Mohon tunggu...
Rivki Maulana
Rivki Maulana Mohon Tunggu... -

Dinu Kiwari Ngancik Nu Bihari

Selanjutnya

Tutup

Money

Waspada Ancaman Kutu Kebul

5 Juli 2011   10:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:55 2400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13098603751337473824

Oleh : Rivki Maulana dan Heru Pamuji [caption id="attachment_120771" align="aligncenter" width="300" caption="Aleurodicus dugesii atau Kutu kebul"][/caption] Kutu putih raksasa yang pernah memorak-porandakan Afrika ditemukan di Indonesia. Terbawa oleh bahan tanaman impor. Dikhawatirkan menyebar ke seluruh Indonesia dan Asia. Benda itu seperti benang kusut warna putih. Serat-serat benangnya silang sengkarut tak beraturan. Kumpulan serat putih itu menempel di bawah permukaan daun kembang sepatu atauHibiscus. "Ini yang disebut hama kutu kebul. Ia tidak mematikan, hanyangotorin," ujar Prof. Aunu Rauf, guru besar ilmu hama tanaman Institut Pertanian Bogor, ketika ditemuiGatradi Bogor, pertengahan Februari lalu. Yang dimaksud Aunu adalahAleurodicus dugesiiatau lalat putih raksasa. Dalam bahasa lokal Jawa Barat disebut kutu kebul. Pekan lalu,Science Dailymerilis penemuan hama ini oleh Dr. Muni Muniappan, ahli serangga dari Virginia Tech, Amerika Serikat. Muniappan menemukan hama itu di Cipanas, Jawa Barat, lantas mengirim sampelnya kepada ahli taksonomi lalat di California Department of Agriculture. Hasil identifikasi menunjukkan, sampel yang dikirim itu adalah kutu kebul raksasa. Muniappan khawatir hama itu menyebar ke seluruh Indonesia, lantas ke Asia Timur dan Asia Selatan. Pasalnya, reputasi kutu kebul cukup ditakuti. Pada 1980-an, kutu kebul menyerang ketela pohon di Afrika hingga menyebabkan kerugian panen senilai jutaan dolar Amerika dan hampir menimbulkan kelaparan. *** Ketika hama itu ditemukan di Indonesia, kebetulan Aunu terlibat dalam penelitian bersama Muniappan dalam program Integrated Pest Management Collaborative Research Support Program. Aunu menyatakan, hama yang berasal dari Meksiko itu tidak mematikan tanaman, sehingga tak perlu dirisaukan. Meski disebut raksasa, ukuranAleurodicus dugesiitidak terlampau besar, yakni hanya 5 mm. Namun, jika dibandingkan dengan kutu kebul jenis lain, ia jauh lebih besar.Bemisia tabaci, misalnya. Kutu kebul yang menyerang tanaman cabe dan tomat ini hanya berukuran 1 mm. Kutu kebul raksasa juga memiliki keunikan. Sayapnya seperti mozaik, berupa totol-totol hitam. Ini tidak ditemukan pada kutu kebul jenis lain, yang sayapnya hanya berwarna putih polos. Selain itu, serangga ini mengeluarkan sisa pembuangan metabolisme berupa benang lilin yang panjang. "Kalau dilihat, mirip jenggot," ujar Aunu, yang meraih gelar doktor di Universitas Winconsin, Amerika Serikat. Benang lilin itu hanya ditemukan di kutu kebul raksasa. Ciri lain, kutu kebul raksasa senang meletakkan telur dengan membentuk pola lingkaran, tidak serampangan seperti kutu kebul lainnya. Kutu kebul itu hidup pada ketinggian 500-1.300 meter di atas permukaan laut. Hewan itu terbilang cerdas dalam menyerang tanaman. Ahli serangga dari Institut Pertanian Bogor, Dr. Purnawa Hidayat, memaparkan bahwa kutu kebul raksasa menyerang dengan cara mengisap nutrisi pada daun hingga mengering, lalu rontok. "Kalau rontoknya banyak, tanaman bisa mati," ungkapnya. Alhasil, tanaman yang terserang kutu kebul raksasa bisa mengalami penurunan produktivitas. Tak hanya cerdas, kutu kebul raksasa juga pintar berkelit. Ia menempel pada bagian bawah permukaan daun sehingga tidak mudah tersapu air karena melindungi dirinya dengan benang lilin. Selain itu, posisi menempel di bawah permukaan daun membuatnya acapkali luput dari semprotan. Jenis tanaman yang diserang pun beragam, tapi umumnya masuk kategori tanaman hortikultura, yakni sayuran, buah-buahan, dan bunga. Sebagai gambaran, Purnama merujuk pada hasil penelitian mahasiswa bimbingannya. Penelitian yang dilakukan pada 2010 itu menunjukkan bahwa di Bogor dan sekitarnya, kutu kebul raksasa telah menyerang 47 spesies tanaman. *** Untuk melumpuhkan hama tanaman, cara yang lazim digunakan adalah dengan mendatangkan musuh alaminya. Menurut Aunu, ada tiga jenis musuh alami hama, yakni parasitoid, predator, dan cendawan. Ketiganya memiliki mekanisme kerja yang khas dalam memberangus hama tanaman. Parasitoid bekerja seperti parasit. Ia meletakkan telur ke dalam tubuh hama. Kemudian telur itu menetas dan menggerogoti tubuh si hama dari dalam hingga mati. Jika musuh alaminya memakan langsung si hama, itu tergolong cara kerja predator. Adapun cendawan menginfeksi hama dengan penyakit hingga si hama menjadi pesakitan dan akhirnya mati. Untuk kutu kebul raksasa, Aunu mengungkapkan, sudah ditemukan musuh alaminya dari jenis parasitoid. Ia menduga, musuh alami kutu kebul raksasa juga terbawa dari tanaman yang diimpor. Pada saat ini, sampel musuh alami kutu kebul yang ditemukan di lapangan akan dikirim ke Amerika Serikat untuk diidentifikasi. Penemuan musuh alami hama kutu kebul itu cukup melegakan. Menurut Purnama, jika tidak ada musuh alaminya, kutu kebul raksasa akan terus berkembang biak dan bisa mematikan tanaman. Sayangnya, belum diketahui apakah kutu kebul raksasa menjadi vektor pembawa virus. "Kalau ia pembawa virus, lebih berbahaya lagi," ujarnya kepada Rivki Maulana Priatna dariGatra. Contohnya kutu kebul jenisBemisia tabaci, si pembawa virus yang merusak tanaman cabe dan tomat. Pria yang meneliti kutu kebul sejak tahun 2000 itu mengungkapkan,Bemisia tabacimenyebabkan penyakit kuning pada cabe dan tomat. Potensi kehilangan hasil panen akibat penyakit ini adalah 20%-90%. Kutu kebul jenisBemisia, menurut dia, telah menyebar hampir ke seluruh Indonesia, meliputi Jawa, Bali, Sumatera, dan Kalimantan. "Ini masalah serius dan sampai sekarang belum tuntas," tuturnya. Globalisasi Hama Sejatinya, kutu kebul raksasa pernah ditemukan di Indonesia, persisnya di kawasan Puncak, Bogor, pada 2007. Penemuannya pun terbilang tidak disengaja. Purnama mengisahkan, ketika itu ia diundang ke forum APEC "Re-entry Workshop on Identification of Whitefly and Mealybug" di Kuala Lumpur, Malaysia. Sebelum berangkat, ia diminta mengumpulkan koleksi lapangan untuk dibawa ke acara tersebut. Setelah diidentifikasi oleh G.W. Watson, rekannya dari Pusat Identifikasi Hama Tanaman, California Department of Agriculture, Amerika Serikat, terkuaklah bahwa sampel yang ia bawa itu ternyata kutu kebul raksasa. Sebelumnya, hama ini tak pernah dijumpai di Indonesia. Hama asing memang sering masuk ke Indonesia tanpa permisi. Seperti terjadi pada 1933, ketika ditemukan hama bekicotAchatina fulicaasal Afrika Timur. Yang membuat heboh adalah serangan kutu loncat lamtoro(Heteropsylla cubana)pada tanaman lamtorogung di Tapos, Jawa Barat. Pada kurun waktu 1994-2000, masuk tiga spesies hama lalat pengorok daun. Pertama, lalatLiriomyza huidobrensisdari Amerika Selatan, yang menyerang tanaman kentang dan sayuran lain. Kedua, lalatLiriomyza sativae,yang masuk pada 1996 dan merusak tanaman dataran rendah, seperti tomat dan kacang panjang. Ketiga,Liriomyza chinensis,masuk tahun 2000, yang menyebabkan gagal panen bawang merah di Brebes, Jawa Tengah. Hama-hama asing itu masuk ke Indonesia terbawa oleh tanaman yang diimpor dari luar negeri. Menurut Aunu, perdagangan global, khususnya impor tanaman buah segar, dapat menghapus sekat geografis persebaran hama. "Jadi, globalisasi pasar juga dapat menciptakan globalisasi hama," katanya. Awas, Kutu Putih Ganas Bukan kutu kebul raksasa yang harus ditakuti. Menurut Aunu, hama yang lebih ganas adalah kutu putih pepaya (Paracocus marginatus) asal Meksiko. Hama ini pertama kali ditemukan di Bogor pada 2008. Aunu menyatakan, hewan ini tergolong hama polifag dan bisa menyerang 55 jenis tumbuhan. Serangan hama ini menyebabkan penurunan produktivitas hingga 58% dan kerugian ekonomi sampai 88%, karena tanaman mati sebelum dipanen. Selain menyerang pepaya, hama ini juga menyerang kamboja, jarak pagar, dan ubi kayu. Hama ini sudah tersebar ke seluruh wilayah tropis hingga Afrika. Selain itu, ada juga hama kutu putih singkong (Phenacoccus manihoti), yang ditemukan pada 2010 pada tanaman singkong di Bogor. Namun serangan hama ini tidak meluas, karena pada saat ini berlangsung musim hujan yang panjang. Hama kutu putih akan menyerang secara massif pada saat musim kering. Kutu putih singkong bisa berkembang biak tanpa kehadiran kutu putih jantan, sehingga perkembangbiakannya terbilang cepat dan massif. Hama yang berasal dari Amerika Latin itu masuk ke Kongo pada 1973. Tahun 2000, seluruh Afrika terlah terjangkiti hama ganas itu, hingga menimbulkan kerusakan parah pada lahan singkong. Di Thailand, hama itu masuk pada 2009 dan menyerang 200.000 hektare lahan singkong, sehingga produksi singkong pun turun 25%. Untuk mengendalikannya, Thailand mendatangkan musuh alaminya yang berjenis parasitoid, yakniAnagyrus lopezi. Hasilnya, serangan kutu putih singkong bisa diredam.

Sumber : Gatra 12 Maret 2011

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun