Ra, kamu jahat. Kenapa kamu gak datang di acara ulang tahunku. Teman-teman lain dan bahkan Widia, musuh kita bersama, mereka datang meramaikan acara ini.Â
Aku bahkan tidak percaya jika Widia mau repot-repot datang, apalagi memberiku gudetama yang lucu ini. Kamu pasti tahu sendiri wataknya di sekolahan. Dia sering sombong dan pamer hanya karena kita berdua gak masuk geng Pretty Girls miliknya. Aku yakin jika dia membenciku, aku juga membencinya, tapi dia datang Ra. Kenapa justru kamu yang malah menghilang di acara spesialku. Padahal kamu orang yang paling dekat denganku, Ra.Â
Sekarang sudah jam lima sore, teman-teman sudah pulang semua dari rumahku. Namun tanpa sadar, sejak tadi aku duduk di kursi menghadap sisa potongan kue ulang tahun.Â
Tidak pindah sedikitpun dari kursi ini sambil mengawasi gawai dan pintu rumah bagian depan. Aku masih berharap kalau kamu akan datang dan berteriak mengagetkanku, "SURPRISE!! SHELLY TELAH SEMAKIN DEWASA! KITA SUDAH BISA NONTON THRILLER BERDUA DI BIOSKOP SEPERTI JANJI KITA!!" Sambil kamu membawa karcis masuk bioskop kepadaku sebagai hadiah.
Ya ampun, Ra. Aku berharap banget kalau kamu segera datang.
Air sudah menggenang penuh di permukaan kedua mataku. Sedikit saja aku menunduk, banjir pasti akan terjadi. Perasaanku kacau. Pikiranku meracau. Diriku tak terkendali lagi. Apakah kamu gak peduli denganku lagi, Ra? Clara? Ra ....
Dadaku terasa sesak.
Ya ampun, hampir saja aku gak bisa menerima kenyataan ini. Aku tahu siapa kamu karena kita sangat dekat sejak SMP. Kamu pasti punya alasan kenapa gak datang, kan?Â
Pasti ada alasan lain yang lebih penting daripada ulang tahunku. Pasti. Karena nggak mungkin kamu berencana mengabaikanku seperti perilaku Pretty Girls di sekolahan. Mungkin kamu kecelakaan saat pergi ke rumahku? Atau, ada saudaramu ... meninggal, atau tetanggamu butuh pertolongan?
Sumpah! Bukan maksudku menginginkan hal buruk kepadamu, Ra. Aku hanya tidak percaya jika sahabat yang bahkan biasa mengisi buku diary milikku tak terlihat sama sekali.Â
Ah ....
Sial.
Air mataku meleleh begitu saja tanpa perintah. sudah ketiga kalinya hal ini terjadi. Tisu, di mana tisu.
Aku meraih tisu di meja sebelah dan tanpa kusadari sudah duduk lagi di kursi yang tadi. Di depanku adalah sisa potongan kue ulang tahun dan ponsel. Di hadapanku agak jauh, adalah pintu rumah yang sedikit terbuka.
Jujur, pikiranku masih campur aduk dan kecewa kepadamu. Namun di sisi lain aku yakin jika tubuh dan perasaanku tetap merindukanmu. Ia membimbingku untuk tetap menunggumu sampai datang. Meski kamu tidak datang ..., atau, kamu datang terlambat!
"Shelly, Mama mau keluar. Mungkin tiga hari baru pulang. Papa butuh bantuan Mama mengerjakan proyeknya" ucap Mama yang sudah berpakaian rapi.
"Iya, Ma."
"Pintunya Mama tutup, ya. Kamu cepat mandi dong, sudah mau gelap."
"Jangan! Aku masih menunggu Clara datang ..., Ma," ucapku tergesa sebelum Mama menutup pintu.
Mama menatapku aneh. Namun aku tidak peduli dan setelahnya Mama pergi entah ke mana.
Gara-gara Mama, aku tidak jenak duduk di depan potongan kue. Lantas aku berjalan menuju pintu rumah dan melihat sekitar. Berharap Clara akan datang dengan tergesa-gesa karena dia sudah sangat terlambat.
Sepi.
Aku duduk kembali ke kursi. Menghadap potongan kue dan ponsel. Lalu membuka pesan yang berisi spam dariku padamu. Masih tak ada tanda-tanda kalau kamu akan membalas, karena sejak tadi pesanku centang satu. Lalu aku menatap pintu rumah ya-
"CLARA!!" tiba-tiba aku berteriak gembira.
Betapa terkejutnya saat aku melihatmu sudah berada di depan rumah. Kamu masih berpenampilan seperti biasanya, terlihat ceria dengan sweater warna biru yang digelungkan di leher.Â
Persis seperti dugaanku, kamu pasti datang!Â
Aku memeluknya sangat erat. Perasaanku bahagia karena Clara akhirnya datang. Aku tahu, kamu pasti akan datang, Ra.
"Aku terkejut. Kamu bisa melihatku?" ucap Clara.
"Kenapa enggak?" balasku. Lalu lanjut mengomel padanya, "Aku marah kepadamu karena kamu datang terlambat! Padahal aku ingin memberikan potongan pertama kue ulang tahunku padamu. Ke mana saja kamu? Bukankah kamu harus selalu ada di sampingku? Bukankah kita berdua sahabat selamanya!"
Tanpa sadar, mulutku sudah mengeluarkan semua unek-unek di kepalaku. Termasuk menerangkan rencanaku pada Clara yang gagal karena dia tidak datang sejak awal acara!Â
Ya ampun, Clara datang empat jam setelah acara ulang tahunku selesai! Semua emosiku keluar menjadi kata-kata yang panjang dan lebar dikali tinggi dan pokoknya banyak!! Aku memuntahkan semua emosiku dan marah kepada Clara.Â
"Apakah kamu membawa karcis ke bioskop?" ucapku. Pasti Clara terlambat gara-gara antre waktu beli karcis. Karena aku tidak melihat dia membawa kado apapun untukku.
"Jawab aku," ucapku lagi.
Clara justru menatapku dengan pandangan berbinar-binar, bahagia atau entah apa namanya. Sejak tadi dia banyak memandangku dan mendengarkanku tanpa banyak berkata.
"Baiklah-baiklah-baiklah! Aku menyerah! Bahkan kedatanganmu saja sudah begitu berarti bagiku. Aku tidak mau meminta hal yang lebih. Aku sangat sedih saat kamu tidak ada di sampingku dan tidak memberi kabar sama sekali," kataku sedikit ketus dengan nada yang tinggi. Aku memeluknya lagi, sangat erat.Â
Hangat ....
Harus aku akui jika Clara selalu memenangkan perasaanku.
"Aku ingin bicara. Tapi jangan tertawa," ucap Clara tiba-tiba. Masih dengan ekspresi mata berbinar-binar.
"Ya? Kenapa? Kamu memiliki suatu rahasia?" balasku. Meski sesungguhnya aku sudah sedikit tertawa saat merespon perkataannya.
Entah, saat bersama Clara semua terlihat lucu dan mengasyikkan. Aku bahkan lupa bagaimana caranya bersedih seperti yang tadi aku lakukan.
"Aku sudah mati," ucap Clara.
"Hahaha!" Aku tertawa sangat panjang karena lelucon Clara. Dia juga balas tertawa setelah melihatku tertawa. Meskipun sejujurnya aku tidak tahu bagian mana yang lucu.
Pintu rumah kembali terbuka, membuyarkan canda tawa kami berdua. Suaranya berdecit sebentar lalu aku melihat sudah ada Neko di sana. Neko terlihat sedikit tergesa-gesa. Aku tidak tahu apa maksud dari perilakunya. Namun, oke. Neko adalah orang kedua yang dekat denganku di kelas. Aku tidak peduli.
"NEKO!! CLARA TELAH DATANG!! SESUAI DUGAANKU!!" aku segera berteriak dan mendekati Neko. Dia terlihat masam karena capek atau apalah.
"Tunggu-tunggu, aku sedang kelelahan apa kamu tidak tahu! Shelly! Ah! Sial, jangan berteriak-teriak di dekat telingaku," ucap Neko.
Oke, aku akan mengatakan padanya jika menunggu Clara bukanlah hal yang sia-sia. Karena Neko sempat menyuruhku untuk tidak memikirkan Clara.
"Tunggu, apa yang tadi kamu katakan?" ucap Neko lagi terlihat penasaran. Kali ini dia terlihat memicingkan mata dan seolah membuka telinganya lebar-lebar.
"Ya. Clara datang! Dia datang ke ulang tahunku. Aku tidak peduli meski dia datang terlambat," balasku.
"Apa maksudmu dia datang? Justru aku tergesa-gesa ke sini karena ingin mengabarimu. Mayat Clara ditemukan di tepi sungai. Dia telah mati sejak tadi siang!" kata Neko.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H