Tak henti aku melihat jam tangan yang tersembunyi di balik sweater. 4 20 sore, lebih. Mengapa tak juga selesai ia bicara? Pikiranku melayang pada mereka yang mungkin saja telah berkumpul di suatu tempat, sekolah lama yang tercinta. waktu itu terasa begitu lama tanpa mereka. kupaksakan dalam gusar hingga lima kurang sepuluh. Akhirnya acara selesai. aku keluar, dan berjalan begitu cepatnya. Persetan dengan wajah yang bertanya keheranan itu! lima lebih, bus bergerak lambat, sial! Aku mulai menghardik ketidaktegasanku dalam mengambil keputusan.
Bayangku, mereka telah menunggu, aku dan beberapa yang lain.
Bayangku, kumpulan teman lama itu akan tersenyum menyambutku yang muncul dari ujung gang itu. lalu, tempat itu akan dipenuhi tawa sampai malam.
Dan bus berhenti, setelah lampu merah. Aku menyeberang, berlari tanpa peduli hirauan. aku berlari secepatnya, demi waktu. Tidak, demi aku dan kesempatan, kebersamaan yang lebih lama. dengan mereka. Lima puluh meter kutempuh begitu cepatnya. Dan, ya! Kelokan itu!Di sana! setelah itu, aku akan menemukan mereka! Yang tersenyum pada aku yang jarang dapat mereka temui… Masa-masa dirindu saat SMA… terbaik! Sedikit lagi kembali!
Dan ketika itu, wajahku berpaling ke arah kiri, terus melangkah…
Namun… perlahan terhenti.
Kabur, nafasku terengah-engah. Yang sebelumnya coba kusembunyikan, mulai terlepas.
Jalan itu begitu sepi… Hanya dua.
In memories of our warmth, breakfast, and unforgetable old famz. Call me and i’ll be yours, for the name of friendship.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H