Mohon tunggu...
Rivki Maulana
Rivki Maulana Mohon Tunggu... -

Dinu Kiwari Ngancik Nu Bihari

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Komunitas Hong

5 Juli 2011   13:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:55 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Terkadang, dalam hal yang sepintas remeh, terkandung hal yang sebetulnya tak bisa dianggap remeh. Pernahkah Anda bermain petak umpet atau, istilah orang Sunda,ucing sumput? Sepintas,ucing sumput hanyalah permainan anak-anak belaka. Tapi siapa sangka di balik permainan itu ada filosofi ketuhanan. Hong! Itulah kata yang disebut si kucing jika menemukan kawannya yang sedang sembunyi.Hongberarti bertemu. Arti lebihnya berarti bertemu dengan Tuhan. Dalam bahasa dunia, ada juga ktahom--Hom Swaswasti,Hom Wilaheng-- yang semuanya menjurus kepada hal-hal yang bersifat ketuhanan. Muhammad Zaini Alif (34), seorang dosen yang menyebut dirinya ahli mainan rakyat, mengatakan, anak-anak sebaiknya dilatih sejak kecil bahwa suatu saat dia akan bertemu dengan Tuhan. Ketika si anakkahongkeun(terkena Hong) oleh si Kucing, dia tidak bisa bermain lagi dan hanya menonton teman-temannya yang meneruskan permainan. Begitupun manusia di dunia ini. Saat di-hongkeunoleh Tuhan, manusia harus bertemu dengan Tuhan dan tidak bisa bermain lagi di dunia. [caption id="" align="alignleft" width="253" caption="Zaini Alif"][/caption] Dari situlah, Zaini mendirikan Komunitas Hong pada 2003 silam. Komunitas ini berusaha menggali kembali mainan dan permainan rakyat baik yang berasal dari tradisi lisan maupun tulisan (naskah). Hong mencoba menerapkan pola pendidikan masyarakatbuhunagar anak mengenal diri, alam, dan Tuhannya lewat permainan. Menurut Zaini, pengenalan terhadap Tuhan tidak dilakukan secara verbal. “Wah, kalau kamu bermain ini, kamu akan mengenal Tuhan. Tidak begitu,” tegasnya. Secara batiniah anak-anak akan menemukan adanya Tuhan dalam dirinya. Bagaimana ia mengenal alam, dirinya, dan Tuhan hanya dampak karena permainan yang mengajarkan itu semua. Dunia anak adalah dunia bermain. Jadi, mengenalkan apapun – termasuk Tuhan – kepada anak-anak harus melalui dunianya. “Kita tidak bermaksud mempermainkan Tuhan. Tapi mungkin Tuhan juga Maha Bermain,” ujarnya. Ia menambahkan, sekarang ini, upaya mengenalkan Tuhan hanya melalui ibadah (shalat bagi umat Islam), lantas selesai. Padahal, leluhur kita menggunakan berbagai media untuk mengenalkan anak kepada Tuhannya, termasuk permainan. Dahulu, permainan memang tak sekedar acara bermain. Permainan adalah hal yang dianggap serius sehingga ada ahlinya. Dalam naskah Amanat Galunggung (Abad ke-15), dalam Bab Saweka Dharma Sanghyang Siksanandang Karesian, tersebut kataHempul.Hempuladalah sebutan bagi orang yang ahli membuat mainan, cara bermain, sampai pada filosofi mainan dan permainan tradisional. Lahirnya Komunitas Hong Permainan sangat dekat dengan hidup seorang Muhammad Zaini. Kedekatan laki-laki kelahiran Subang, 9 Mei 1975, dengan mainan dimulai sejak kecil. Ia selalu menanti waktu pulang sekolah tiba. Selepas sekolah, ia bersama kawan-kawannya mencari biji pohon karet dan kluwak untuk dibuatkerkeran, mainan sejenis kipas angin. Baling-balingkerkerandibuat dari bambu dengan penyangga dari biki karet, kluwak, atau batok kelapa. 3Kecintaan Zaini terhadapa mainan makin menggila. Gelar sarjana dari Institut Teknologi Nasional (Itenas) dan master dari ITB ia peroleh dengan menjadikan permainan rakyat sebagai objek penelitiannya. Saat di ITB, ia pernah diminta mengganti objek penelitiannya karena permainan rakyat tidak ada naskah acuannya. Namun, Zaini tidak putus asa. Ia bergerilya ke museum dan perpustakaan untuk mencari naskah yang ada kaitannya dengan permainan rakyat Sunda. Ia meyakini permainan tradisonal banyak diwariskan. Jadi, pasti ada orang yang pernah menuliskannya. Akhirnya ia pun menemukan naskah Amanat Galunggung yang menyebutkan katahempultadi. Penelusuran Zaini tak sebatas pada naskah saja. Sejak 1996, Zaini sudah meneliti mainan dan permainan rakyat. Ia menjelajah kampung-kampung adat di bagian tengah dan selatan Jawa Barat. Hasilnya, ia berhasil menemukan sekitar 250 mainan dan permainan rakyat. Dus, Zaini memang pantas disebut dan menyebut dirinya sebagai ahli permainan rakyat. Sebanyak 250 jenis mainan dan permainan rakyat yang berhasil ditemukan kemudian diinventarisasi oleh Zaini. Inilah yang mendorong Zaini untuk mendirikan komunitas Hong. Menurutnya, dengan adanya komunitas tersebut, ada orang-orang yang memainkan ke-250 jenis mainan dan permainan itu kelak. Berawal dari Zaini seorang diri, kini Hong sudah mempunyai anggota sekitar 150 orang dari beragam usia, mulai dari umur enam tahun sampai 90 tahun. Di komunitas ini, anak-anak menjadi pelaku permainan sementara yang tua menjadi pembuat mainan. Setiap minggu, anak-anak yang kebanyakan berasal dari lingkungan sekitar Dago Pakar – tempat komunitas Hong – diajari bermain dan membuat mainan. Menurut Zaini, sudah ada sepuluh hingga 15 mainan dan permainan yang diajarkan kepada anak-anak. Mereka, lanjut Zaini, bermain sesuai dengan apa yang mereka suka dan mereka bisa. “Kalo pengennyamain yang itu-itu saja setiap hari, sampai umurnya 20 tahun pungakmasalah,” katanya. Dalam hal ini, Zaini tidak memaksakan si anak harus bermain mainan tertentu. Mereka bermain dengan apa yang mereka bisa. Ketika anak-anak tidak bisa memainkan sebuah permainan, mereka diajarkan saat mereka memintanya dengan suka rela. Mereka menyenangi semua permainan dan tidak ada kesusahan saat memainkannya. “Kesusahan akan timbul ketika ada paksaan selama permainan. Unsur paksaan dan tidak menyenangkan menjadikan permainan bukan sebuah permainan lagi,” tutur Zaini. Naik Turun Zaman terus berganti dan aspek kehidupan juga terus berubah seiring perjalanan sang waktu. Begitupun mainan dan permainan, kian hari kian sepi peminat. Di Komunitas Hong sendiri, jumlah anak-anak yang bermain di sana mengalami fluktuasi, naik-turun. “Kadang 80-an orang, kadang juga 40, bahkan 10 orang,” tutur Zaini. Sesekali, juga ada rombongan anak sekolah yang datang untuk belajar bermain. Mengapa mainan dan permainan ini tidak popular di kalangan anak-anak masa kini? Memang, tidak bisa dinafikan, permainan tradisional dianggap kalah kelas oleh masyarakat Indonesia sendiri. Menurut Zaini, orang Indonesia itu mengambang.Kaluhur teu sirungan, kahandap teu akaran, yang artinya tidak bisa berakar pada budayanya dan tidak akan berkembang sedikitpun terhadap kemajuannya. Jadi budaya-budaya yang dari luar itu masuk saja (dengan mudahnya) karena kita tidak punya pegangan terhadap ilmu-ilmu tradisi sehingga tidak mencengkram alam ranah budayanya. Sebagai ahli mainan dan permainan rakyat, Zaini menilai, masyarakat kita dalam proses hidupnya tidak mengenal alamnya, tidak mengenal dirinya. Dengan begitu, tentu mereka tidak mengenal Tuhan. Ia mengenal Tuhan lewat ajaran agama saja, selesai. Tapi tidak melalui proses bagaimana dia mengenal dirinya, mengenal budayanya, mengenal sukunya, mengenal bangsanya, dan sebagainya. Setelah proses itu hilang maka hilang pula jatidiri orang tersebut. “Pemahaman kita terhadap Tuhan terlalu dangkal. Seolah–olah agama ya agama, budaya ya budaya, agama dan budaya tidak bisa dipisahkan. Pengenalan terhadap budaya adalah proses mengenal Tuhan,” katanya tegas. Permainan tradisional, meskipun dianggap kelas dua oleh masyarakat Indonesia sendiri, nyatanya malah mempunyai segi keunggulan ketimbang mainan dan permainan modern. Lewat permainan tradisional, orang belajar bersosialisasi, mengatasi kesepian, mengatur keseimbangan otak, bekerja sama, serta mengenal lingkungan. Anak-anak bermainjajangkung(egrang) untuk melatih keseimbangan. Bermainkeprak(batang bambu yang dibelah salah satu ujungnya menjadi lengkungan) untuk mengusir sepi. Ada juga permainansurseryang dilakukan orang tua saat memangku anaknya. Saat anak dipanggu, orang tua menggerakkan tangan anak, bergantian ke lulut kanan dan kiri orang tua. Permainan ini bermamfaat untuk melatih koordinasi otak kiri dan kanan serta mendekatkan hubungan keduanya. Bagi Zaini, permainan tradisional tak cuma melatih otak, tapi juga melatih rasa. Ini yang tidak ditemukan dalam permainan modern. Permainan modern lebih banyak diciptakan untuk melatih kreativitas. Selain itu, permainan modern semacamvideo gamesmalah cenderung bersifat individualis dan memunculkan ego. Sementara permainan tradisional, banyak melatih psikomotorik, pedagogis, psikologis, dan banyak hal yang ada dalam diri manusia. Bukan berarti Komunitas Hong menolak permainan modern. Zaini mengungkapkan, Hong hanya mendampingi anak-anak bermain saja. Permainan modern yang bersifat kebendaan atau lahiriah juga harus diimbangi dengan permainan tradisional yang bersifat batiniah. Sampai saat ini Hong terus berkiprah dan terus mengajarkan anak-anak bermain permainan rakyat. Hong berjalan mandiri dan tidak terpengaruh seretnya dana. Sebulan, ada empat kali pertemuan, setiap pertemuan menghabiskan dana rata-rata sekitar satu juta rupiah. Kocek operasional ini beragam sumbernya, mulai dari dana pribadi Zaini, sumbangan, dan penjualan kaos atau souvenir lainnya. Kiprah Hong yang mandiri dan independen ini rasanya memang patut diberi apresiasi, entah itu hanya berupa puji atau pun dalam bentuk materi. Dalam bentuk pujian, penghargaan memang sudah banyak mengalir, tapi soal materi, jangan harap. Zaini mengungkapkan, para birokrat mulai dari SBY sampai Jero Wacik, pernah ia datangi. Tapi tetap, hanya puji yang didapat. “Waruga na datang, waragadna teu datang. Belum ada bantuan lima rupiah pun,” tuturnya terkekeh. Tapi Hong juga tidak pernah mengharapkan bantuan tersebut. Zaini menegaskan, ada atau tidak ada bantuan, yang penting Hong tetap berjalan. Hong harus mandiri. Mereka yang tidak mandiri itu tidak mengajarkan sesuatu terhadap dirinya. Mengajarkan sesuatu terhadap diri adalah bagaimana saat ia tidak bergantung kepada orang lain. Kalau tidak ingin memberikan manfaat kepada orang lain, setidaknya jangan merugikan orang lain. Zaini juga tidak peduli dengan program-program Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) karena Hong tidak bertentangan dengan Disparbud. Kalo memang program Disparbud sesuai dengan Hong, silahkan saja. Kalau pun tidak, juga silahkan. “Kita tidak dihidupi dan dihidupkan oleh mereka (disparbud)kok,” katanya. Asli Atau Bukan Mengenai akulturasi budaya, dalam konteks permainan, Zaini tidak bisa memastikan apakah Egrang, misalnya, asli Sunda atau bukan. Stanley Hall, seorang ahli mainan Amerika Serikat, mengeluarkan Teori Atapus, teori keturunan yang menyatakan bahwa semua mainan dan permainan di dunia ini adalah sama. Jadi, bukan Sunda saja yang punya egrang, seluruh dunia juga punya. Contoh lain, Engkle. Mulai dari Jepang, Eropa hingga Amerika Latin, juga punya Engkle. Apakah Egrang dan Engkle asli Sunda? Zaini mengatakan, bisa ya bisa tidak. “Saya bisa saja mengatakan Engkle asli Sunda. Karena, menurut Profesor Arsyo Santos, orang Sunda adalahthe lost continentatau Atlantis. Ketika orang-orang Atlantis itu menyebar ke seluruh dunia maka semua mainan dan permainan berasal dari Sunda. Tapi mana bukti otentiknya?” tanyanya penuh semangat. Ia sendiri meyakini, bahwa Egrang bukan berasal dari Sunda. Ia menegaskan, ya dan tidak itu harus dibuktikan dengan data yang otentik. Mengenai percampuran budaya antara Islam dan Sunda, dari segi permainan rakyat Zaini mengaku tidak bisa menjawab. Tapi menurutnya, budaya Islam maupun yang berasal dari Arab, datang dari manapun, tapi memberikan kemaslahatan, keselamatan untuk umat ini dengan budaya yang seperti ini tetap milik kita sampai sekarang ini. Bagaimana dia mengenal Tuhan itu pribadi-pribadi yang bersyahadat. Sejauh mana pribadi dia mengenal Tuhannya adalah sejauh mana dia mengenal Tuhan dalam dirinya. Agama itu data saja, alamat saja, ketika islam ketika Hindu, dll tapi ketika dia mengenal Tuhannya dengan keyakinannya itu urusan pribadi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun