Seiring dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa saat sekarang ini, merupakan suatu kemajuan peradaban manusia yang berdampak pada seluruh aspek kehidupan. Dengan kemajuan ini tentu membawa sisi yang positif dan negatif bagi kehidupan manusia. Salah satu bentuk sisi negatifnya adalah semakin berkembang dan beragamnya motif dan bentuk tindak kejahatan. Salah satunya yang tidak luput dari tindak kejahatan tersebut adalah pada dunia bisnis. Dunia bisnis tersebut dijadikan sebagai sarana melakukan tindak kejahatan oleh para pelaku kejahatan, salah satunya adalah tindakan pencucian uang (money laundering), yang memanfaatkan kemajuan kemajuan dan system teknologi.
Pengertian Money launderingsendiri jika merujuk pada UU Nomor. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang didapati  bahwa pencucian uang yang dimaksud adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.
Munculnya praktek pencucian uang (Money laundering) sendiri bukan merupakan hal yang baru. Jika kita melihat kembali pada sejarah pencucian uang (Money laundering) ini, maka praketk pencucian uang ini telah lama ada, dan pencucian uang (Money laundering) dapat dilakukan dengan cara tradisional dan modern. Adapun cara tradisonal telah dipraktekka dibeberapa negara seperti China, India, dan Pakistan. Cara-cara tersebut telah dilakukan sejak lama dan diyakini sampai sekarang masih berlangsung. Â Di China pencucian uang dilakukan dengan memanfaatkan semacam bank rahasia atau disebut hui (hoi)atau The Chinese Chip (Chop), di India dilakukan melalui sistem pengiriman uang tradisional yang disebut hawala,dan di Pakistan disebut hundi. Adapun cara modern dapat dilakukan pada umumnya dilakukan dengan tahapan placement, layering, dan integration.
Menurut Mahyarni (2012) pada awalnya praktek pencucian uang (money laundering) ini mulai muncul sejak tahun 1830 di negara Amerika serikat. Pada waktu itu para mafia di Negara tersebut dalam rangka memutihkan uangnya membeli perusahaan-perusahaan. Perusahaan yang banyak dibeli adalah perusahaan pencucian pakaian (Laundromats)yang waktu itu sangat terkenal. Sedangkan uang yang yang diputihkan tersebut umumnya berasal dari kejahatan seperti uang hasil penjualan minuman keras secara illegal, uang hasil perjudian dan uang hasil pelacuran.
Sebagaimana telah dikemukakan tadi bahwa praktek money launderingini dapat dapat dilakukan dengan cara modern, adapun mekanisme nya modern dapat dilakukan pada umumnya dilakukan dengan tahapan 1. Penempatan (placement): maksudnya uang hasil kejahatan ditempatkan pada bank tertentu yang dianggap aman. 2. Pelapisan (layering): pada tahap ini, uang akan benar-benar dicuci atau diputihkan sehinggan akan menyulitkan dalam penyelidikan, tahap ini dilakukan kegiatan-kegiatan dengan tujuan untuk menghilangkan jejak. 3. Penggabungan (integration): setelah melalui tahap-tahap sebelumnya, maka disinilah tahap terakhir dari money launderingini, dimana pada tahap ini uang hasil kejahatan yang telah dicuci pada tahap pembenaman tersebut dikumpulkan kembali ke dalam suatu proses yang sah, dengan demikian asal-usul uang tersebut akan sangat sulit untuk dilacak.
Adapun hubungan antara praktek pencucian uang (money laundering) dengan perbankan adalah dimana  dalam aktivitas pancucian uang ini terdapat berbagai modus yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan tersebut untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan tersebut, salah satunya adalah dengan memasukkan hasil tindak pidana tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system), terutama ke dalam sistem perbankan. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa lembaga keuangan perbankan digunakan oleh para pelaku kejahatan money laundering tersebut untuk melakukan aktivitasnya?
Jika melihat pada aktivitas bank, bank merupakan lembaga keuangan yang memiliki fungsi utama dalam menghimpun, menyimpan, dan menyalurkan dana nasabah (masyarakat) dan kemudian menyalurkan kembali kepada masyarakat, dengan menawarkan berbagai jenis jasa transaksi keuangan khususnya transfer antar bank secara cepat. Namun jika melihat pada fungsi perbankan, maka tidak menutup kemungkinan lembaga perbankan digunakan sebagai sarana untuk menyimpan harta yang berasal dari tindak pidana. Salah satunya adalah tindakan pencucian uang (money laundering),
Bank dalam pengelolaannya menjunjung tinggi prinsip rahasia bank yang ketat (private banking) dan juga bank banyak menawarkan jasa dalam lalu lintas keuangan yang dapat menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul dana. Hal inilah yang menjadikan perbankan pilihan yang cukup menarik bagi pelaku pencucian uang untuk memasukkan dana hasil kejahatannya. Selain itu target dari pelaku Money laundering adalah negara-negara yang mempunyai ketentuan yang minim dalam bidang perbankan, yaitu negara yang masih menjunjung tinggi prinsip rahasia bank yang ketat. Pada prakteknya keterlibatan perbankan dalam aktivitas pencucian uang dapat dilakukan dengan berbagai cara, mislanya: Menyimpan uang hasil kejahatan dengan nama palsu, Menggunakan fasilitas transfer, Menukar pecahan uang hasil perbuatan illegal yang lebih besar atau yang lebih kecil, Pemalsuan dokumen-dokumen yang bekerjasama dengan oknum pejabat bank terkait, misalnya melakukan transfer ekspor impor fiktif dengan menggunakan L/C, Menyimpan uang dalam bentuk deposito, tabungan, giro, dan beberapa praktek lainnya.
Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari tentu tidak dapat dilepaskan apakah praktek tersebut merupakan perbuatan yang dibolehkan atau dilarang dalam Islam. Adapun praktek pencucian uang dalam perspektif Islam meupakan perbuatan yang dilarang dan diharamkan. Alasan pengharamannya adalah dapat dilihat dari dari proses memperolehnya, uang diperoleh melalui perbuatan yang haramkan (misalnya dari judi, perjualan narkoba, korupsi, atau perbuatan curang lainnya) dan proses pencuciannya, yaitu berupaya menyembunyikan uang hasil kemaksiatan dan bahkan menimbulkan kemaksiatan dan kemudharatan.
Pengharam praktek ini tentu tidak serta merta dapat dikatakan haram atau tidak diperbolehkan dalam Islam, melainkan penghukuman keharaman praktek ini berdasarkan pengkajian terhadap prinsip-prinsip dan etika bisnis Islam. Dimana prinsip-prinsip bisnis Islam melarang adanya pelampaun batas, hingga membahayakan kesehatan lahir dan batin manusia, diri sendiri maupun orang lain, sebagaimana dalam (Al Quran surat Al-A’raf ayat 31), prisip berikutnya adalah pelaranagan menimbun-nimbun harta tanpa bermanfaat bagi sesama manusia sebagaimana dalam (Al Quran surat At-Taubah ayat 34), selain itu juga adanya pelarangan kepemilikan harta orang lain tanpa sah.
Selain mengkaji pada prinsip-prinsip ekonomi Islam, dalam menetapkan hukum pengharamannya juga dapat dilihat pada Etika Bisnis Islam dimana dalam melakukan usaha, dilarang  menempuh usaha-usaha yang haram. Dimana dalam etika bisnis islam adanya pelarangan:
- Riba: riba adalah sesuatu yang diharamkan dalam Islam sebagaimana dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah: 278.
- Judi: judi merupakan sesuatu yang diharamkan dalam Islam, sesuai dengan ayat Al-Qur’an Surah Al-Maidah: 90.
- Berlaku curang: hal ini juga dilarang dalam Islam sebagaimana dalam Q.S.Al Muthaffifin: 1-4.
- Perbuatan Bathil: pelarang perbuatan ini sesuai dengan Q.S. Al-Baqarah 188.