Atmosfer pilpres kali ini, betul-betul terasa sangat berbeda, di bandingkan pilpres-pilpres sebelum nya sejak Pak Harto Lengser. Antusiasme para pendukung tercerminkan dari proyeksi rendah nya angka golput. Kalau dulu, yang berhadapan selalu tokoh2 senior yang sudah berpengalaman berpolitik sejak orde baru, sekarang yang berhadapan adalah dua figur yang sangat berbeda latar belakang nya. Di satu pihak ada Jokowi, seorang yang tergolong "baru" di percaturan politik Indonesia, namanya baru terkenal 2 tahun terakhir, karena pilkada Jakarta. Di pihak lain, Prabowo Subianto adalah seorang pemain lama, produk orde baru, seorang anak menteri orde baru yang sangat anti Soekarno, dan pernah menjadi seorang Jenderal di masa Orde Baru (walaupun akhirnya di berhentikan), bahkan pernah ikut konvensi capres Golkar, dan mencalonkan diri sebagai cawapres Megawati SP, lima tahun yang lalu. Sangat terasa aura Pemain Lama vs Pemain Baru dalam pilpres tahun ini.
Sebagai orang baru, reputasi Jokowi masih sangat bersih, nama Jokowi terasa baru tercoreng, 4 bulan belakangan karena black campaign yang 100% tidak benar, isu-isu dari antek amerika, antek syiah, antek cina, nama asli Herbertus yang kristen, dan nama asli Handoko yang keturunan cina, PKI, dll di hembuskan sejak 4 bulan yang lalu, baik lewat media-media televisi milik ARB maupun Hari Tanoe.
Sebaliknya, sebagai pemain lama, walaupun reputasi Prabowo sangatlah kelam, jauh sebelum pilpres ini di mulai, elektabilitas nya meningkat sejak rajin beriklan di televisi 10 tahun terakhir. Faktanya, dia mengakui telah melakukan penculikan terhadap 9 aktivis, dan di tuduh menghilangkan 13 lain nya. Serangan pendukung Jokowi pun jauh lebih faktual, meskipun juga ada yang memasalahkan kekristenan ibu Prabowo, dan ke monokotilan nya, yang buat saya, sangat tidak penting sekali.
Lalu apa hubungan nya dengan kegagalan reformasi?
[caption id="attachment_314482" align="aligncenter" width="300" caption="Kemenangan Prabowo, adalah kemenangan Orde Baru, atas Reformasi."][/caption]
Kita tentu masih ingat, di tahun '98, di mana 13 aktivis di hilangkan, Tragedi Semanggi, Penembakan terhadap mahasiswa, dan perkosaan dan penjarahan serta perkosaan sistematis yang di lakukan preman-preman sewaan pemerintah orba pada waktu itu. Mereka, para aktivis, mahasiswa, dan ribuan korban pada saat itu, bagi kita adalah pahlawan reformasi yang sebenarnya. Mereka sudah menyumbangkan nyawa, darah dan harta ya, demi kebebasan berpendapat dan berdemokrasi, yang dapat kita nikmati sekarang.
Keterlibatan para jenderal orde baru, pada berbagai peristiwa di tahun '98, tidak dapat di kesampingkan begitu saja. Baik Prabowo, Wiranto, Kivlan Zen, Hendropriyono, Sutiyoso, dan para jenderal orde baru lain nya, jelas terlibat, dari peristiwa talang sari, priok, santa cruz, dan berbagai peristiwa pelanggaran HAM lain nya. Mereka jelas-jelas telah menikmati hasil KKN dan menyalah gunakan dwifungsi ABRI yang secara nyata di jalankan di era Orde baru. Jika ada yang mengaku bersih, jelas mereka berbohong.
Jika Jokowi menang, pendukung nya pun tidak benar-benar bersih, dari aroma orba (ada Wiranto, Mega, Sutiyoso, dll di dalam timses nya). Tapi setidak nya, Jokowi menawarkan harapan terhadap sebuah kebaruan. Saya dan para angkatan '98 yang belum menjual idealisme kami, mengharapkan sebuah kepresidenan, yang susunan menteri-menteri di dalam kabinet nya bersih dari para tokoh orde baru. Tanpa seorang Wiranto, tanpa seorang Sutiyoso, dan bahkan tanpa seorang Megawati yang pernah mengkhianati kesetiaaan para aktivis demi mengejar kekuasaan, dengan menggandeng Prabowo dalam pemilu lima tahun yang lalu. Masih ada harapan untuk sebuah kabinet yang tidak transaksional. Mungkin kami terlalu naif mengharapkan hal tersebut, tapi paling tidak, jika hal tersebut tidak terpenuhi pun, paling tidak Kepala Negara kita nantinya adalah seorang yang baru dan bersih dari pengaruh Soeharto, dan dia bukanlah seorang oportunis yang pernah menikmati hasil kedekatan nya dengan keluarga Cendana.
Jika Jokowi kalah, dan Prabowo menjadi presiden, maka, bisa di pastikan, bahwa reformasi secara resmi, bisa di nyatakan gagal total. Presiden nya saja seorang Mantan Jenderal Orba, sama seperti SBY, beda nya, SBY jenderal kantoran, sedangkan tangan Prabowo bersimbah darah para pahlawan reformasi di lapangan. Reformasi bisa kita nyatakan resmi gagal total, jika Prabowo yang punya andil dalam pembunuhan dan pengekangan demokrasi pada masa orba, menjadi Presiden negara ini. Banyak jenderal yang menyatakan diri nya bersih, tapi kita semua tahu, bahwa fakta nya semua Jenderal Orba di lapangan (bukan hanya Prabowo, tapi juga Wiranto, dan Sutiyoso), tangan nya bersimbahkan darah para aktivis dan pahlawan reformasi.
Jika Jokowi kalah, maka darah dan nyawa para aktivis, korban kekerasan, pemerkosaan, dan para mahasiswa, bisa di anggap terbuang percuma begitu saja, dan anda dan saya, para pemilih lah, yang akan bertanggung jawab atas semua ini. Their blood will be on our hands, camkan itu!!!Nasib reformasi akan kita tentukan 9 Juli nanti. Mari kita lengserkan para dedengkot dan antek-antek Orde Baru dalam pilpres ini, Salam Sukses untuk Reformasi, Salam Dua Jari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H