Mohon tunggu...
Bukan Hantu
Bukan Hantu Mohon Tunggu... -

Manusia Biasa

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Agama Picisan

12 Maret 2012   14:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:10 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Asalku bukan dari reruntuhan kota abadi, tetapi berasal dari puing-puing pertikaian"

Dari sini aku mengintai suatu pertemuan Dalam bingkai-bingkai kesucian Ketika mendapat penglihatan Mendengarkan sebuah perjanjian Dengarlah; Tindakan ini berasal dari surga, telah merasuk kedalam raga Kematian adalah cinta, lalu naik takhta, disanding sang pencipta Marilah bersama, menyanyikan lagu lama, sambil merenggut sukma Tua muda sama saja yang penting bisa murka Biasanya, berteriak atas nama-Nya, selamatlah jiwanya Lihatlah; Kotbah-kotbah jalanan marak terdengar Bawa senjata wajah memerah, sangar Panji perang berkibar, hajar Yang lain terkapar, barbar Camkanlah; Lagu ini bukan tentang keyakinan Disesuaikan menjadi kekuasaan Tengik, dibungkus syair kutipan Bengis, merasa pahlawan Tragedi 3000 tahun, pelajaran tak tersusun, sekterian menjadi racun; Disudut kota anak-anak gelisah Merengkuk haru kehilangan ayah Tak ada lagi yang mencari nafkah Keyakinan jiwa telah goyah Ah, sudahlah, dunia telah lelah Pasrah, sebentar lagi punah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun