Mohon tunggu...
Gladiyo
Gladiyo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa FISIP UAJY 2019

Pencinta Musik Etnik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Cultural Jamming: Pembunuh yang Seksi?

29 Maret 2021   20:08 Diperbarui: 29 Maret 2021   20:13 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Culture Jamming merupakan istilah yang digunakan oleh grup band Negativland pada tahun 1984. Istilah ini digunakan sebagai ungkapan untuk menyebut bentuk perubahan bilboard dan bentuk lain dari sabotase media (Dery, 2010). Cultural Jamming diartikan sebagai pemalsuan terhadap media masa oleeh artis dan aktivis. Manipulasi ini dilakukan dengan tujuan mengkritisi pembohongan publik oleh media, mengecam konsumerisme, atau mempertanyakan kekuatan korporasi. ( Fontana Dictionary of Modern Thought, 2000).

Ekspresi yang bebas tetapi teraraah ini dilakukan sebagai kritik terhadap suatu birokrasi baik itu pemerintah maupun swasta dalam kehidupan sosial dan politik. Ekspresi ini timbul akibat adanya isu atau kondisi tertentu yang dianggap penting dan membutuhkan perhatian. Kondisi-kondisi ini kerap kali tidak disadari oleh masyarakat sebagai suatu tindakan yang "mengarahkan" perilaku masyarakat menjadi suatu kebiasaan yang diatur oleh kelompok-kelompok tertentu. Kebiasaan-kebiasaan ini sering dikaitkan dengan konsumerisme. Kita kerap kali merasa nyaman dengan kondisi dan situasi yangada tetapi kita tidak sadar bahwa kita saat ini sedang dikendalikan.

Salah satu channel Youtube yang dibuat untuk melihat hal-hal tersebut adalah WatchdoC. WatchdoC adalah rumah produksi audio visual yang diunggah dalam situs Youtebe. Rumah produksi ini fokus mengangkat masalah-masalah sosial, ekonomi, politik, dan HAM dalam bentuk film dokumenter (Aldzah Fatimah Aditya, 2019). Pendiri WatchdoC adalah seorang mantan reporter dan jurnalis yaitu Dandhy Dwi Laksono. Saya pribadi sudah lama mengikuti konten-konten yang mereka produksi. Mereka dapat menggambarkan isu-isu poltik dan ekonomi dalam sebuah karya visual dan narasi yang sistematis dan dapat dikatakan bahwa konten mereka berupakan sebuah kritik terhadap pemerintah. Kritikan ini ditampilkan dengan sudut pandang yang beragam serta disajikan dengan cara-cara yang tidak biasa.

Gerakan yang mereka lakukan ini termasuk hal yang tak lazim dilakukan oleh media-media di Indonesia. Mereka memilih Youtube sebagai media untuk menampilkan karya mereka merupakan pilihan yang tepat karena regulasi di Youtube tidak seketat media-media arus utama di Indonesia. Salah satu karya mereka yang sempat viral adalah Sexsy Killer. Menurut saya WatchdoC sangat menarik untuk dijadikan bahan observasi dalam kajian ekonomi politk.

Orang-orang dengan pemikiran kritis dan melek terhadap konidisi sosial-politik saat ini tentunya lebih mudah untuk melakukan kritik terhadap korporasi pemerintah maupun swasta. Pada tahun 2019 rakyat Indonesia dihebohkan dengan sebuah film dokumenter garapan Dandhy Dwi Laksono dan Ucok Suparta yang berjudul Sexy Killers. Membaca sekilas judul film tersebut saya pribadi membayangkan film ini menyajikan cerita yang berkaitan dengan kecantikan seorang wanita. Tetapi setelah saya menonton film tersebut hingga tuntas, persepsi awal saya terhadap film ini berubah total. Sexy Killers merupakan sebuah film yang secara garis besar memperlihatkan dunia industri pertambangan batubara dan mengkaitkannya dengan kehidupan sosial, politik, dan ekonomi.


Mas Dandhy dan temannya, Mas Ucok adalah seorang jurnalis. Mereka berdua melakukan sebuah perjalanan yang disebut Ekspedisi Indonesia Biru. Ekspedisi ini dilakukan dengan melakukan perjalanan via darat menggunakan kendaraan roda dua. Menariknya Ekspedisi Indonesia BIru ini bukanlah suatu kegiatan traveling atau liburan melainkan kedua jurnalis ini melakukan sebuah riset dan investigasi. Mereka berdua tidak memiliki sponsor dan kegiatan ini dibiayai oleh mereka masing-masing dan teman-teman yang ingin membantu (tidak membuka open donation).

Film Sexy Killers membuka segala pembohongan publik oleh media kepada masyarakat. Menariknya kedua jurnalis ini sangat berani mengeluarkan data-data yang berkaitan dengan hubungan para pemangku jabatan di pemerintahan dengan perusahaan-perusahaan pertambangan batubara di Kalimantan. Banyak hal yang membuat saya kaget. 

Kekagetan ini secara spontan membuat saya ragu terhadap beberapa program kerja pemerintah yang katanya "ingin mensejahterakan masyarakat". Permainan para elit pemerintah dibalik jabatan mereka terungkap dengan data-data dan investigasi oleh kedua jurnalis hebat ini. Saya selama ini melihat korporasi swasta (perusahaan) dan pemerintah merupakan lembaga yang 'berbeda'. Tetapi ternyata ada pemain-pemain yang merupakan pemilik perusahaan dan kekuasaan di dunia politik.

Selama ini pemerintah tampaknya mempunyai pendapat yang berbeda dengan isu-isu yang timbul akibat masuknya perusahaan di Kalimantan. Pemerintah seolah-oleh bersama rakyat. Pemerintah seolah-olah menjadi senjata rakyat untuk melawan investor-investor asing. Pemerintah seolah-olah menjadi harapan terbaik bagi masyarakat. Sexy Killers mematahkan semua perkataan tersebut dan membuktikan kenyataan yang terjadi dibali program-program pemerintah saat itu dan mungkin sampai saat ini. 

Misalnya; pemerintah membangun PLTU dan menjadikan batubara sebagai sumber pembangkit listrik tersebut. Batubara ini dikeruk dari Pulau Kalimantan dan dikirim ke Pulau Jawa untuk dijadikan bahan bakar pembangkit listrik. Pulau Jawa mendapat suplai listrik 24 jam non-stop akan tetapi sadar atau tidak, masih banyak daerah-daerah di Kalimantan yang sampai saat ini masih 'gelap'. Belum lagi kerusakan alam akibat pertambangan batu bara, hilangnya mata pencaharian akibat dibukanya lahan pertambangan, dan masih banyak ketimpangan sosial yang terjadi akibat kehidupan sosial, ekonomi, dan politik seperti ini. Yang kaya semakin kaya, yang miskin akan tetap miskin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun