Mohon tunggu...
Kombes Pol. Budi Hermanto
Kombes Pol. Budi Hermanto Mohon Tunggu... Lainnya - Kapolresta Malang Kota

Akun Pribadi Kombes Pol. Budi Hermanto, S.I.K., M.S.i

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Kisah Perjuangan Katjoeng Permadi: Pertempuran dan Pertahanan pada Garis Van Mook di Pujon

1 Juni 2024   11:14 Diperbarui: 1 Juni 2024   11:17 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Times Indonesia

Kisah perjuangan Ajun Polisi III Katjoeng Permadi mempertahankan garis status quo Van Mook dikenang dengan sebuah monumen di Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang. Monumen ini mencantumkan kalimat "Coba renungkan, kematianku untuk siapa" di bawah Jeep Willys yang digunakan sebagai simbol perjuangan tersebut. Katjoeng, yang baru saja menikah, ditugaskan oleh Jawatan Kepolisian Negara RI untuk menjaga garis demarkasi yang dikenal sebagai Garis Van Mook, hasil dari perjanjian Renville.

Sebagai bagian dari tugas ini, Katjoeng dan rekan-rekannya berada di garis depan, langsung berhadapan dengan wilayah yang diduduki Belanda di Kota Batu selama agresi Belanda kedua. Pada 18 Desember 1948, pukul 23.40 WIB, Belanda mengirim telegram yang menyatakan bahwa mereka tidak lagi terikat dengan perjanjian Renville. Keesokan paginya, pada 19 Desember 1948, pasukan Belanda mulai bergerak dari Batu menuju Pujon dan melakukan serangan. Satu kompi pasukan di bawah pimpinan Kapten Bosch bergerak dari arah Batu menuju Kasembon dengan target Pusat Pembangkit Tenaga Listrik Mendalan.

"Tidak hanya kalah persenjataan, Belanda lebih unggul di bidang telekomunikasi, karena itu meskipun malam Belanda sudah mengirim telegram bahwa tidak terikat lagi dengan perjanjian Renville, pejuang kita tidak ada yang tahu, termasuk Katjoeng Permadi," ujar Sejarahwan dari Universitas Malang (UM), Ari Sapto.

Menurut Ari Sapto, seorang sejarawan dari Universitas Malang (UM), para pejuang Indonesia, termasuk Katjoeng Permadi, tidak mengetahui tentang telegram Belanda tersebut karena kalah dalam hal persenjataan dan telekomunikasi. Tentara Belanda, untuk menghindari jalan utama, melewati rute Batu-Kelet (Pujon Kidul)-Selatan Desa Bian-Bakir-Bendosari-kawasan hutan-Pakan Ngantang-Banu-Sromo-Selorejo. Dalam serangan tersebut, Katjoeng yang menjaga pos status quo ditembak hingga tewas, bersama rekannya Sujadi.

Ari menegaskan bahwa kehadiran Katjoeng di tempat itu menunjukkan kesetiaannya sebagai polisi keamanan yang memiliki jiwa satria, loyal, dan berani. Untuk menghormati jasa-jasanya, Polres Batu mengajukan nama Katjoeng sebagai pahlawan di Kepolisian dan mengusulkan perubahan nama jalan depan Polres Batu menjadi Jalan Katjoeng, agar jasa-jasanya selalu diingat.

Kisah heroik Katjoeng Permadi menjadi simbol dari semangat pengabdian dan keberanian polisi Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjaga keamanan negara. Melalui monumen dan upaya penghormatan lainnya, generasi mendatang diingatkan akan pengorbanan yang dilakukan oleh para pejuang seperti Katjoeng dalam melawan penjajahan dan mempertahankan kedaulatan Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun