"Jawab aku," ucapku lagi.
Clara justru menatapku dengan pandangan berbinar-binar, bahagia atau entah apa namanya. Sejak tadi dia banyak memandangku dan mendengarkanku tanpa banyak berkata.
"Baiklah-baiklah-baiklah! Aku menyerah! Bahkan kedatanganmu saja sudah begitu berarti bagiku. Aku tidak mau meminta hal yang lebih. Aku sangat sedih saat kamu tidak ada di sampingku dan tidak memberi kabar sama sekali," kataku sedikit ketus dengan nada yang tinggi. Aku memeluknya lagi, sangat erat.Â
Hangat ....
Harus aku akui jika Clara selalu memenangkan perasaanku.
"Aku ingin bicara. Tapi jangan tertawa," ucap Clara tiba-tiba. Masih dengan ekspresi mata berbinar-binar.
"Ya? Kenapa? Kamu memiliki suatu rahasia?" balasku. Meski sesungguhnya aku sudah sedikit tertawa saat merespon perkataannya.
Entah, saat bersama Clara semua terlihat lucu dan mengasyikkan. Aku bahkan lupa bagaimana caranya bersedih seperti yang tadi aku lakukan.
"Aku sudah mati," ucap Clara.
"Hahaha!" Aku tertawa sangat panjang karena lelucon Clara. Dia juga balas tertawa setelah melihatku tertawa. Meskipun sejujurnya aku tidak tahu bagian mana yang lucu.
Pintu rumah kembali terbuka, membuyarkan canda tawa kami berdua. Suaranya berdecit sebentar lalu aku melihat sudah ada Neko di sana. Neko terlihat sedikit tergesa-gesa. Aku tidak tahu apa maksud dari perilakunya. Namun, oke. Neko adalah orang kedua yang dekat denganku di kelas. Aku tidak peduli.