Setelah Ahok memutuskan memilih jalur Partai Politik untuk ia jadikan kendaraan dalam Pilgub DKI, tak sedikit para pendukung setia Ahok yang terpental dan tak berhasrat lagi mendukung Ahok. Stigma negatif masyarakat terhadap Parpol itulah yang menjadi faktor mengapa para pendukung Ahok kecewa dan tidak terima jika Ahok maju melalui jalur Parpol.
Padahal, banyak tokoh dan pemimpin yang juga merupakan kader partai politik, tapi ia juga berprestasi dan amanah dalam mengemban tugas rakyat. Tak seperti Ahok, yang selalu berkhianat dan selalu loncat dari parpol satu ke parpol lainnya, hanya demi hasrat klimaks sebuah kekuasaan.
Sebut saja Tri Rismaharini, Ganjar Pranowo dan Presiden Jokowi. Mereka-mereka inilah para pemimpin yang setia terhadap parpol, juga setia terhadap amanah rakyat. Berbeda dengan Ahok, jika sudah resmi mejadi kader suatu parpol dan parpol tersebut memperjuangkannya hingga titik darah penghabisan, tiba-tiba di tengah jalan, Ahok langsung lupa terhadap parpol yang sudah berjasa kepadanya. Partai Indonesia Baru (PIB), Golkar dan Gerindra merupakan partai korban kerakusan Ahok dalam merebut kekuasaan.
Parahnya, Teman Ahok yang sudah berjuang mengumpulkan 1 KTP untuk Ahok agar maju di Pilgub DKI melalui jalur independen, juga menjadi korban kebiadaban Ahok dalam meraih kekuasaan. Dan lebih parahnya lagi, Golkar dan Teman Ahok belum juga kapok sekalipun pernah dikhianati oleh Ahok.
Dalam beberapa bulan ini, isu merebak bahwa Tri Risma Harini sang Wali Kota Surabaya, akan dijagokan oleh PDIP untuk menjadi penantang Ahok di Pilgub DKI mendatang. Langkah ini sangatlah tepat jika PDIP benar-benar akan merealisasikannya. Karena sosok bu Risma berada jauh di atas Ahok. Dalam hal apapun.
Misal, selama memimpin Surabaya, Bu Risma tak pernah membuat keributan dan keriuhan antar warga maupun antar pejabat lainnya. Berbeda jauh dengan Ahok yang hampir setiap bulan berantem dan ribut. Tak hanya ribut dengan pejabat, dengan warga sendirinyapun Ahok seringkali membuat keributan. Kata “bego” “maling” dan bahasa kotor lainnya yang terlontar dari mulut Ahok, menjadi sarapan pagi warga DKI ketika tak sepaham dengannya. Akibat tingkah arogansi sang petahana inilah, Jakarta seolah-seolah menjadi kota paling ribut se Indonesia, bahkan mungkin juga se dunia.
Kemudian dalam hal tata kota misalnya, Ahok justru kalah jauh dengan bu Risma. Walupun seorang perempuan, bu Risma telah berhasil menyulap Surabaya menjadi kota yang indah dan elegan. Taman-taman kota dibangun, sepanjang jalan Kota Surabaya terhiasi dengan bunga dan tertata rapi. Tak seperti Ahok, yang hanya mengklaim dan mengaku-ngaku bahwa sungai jernih di Epicentrum merupakan karyanya sendiri. Padahal, terbantahkan secara telak bahwa sungai jernih tersebut adalah maha karya sang Wali Kota Bandung Ridwan Kamil. Akibat kejadian tersebut, sampai-sampai akun pribadi Ridwan Kamil tiba-tiba dihack oleh tim Ahok, karena mungkin tak kuasa menahan malu karena terbongkar kebohongannya.
Selanjutnya, berbicara masalah proses pemenangan Risma di DKI. Hal itu tak akan sulit bagi partai besar seperti PDIP. Dulu seorang Jokowi yang baru dikenal di Jakarta saja bisa menumbangkan calon incumbent Foke, masak bu Risma yang sudah banyak dikenal warga DKI Jakarta tidak.
Itulah kelebihan Tri Rismaharini sang Wali Kota Surabaya dibanding Ahok sang Petahana DKI Jakarta. Jika Ahok selalu berkhianat dan mencla mencle terhadap partai, serta banyak dibenci masyarakat DKI. Bu Risma justru tetap setia terhadap Partai yang mengusungnya, juga disayangi rakyat karena tetap setia menjalankan apa yang telah diamanahkan rakyat kepadanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H