Untuk kesekian kalinya saya berkesempatan mendongeng di luar kota Makassar. Setelah sebelumnya pernah mendongeng di luar kota Makassar, seperti di Kabupaten Toraja Utara, Kabupaten Takalar, Jakarta dan kali ini giliran Kabupaten Bulukumba yang saya datangi mendongeng.
Tepatnya memenuhi undangan Ketua Komite Sekolah SDN 18 Palangisang, di Kecamatan Ujung Loe, Kabupaten Bulukumba, pada hari Sabtu lalu - 4 Maret 2017, mendongenglah saya di sana dengan penerimaan yang luar biasa sekali dari pihak sekolah.
Ibu Kepala Sekolah SDN 18 Palangisang, Hartatiyah, SPd., MM., sangat welcome terhadap kegiatan usulan Komite Sekolah ini. Kegiatan mendongeng inipun difasilitasi dengan baik. Mendongeng dibagi kedalam 2 (dua) sesi, yaitu sesi pertama untuk kelas 1 -3 dan sesi berikutnya diperuntukkan bagi siswa-siswa kelas 4 dan 5.
Saya sendiri, seperti biasa, selalu harap-harap cemas bila akan memulai mendongeng. Cemas bila dongeng yang saya lakukan kurang mendapat respon dari para siswa, artinya, dongeng yang saya berikan berarti tidak atau kurang menarik bagi mereka, nah, bila ini yang terjadi, berarti 'disaster' atau bencana bagi si pendongeng itu sendiri. Si pendongeng kurang berhasil menjalankan misinya.
Mendongeng, bagi saya, hampir sama dengan kegiatan nge-blog, harus memiliki message serta nilai tambah bagi penikmat dongeng (untuk mendongeng) dan bagi pembacanya (untuk sebuah tulisan di blog, seperti di Kompasiana ini). Apalagi, penanaman nilai-nilai yang dilakukan sejak dini, salah satunya adalah melalui kegiatan mendongeng, berdasarkan hasil penelitian, memiliki andil dalam perubahan sosial di masa depan.
Beberapa prinsip yang saya lakukan dalam mendongeng adalah antara lain, dongeng harus:
- Dapat membahagiakan
- Dapat menghibur dan mengesankan
- Dapat memberikan nilai tambah
- Dapat mengedukasi
- Bersifat interaktif, serta
- Dapat mendorong berkembangnya daya imajinasi anak.
Untuk mencapai prinsip-prinsip tersebut, saya biasanya menyusun skenario ringkas sebelum mendongeng, menyiapkan materi mendongeng ditambah beberapa buah lagu serta memperhitungkan kira-kira berapa waktu yang diperlukan untuk mendongeng tersebut (biasanya berkisar 30 - 45 menit untuk satu sesi mendongeng).
Alhamdulillah, saat mendongeng di Kabupaten Bulukumba tersebut, tanggapan yang saya terima sangat baik sekali. Dari mulai peneriman pihak Komite sekolah, Kepala Sekolah, para guru hingga respon-respon heboh siswa-siswi yang saya dongengi, cukup signifikan untuk membalas kelelahan perjalanan yang cukup jauh Makassar - Bulukumba. Apalagi dikatakan bahwa momen ini merupakan pertama kalinya seorang pendongeng datang ke sekolah tersebut dan bahkan untuk wilayah kabupaten Bulukumba secara keseluruhan.
Saat mendongeng, saya mencoba secara spesifik 'menitipkan pesan' dalam episode-episode mendongeng yang saya lakukan. Untuk even mendongeng kali ini, saya menitipkan pesan-pesan yang lebih mengarah kepada pentingnya menjaga kelestarian alam dan lingkungan, termasuk flora dan faunanya serta pentingnya anak-anak memiliki cita-cita sejak kecil.
Anak-anak tersebut sangat responsif dan interaktif sekali, bersedia terlibat sangat aktif dalam dialog interaktif yang saya berikan saat mendongeng. Tidak canggung-canggung pula mereka bernyanyi, berjoget, tertawa bersama-sama. Suasana meriah dan yang terpenting, anak-anak bahagia, para guru dan kita semuapun berbahagia yang terlihat dari apa yang mereka sampaikan, respon serta pancaran dari wajah mereka.
Seperti biasa si Otan - boneka tangan yang selalu menemani saya mendongeng turut berperan konstruktif dalam menciptakan suasana dongeng yang segar. Anak-anak sangat penasaran dengan celotehan si Otan dan mungkin agak geli-geli bagaimana gitu melihat ada boneka Orang Utan sebesar itu. Anak-anak itu sangat ingin memegang tubuh si Otan. Diluar ruanganpun, selepas mendongeng, anak-anak itu berkumpul di sekitar ruang guru, tempat saya (dan Otan) beristirahat, sambil memanggil-manggil nama si Otan, "Otan …. Otan … Otan." Ah anak-anak, kalian sungguh menggemaskan, dan saya yakin si Otanpun tentu akan berpendapat demikian lho.