Di dalam tulisan ini, ada sedikit cerita, bagaimana kami sekeluarga mengetahui kiprah luar biasa kakek kami di dalam dunia persepakbolaan tanah air, dari sebuah informasi yang ada dalam sebuah buku.
Kakek kami, Almarhum bapak Raden Moestaram bin Natadiwidjaja, yang kadang namanya ditulis dalam ejaan baru sebagai Mustaram, ternyata merupakan seorang pemain bola terkenal dizamannya, zaman penjajahan Belanda dulu. Informasi tersebut kami peroleh setelah kami mengetahui nama Moestaram atau biasa disapa dengan nama kecilnya, yaitu Moes (kami menyebutnya dengan Aki Moes - Aki merupakan sebutan untuk kakek dalam Bahasa Sunda), disebut-sebut dalam buku karya Eddi Elison yang terbit tahun 2013 yang berjudul: 'Soeratin Sosrosoegondo Menentang Penjajahan Belanda dengan Sepak Bola Kebangsaan.'
Lebih lanjut Eddi memaparkan dalam bukunya itu, sebuah kisah bersejarah tentang Moestaram yang terjadi pada medio bulan Agustus tahun 1937, yaitu sebagai berikut:
...saat itu persiapan PSSI untuk membentuk tim hanya dua hari. Sehingga PSSI kesulitan untuk memanggil pemain dari berbagai perserikatan, sampai akhirnya terpilih 12 pemain. Rinciannya, delapan pemain dari Surakarta (Maladi, Soemarjo, Soewarno, Handiman, Kemi, Soeharto, Soetris, Jazid), tiga dari Cirebon (Sardjan, Moestaram, Ahoed), dan satu pemain lagi berasal dari Yogyakarta (Djawad). Mereka lah skuad pertama timnas Indonesia yang murni dipilih oleh PSSI. Meski dibentuk dalam waktu singkat, ternyata timnas yang dibentuk PSSI tersebut mampu memberikan kejutan dengan mengimbangi Nan Hua, yang saat itu merupakan salah satu klub besar di Cina, dengan skor 2-2. Berdasarkan reportase koran Sin Tit Po (9 Agustus 1937), Nan Hua yang saat itu diperkuat pemain legendaris Lee Wai Tong, sempat unggul lebih dulu lewat gol Shiu Wing. Skor 1-0 bertahan hingga babak pertama berakhir. Pada babak kedua, Indonesia sempat berhasil membalikkan kedudukan lewat dua gol yang dicetak Moestaram. Sayang, beberapa menit sebelum pertandingan selesai, King Cheung berhasil membawa Nan Hua menyamakan kedudukan menjadi 2-2....
Horeeee.... ternyata luar biasa ya Aki Moes ini. Di momen yang bersejarah tersebut, Aki Moes dapat menciptakan gol balasan yang nggak tanggung-tanggung, Aki Moes menciptakan 2 (dua) gol berturut-turut di babak kedua yang membuat pertandingan itu menjadi seri, dua sama.
Untuk sebuah tim yang saat itu dibentuk dengan persiapan yang sangat singkat, hasil tersebut tentulah sangat membanggakan. Warbiasah Aki, salutku padamu. Sangat betul pula apa yang disebutkan di buku itu, yaitu bahwa momen tersebut dapat dikategorikan sebagai sebuah momen perjuangan kebangsaan.
Kalau tidak membaca informasi seperti yang disampaikan di dalam buku itu, kami tidak mengenal prestasi Aki Moes di kancah persepakbolaan tanah air. Karena memang di dalam keluarga, tidak ada yang tahu mengenai hal itu. Ibu saya saja, yang merupakan putri kedua dari Aki Moes ini, saat saya bacakan ke beliau kutipan buku di atas, bahwa nama Aki Moes disebut-sebut dalam buku tentang Soeratin tersebut, terlihat bulir air mata menggelantung di kedua kelopak matanya.
Ninin Ade (Ninin adalah sebutan untuk nenek dalam bahasa Sunda) seakan dibawa kembali ingatannya ke masa berpuluh-puluh tahun yang lalu. Ninin Ade sendiri tidak mengetahui sepak terjang Aki Moestaram yang membanggakan tersebut. Memang semua keluarganya tahu tentang hobi bola Aki Moes ini (Saat itu Aki Moestaram memang tinggal dan bekerja di Cirebon dan tergabung dalam Klub Sepak Bola Daerah Cirebon). Mengerti pula kalau beliau itu adalah pemain yang handal di tim sepak bola PSSI - pemain nasional, yang saat itu berusia sekitar 25 tahun.
Tahu juga kalau Aki Moes, yang dilahirkan di Sumedang tanggal 2 Oktober 1912 ini sangat keranjingan dengan sepak bola. Tapi informasi yang dimiliki keluarga terkait prestasi-prestasi beliau sangatlah minim. Informasi seperti yang ditulis dalam buku itu tidak diketahui keluarga.
Hal ini dapat dimungkinkan terjadi disebabkan oleh antara lain karena Aki Moestaram meninggal di usia yang relatif muda yaitu 42 tahun karena serangan jantung. Beliau meninggal dunia pada tanggal 8 Agustus 1955. Saya sendiri, juga kakak dan adik saya, bahkan almarhum bapak saya, belum pernah bertemu langsung dengan beliau. Karena saat alm ayah saya menikahi ibu saya, Aki Moes sudah lama wafat. Pada saat Aki Moes wafat, putra-putrinya masih kecil-kecil.