Mohon tunggu...
Bukhori Muslim
Bukhori Muslim Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Nahdlatul Wathan Mataram

Saya memiliki hobi dalam bidang penelitian dan gerakan literasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Urgensi Pembelajaran Kesantunan Berbahasa di Era Digital

7 November 2024   15:35 Diperbarui: 7 November 2024   15:36 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bukhori Muslim Mahasiswa S3 Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UNS

Era digital ditandai dengan kemajuan teknologi dan melimpahnya informasi, penggunaan bahasa telah mengalami perubahan yang signifikan. Media sosial, yang awalnya dirancang untuk mempermudah komunikasi dan membangun jaringan sosial, kini menjadi platform utama dalam menyampaikan berbagai macam gagasan, informasi, hingga opini pribadi. 

Platform ini memang memberikan kebebasan berekspresi, namun sering kali kebebasan ini digunakan tanpa pertimbangan etika atau kesantunan.

 Akibatnya, media sosial semakin sering dimanfaatkan untuk mencaci, menghujat, atau merendahkan orang lain. Fenomena ini seolah memperlihatkan bahwa media sosial telah menjadi "ruang bebas" untuk berperilaku negatif, tanpa memperhatikan dampak psikologis maupun sosial yang ditimbulkan bagi orang lain.

Di Indonesia sering dijumpai kasus-kasus perundungan (cyberbullying) pada platform-platform seperti Twitter, faceebook, Instagram, dan TikTok. Sebagai bukti, ketika ada figur publik atau artis yang tersandung suatu masalah pribadi, komentar-komentar pedas dengan bahasa kasar dan tidak beretika membanjiri kolom komentar dan ruang diskusi.

 Tahun 2021, seorang artis tanah air menjadi korban cyberbullying karena permasalahan keluarga yang seharusnya menjadi ranah pribadi, namun dengan cepat menjadi bahan cibiran di media sosial. 

Fenomena ini menunjukkan bahwa di balik kemudahan akses untuk menyampaikan pendapat, terdapat ketidakmampuan untuk menyaring kata-kata agar tetap dalam batas kesantunan. Hal ini tidak hanya berdampak pada kondisi psikologis si artis, yang kemudian harus menghindari media sosial sementara waktu, tetapi juga menciptakan budaya digital yang tidak sehat, di mana menghina dan mencaci dianggap hal yang lumrah.

Gultom (2022) menyoroti faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku berbahasa di media sosial, di antaranya rendahnya kesadaran terhadap pentingnya kesantunan, kurangnya pendidikan keluarga dalam hal etika berkomunikasi, serta lingkungan sosialisasi yang cenderung permisif terhadap bahasa kasar atau hinaan. 

Rendahnya pemahaman akan pentingnya kesantunan ini tercermin dari bagaimana pengguna media sosial sering kali mengabaikan prinsip-prinsip dasar kesantunan berbahasa, seperti menghormati lawan bicara, menggunakan bahasa yang sopan, serta mempertimbangkan dampak kata-kata yang dilontarkan. 

Jika budaya komunikasi yang tidak beretika ini terus dibiarkan, media sosial di Indonesia akan semakin jauh dari fungsinya sebagai wadah positif untuk berbagi informasi dan menjalin relasi.

Sebagai solusi, penting bagi masyarakat Indonesia untuk meningkatkan literasi digital dan etika berkomunikasi, dimulai dari pendidikan di lingkungan keluarga dan sekolah. Program-program literasi digital yang mengajarkan pentingnya kesantunan dan dampak dari setiap kata yang kita ucapkan di ruang publik perlu digencarkan, baik melalui kampanye pemerintah maupun oleh para tokoh berpengaruh di media sosial. 

Dengan begitu, media sosial di Indonesia bisa menjadi tempat yang lebih sehat, di mana kebebasan berekspresi tetap diimbangi dengan rasa tanggung jawab dan etika komunikasi yang baik.    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun