Jauh sebelum negara ini berdiri, korupsi sudah hadir pada masa kerajaan-kerajaan hingga di prolamirkannya kemerdekaan. Orde Lama, Orde Baru hingga ke era reformasi, korupsi masih merajalela dan berevolusi. Rumitnya pemberantasan korupsi merupakan "penimbunan" warisan masa lalu. Entah, apakah korupsi memang adalah budaya atau tidak, saya masih ragu untuk menjawabnya. Setidaknya, jika memang korupsi dikatakan sebagai budaya, maka budayawan dan sejarahwan memiliki "tanggung jawab" untuk mengupas asal-usul dan sejarah korupsi dan ekonomi di Indonesia, atau minimal ada seorang tokoh yang diangkat dan dijadikan sebagai "Bapak Koruptor".
Pemuda adalah penerus cita-cita bangsa, di tangan-tangan merekalah bangsa ini dititipkan masa depannya. Pemuda mempunyai keberanian untuk bermimpi, berani menatap masa depan dengan semangat yang bergejolak, dengan idealisme yang tinggi. Sumpah Pemuda adalah bukti yang nyata bahwa dari pemuda-pemudalah menghasilkan buah-buah perjuangan yang ratusan tahun lamanya tertindas dari kolonial dan imperialisme pada saat itu. Dari ketertindasanlah yang akhirnya para pemuda membulatkan tekadnya mengangkat harkat dan martabat rakyat bangsa Indonesia.
Gayus dan Dhana adalah salah satu dari pemuda itu, mereka mempunyai impian, keinginan, dan cita-cita yang bergelora. Gayus dan Dhana bukanlah sendirian, mereka adalah pemuda-pemuda yang kena sialnya, sial karena terdeteksi melakukan korupsi. Masih banyak lagi pemuda-pemuda yang tak kalah hebatnya, ribuan mungkin jutaan pemuda yang tak kalah saktinya, merekalah yang tak dapat terdeteksi hingga sampai saat ini. Hanya kengerian ketika membayangkan ditangan pemuda-pemuda seperti merekalah yang akan memimpin bangsa ini, miris, prihatin, tetapi itulah kenyataan pahit yang tak dapat terelakkan.
Berangkat dari realitas keterpurukan perilaku manusia yang ada di Indonesia, perlu dicermati apakah faktor utama dari tindakan korupsi. Apakah benar ini adalah soal kebiasaan atau Keterpurukan moralitas?
Keinginan dan Hasrat
Manusia pada umumnya mempunyai keinginan yang berasal dari kesadaran primitif yang ada pada manusia sejak terlahir dibumi, alam bawah sadar. Haus, lapar, seks adalah keinginan yang pasti dan selalu ada pada tiap-tiap individu manusia. Dari keinginan itulah manusia bermimpi, mempunyai cita-cita yang akan digapainya, cita-cita yang luhur. Mengenali pribadi dan keinginan diri adalah unsur penting untuk mengetahui apakah tujuan yang hendak kita capai.
Indonesia yang berpenduduk sekitar 239.870.937 (2010; Bank Dunia) terkenal dengan konsumerismenya yang tinggi, dapat dikatakan Indonesia adalah pasar dunia. Gaya hidup dan konsumsi yang tinggi menimbulkan keinginan untuk mendapatkan penghasilan yang tinggi pula. Rumah mewah, kendaraan mewah, alat elektronik (gadget) terbaru dan tercanggih adalah sebagian dari keinginan-keinginan yang di impikan sebagian besar masyarakat, hal ini dapat terlihat dari produk-produk yang membanjiri negara ini. Bahkan sampai pada tataran komunikasi antar individu maupun golongan telah tersisipi slogan-slogan iklan yang mewarnai kehidupan bermasyarakat sehari-harinya. Gaya hidup dan upah tak sejalan, impian dan keahlian tak sejalan. Mungkin inilah yang menjadikan segalanya serba instan, pendidikan instan, cara pikir instan, jalan keluar instan, sampai pada "pendapatan instan". Alhasil, segala yang diinginkan diperoleh dengan cara-cara yang instan pula. Gayus dan Dhana adalah bagian dari masyarakat yang pola hidupnya konsumtif, yang gaya hidupnya tinggi. Merekalah korban-korban "industri" yang telah menjajah Indonesia saat ini, dan masih banyak korban-korban lainnya, mungkin saya, mungkin pula anda. (Maaf, Ilustrasinya dihapus Tuhan)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H