Mohon tunggu...
Bugi Kabul Sumirat
Bugi Kabul Sumirat Mohon Tunggu... Seniman - author, editor, blogger, storyteller, dan peneliti di BRIN

panggil saja Kang Bugi. Suka nulis, suka ngevlog, suka ndongeng bareng si Otan atau si Zaki - https://dongengsiotan.wordpress.com. 📝: bugisumirat@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Paupau Ri Kadong, Membukukan Tradisi Lisan Sulawesi Selatan

14 Juni 2017   12:13 Diperbarui: 14 Juni 2017   17:15 974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beruntung beberapa waktu lalu (tepatnya hari Rabu, 10 Mei 2017) saya dapat menghadiri suatu even yang sangat bermanfaat bahkan dapat dikategorikan sebagai fenomenal, yaitu acara bedah buku yang diselenggarakan oleh Dinas Perpustakaan Kota Makassar.

Acara ini dilaksanakan di Hotel Yasmin, Makassar  dan membedah buku terbitan Dinas Perpustakaan Kota Makassar - bekerja sama dengan Pustaka Refleksi yang merupakan karangan Nurdin Yusuf, Sherly Asriany dan Ridwan. Buku  yang berjudul Paupau ri Kadong ini menjuluki dirinya sebagai buku yang berisikan tradisi lisan Sulawesi Selatan, yang juga berfungsi sebagai sarana hiburan dan pendidikan. Buku ini dibedah secara tunggal oleh Dr. Muhlis Hadrawi, seorang pakar sastra Bugis dari Universitas Hasanuddin dan dimoderatori oleh Tulus Wulan Juni dari Dinas Perpustakaan Kota Makassar.

Saya sebut beruntung, mengingat bahwa sebagai pegiat literasi, kegiatan seperti ini menjadi soul-fed atau makanan jiwa yang diperlukan. Mendengarkan sesuatu yang bersifat 'abstrak' (petuah atau nasihat adalah sesuatu yang dapat 'dirasakan' tapi tidak tampak wujudnya karena yang namanya petuah atau cerita kan tidak tampak bendanya tapi dapat dirasakan melalui indra pendengaran kita. Jiwa pun bersifat 'abstrak', jadi cocoklah cerita-cerita atau tuturan ini merupakan makanan jiwa yang bila didengarkan dan berdampak positif maka ia merupakan makanan jiwa yang cocok yang menyehatkan.

Paupau ri Kadong itu sendiri dapat diartikan sebagai pitutur atau cerita yang diiyakan (pendengarnya akan mengangguk-anggukkan kepalanya bila sedang diceritakan) bila didengar atau diperdengarkan kepada yang mendengarkannya. Begitulah kira-kira arti sebenarnya yang mendekati, seperti dituturkan langsung oleh penulisnya.

Sebagai selayaknya sebuah cerita atau pitutur, cerita-cerita yang terkoleksi secara apik dalam buku Paupau ri Kadong ini awalnya terlepas liar diantara para penuturnya, dari mulut ke mulut, dari generasi ke generasi, tidak mengalami suatu proses yang disebut pencatatan apalagi terbukukan dengan baik dan terawat.

Para pembicara dalam acara bedah buku
Para pembicara dalam acara bedah buku
Seperti saat ditanyakan kepada penulis utama buku ini, Nurdin Yusuf, bagaimana proses hingga buku ini terbentuk. Ia dengan gamblang menceritakan secara singkat bagaimana proses penyusunan buku ini dilakukan. Hal ini menurut saya menjadi penting diketahui karena ini terkait dengan pitutur lisan, dapat sebagai proses pembelajaran bagi mereka - para penulis dan informasi ini tidak terdapat dalam buku tersebut.

Nurdinpun kemudian menjelaskan bahwa ia memulai pengumpulan informasi (riset) cerita-cerita yang beredar di masyarakat sudah sejak lama. Dimanapun, kapanpun, bila ia mendengar ada yang mengetahui sebuah pitutur lisan setempat dan di saat itu, ia belum memiliki informasi tersebut, iapun kemudian akan langsung meminta kesediaan si pemberi informasi itu untuk direkam tutur lisan yang disampaikannya. Dengan cara ini, Nurdin, yang putrinya juga menjadi co-author dalam buku tersebut, berhasil mengumpulkan ratusan tutur lisan masyarakat Sulawesi Selatan. Namun, bencana banjir besar beberapa tahun lalu memusnahkan sebagian besar hasil risetnya itu, rekaman-rekaman yang telah dikumpulkannya. Untuk itu, diperlukan riset ulang untuk beberapa cerita tradisi lisan tersebut yang dirasa penting dan akan menjadi bagian dari buku Paupau ri Kadong.

Yang menarik pula dari lahirnya buku ini adalah bahwa penulis  kedua, Sherly Asriany adalah anak kandung dari penulis pertama. Menurut Nurdin, yang di usia tuanya ini masih nampak aktif dan enerjik, peran Sherly dalam penulisan buku adalah memberikan resume atau pandangan awal terhadap setiap tutur lisan yang telah ditransformasi menjadi bentuk artikel tersebut. Keseluruhan cerita yang ada dalam Paupau adalah sebanyak 23 cerita. Ini berarti Sherly berkontribusi terhadap 23 resume artikel yang ada. Sherly yang sehari-harinya berprofesi sebagai dosen ini mengaku sangat senang dan menikmati tugasnya berkontribusi dalam proses penyusunan buku dan membantu ayahanda tercinta.

Tradisi lisan yang berkembang di Sulawesi Selatan merefleksikan kekayaan, perkembangan dan kondisi budaya setempat atau budaya lokal, sekaligus kearifan lokal. Menuliskannya menjadi sebuah buku merupakan suatu usaha yang patut dipuji dan harus didukung. Karena belum banyak yang melakukan upaya ini padahal pitutur lisan skala lokal sangat lah banyak dan belum 'tercatat'. Upaya ini menunjukkan suatu bentuk terhadap pelestarian (dalam bentuk pencatatan atau pendokumentasian) dan pengembangan proses budaya dan kebudayaan yang merupakan khasanah kekayaan lokal (Sulawesi Selatan) dan juga merupakan aset bangsa.

Hal yang menarik lainnya adalah bahwa di Makassar, Dinas Perpustakaan Kota Makassar telah menginisiasi dan mengembangkan program Dongkel (dongeng keliling) with mobile library yang menjadi salah satu pemenang dari "Top Inovasi 99 Pelayanan Publik 2017". Makassar memenangkan dua dari 99 pelayanan publik top 2017, yaitu Dongkel with mobile library (inovasi Dinas Perpustakaan Kota Makassar) dan Lorong Sehat (Longset) - inovasi Dinas Kesehatan Kota Makassar, dimana kedua program ini berhasil menyingkirkan program dari kota-kota terkemuka di Indonesia.

Beberapa pendongeng kota Makassar yang tergabung dalam Dongkel with Mobile Library
Beberapa pendongeng kota Makassar yang tergabung dalam Dongkel with Mobile Library
Program Dongkel with mobile library ini memiliki tujuan untuk meningkatkan secara maksimal minat baca warga, utamanya dikalangan pelajar. Disebut dongeng keliling, karena program ini memang melibatkan pendongeng-pendongeng andalan kota Makassar yang sudah didaftar oleh Dinas Perpustakaan Kota Makassar. Pendongeng-pendongeng ini akan bersama-sama perpustakaan keliling mengunjungi sekolah-sekolah yang telah mendaftar untuk minta dikunjungi. Sebelum perpustakaan keliling membuka 'warung bukunya', didahului oleh aksi yang menarik dan memikat dari para pendongeng ini. Langkah ini untuk makin membuat anak-anak pelajar yang kedatangan tim dongkel, tertarik untuk membaca buku-buku yang tersedia di perpustakaan keliling itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun