Tiga persoalan yang secara kemanusiaan berkontribusi dalam melukai hati masyarakat Indonesia yaitu korupsi, penyalahgunaan narkoba, dan kegiatan terorisme. Korupsi di Indonesia terjadi dan berjalan secara tradisi serta terstruktur. Tindak korupsi tidak saja terjadi di kalangan elite, tetapi di kalangan menengah, bahkan kalangan bawahpun meminati jika terjadi kesempatan. Upaya pemberantasanpun sesungguhnya dilakukan terutama oleh KPK.
Terasa memang, bahwa KPK yang eksis dan menunjukkan prestasinya dalam pemberantasan korupsi telah melahirkan kegelisahan dan kebencian bagi koruptor. Sesungguhnya koruptor bukan hanya mereka yang telah tertangkap lalu menjadi tersangka, terdakwa, dan terpidana. Pelaku korupsi yang belum tertangkap pun berstatus sebagai koruptor, dan yang ini justru lebih banyak. Persepsi semacam ini setidaknya diyakinkan oleh keadaan birokrasi yang terasa komersial dan transaksional, implementasi penegakan hukum yang terkesan komersial dan transaksional, banyaknya bangunan fisik yang merupakan fasilitas umum banyak dirasakan berkualitas rendah dan bermasalah .
Persoalan berikutnya adalah penyalahgunaan narkoba di Indonesia yang semakin mengkhawatirkan, karena proses pembibitan pecandu narkoba sudah mengarah pada balita. Dari mencoba secara cuma-cuma berkembang menjadi pengguna rutin yang berbiaya, bahkan membantu pengedaran atau menjadi bandar. Disebutnya kawasan tertentu seperti di sebuah tempat di Jakarta Timur, Jakarta Barat, Makasar, Bangkalan, dan Medan sebagai kampung narkoba menunjukkan betapa menyebar meluasnya penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Hal ini menjadi persoalan serius yang menakutkan masyarakat Indonesia.
Kemudian sebuah aksi yang publik menyebutnya sebagai tindakan terorisme telah ikut mewarnai persoalan sosial, keamanan, ekonomi, dan politik di Indonesia. Peristiwa pengeboman yang beberapa kali terjadi di kawasan publik, setelah dilakukan penangkapan pada pelaku dan kelompoknya, maka memperlihatkan bahwa kegiatan terorisme tersebut ada di Indonesia dan komunitas teroris senantiasa mengorganisir diri lengkap dengan program jangka pendek dan program jangka panjangnya. Pe-rekruit-an, pembinaan dan pendoktrinan, serta aksi teror secara terencana senantiasa mereka lakukan.
Hadirnya nuansa tidak aman dan tidak nyaman masyarakat yang disebabkan adanya rencana dan aksi teroris, tentu saja berimplikasi negatif bagi perkembangan ekonomi, sebut saja “Minat investasi di Indonesia berkurang”. Dinamika politikpun mengemuka ketika ada aksi teroris kemudian di-follow up-i media, para politisi dan pengamat dengan beragamnya pendapat dan prasangka.
Korupsi, penyalahgunaan narkoba, maupun terorisme ketiganya dapat dianggap teror terhadap rakyat Indonesia. Teror terhadap negeri Indonesia karena ketiganya menjadi hal yang mengganggu dan menakutkan bagi masyarakat Indonesia yang mendambakan negeri ini aman, tenteram, gemah ripah loh jinawi toto tentrem kertoraharjo. Ketiga tindakan tersebut bagaikan gulma (tanaman pengganggu) yang kehadiranya didak dikehendaki lingkungan, karena dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan kemajuan bangsa dan negara Indonesia.
Sesungguhnya salah satu pemicu perilaku manusia untuk melakukan tindakan korupsi adalah desakan nafsu ekonomi. Adanya nafsu untuk mendapatkan uang atau harta yang banyak secara instan tanpa terbebani kerja keras. Pemicu keterlibatan seseorang dalam me-narkoba-isasi masyarakat adalah juga adanya desakan nafsu untuk mendapatkan harta yang melimpah dalam waktu yang singkat. Nafsu semacam itu mendorong langkah mereka untuk menumbuhkembangkan pasar-pasar narkoba, kampung-kampung narkoba, dan pecandu-pecandu narkoba. Tidak sedikit juga orang orang yang secara ekonomi mengalami kesulitan, kemudian jalan keluarnya melibatkan diri dalam suatu kelompok yang dianggap menjanjikan solusi ekonomi dan memuaskan batin. Kemudian orang-orang tersebut dibina dan didoktrin untuk sanggup dan rela melakukan program-program kelompok teroris.
Mencermati Indonesia yang dihadapkan pada persoalan “teror negeri” dalam bentuk menyebarnya tindak korupsi, penyalahgunaan narkoba, dan terorisme dengan argumen sebagai mujahid, maka sebagai solusi diperlukan adanya keseragaman cara pandang para elite negeri dalam menghadapi persoalan ini. Keseragaman kepentingan para elite (kepentingan untuk kemajuan Indonesia) dalam mengenali persoalan ini. Keseragaman cara pandang paling tidak melahirkan efisiensi dan efektifitas dalam penanganan masalah tersebut. Ketika di hati para elite negeri ini hadir niatan untuk mengutamakan kepentingan masyarakat dan negara, maka akan melahirkan langkah-langkan koordinatif dalam penanganan teror-teror negeri ini secara efektif dan efisien. Wallahu a’lam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H