asing, beradaptasi dengan budaya baru, dan membangun jaringan relasi yang sangat luas. Melalui perjalanannya ini, Syifa telah tumbuh menjadi seorang pribadi yang lebih mandiri, terbuka, dan memiliki perspektif global yang luas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H