Si Gaga adalah nama gajah yang paling senior di Pusat Penangkaran Gajah KHDTK Aek Nauli, Provinsi Sumatera Utara. Yang dimaksud paling senior ini adalah bahwa Gaga - yang berjenis kelamin jantan ini adalah gajah tertua diantara keempat ekor gajah yang ada di pusat penangkaran gajah tersebut. Umur Gaga saat ini sekitar 30 tahun. Untuk ukuran gajah, usia 30 tahun ini masih termasuk setengah dari kebiasaan usia gajah yang menurut hasil penelitian dapat mencapai usia hingga 60 tahunan itu.
Selain Gaga, di pusat penangkaran yang berada di bawah naungan Badan Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini ada Lidya - gajah betina berusia 25 tahun, Rere - 22 tahun, dan yang termuda Nilam - 15 tahun. Dari empat gajah tersebut hanya Gaga yang berkelamin jantan. Diharapkan, dengan komposisi demikian, Gaga dapat menjadi pejantan bagi para gajah betina tersebut dan menghasilkan keturunan-keturunan gajah berikutnya di lokasi penangkaran. Dengan demikian, maka akan menambah jumlah gajah sehingga program penangkaran gajah tersebut akan berhasil.
Keakraban antara gajah-gajah itu dengan pawangnya sangatlah erat. Mereka sudah bagaikan saling bersaudara - walau spesies berbeda, yang satu manusia dan yang satu gajah. Mereka saling terikat dan saling terkait. Serta, jangan lupa, gajah, disamping merupakan hewan yang sangat tinggi daya ingatnya, tetapi mereka juga perasa dan senang bermain. Kalau di dunia hewan, gajah itu keinginan bermainnya, boleh disamakan dengan anjing. Lucu ya.
Aku dan Gaga sudah menyatu, selama 5 tahun hubungan keterikatan kami. Kalau aku sedang di atas punggungnya, Gaga paling senang menaikkan belalainya dan minta saya elus-elus. Bila saya tidak melakukannya, ia seperti merajuk ngambek. Demikian pula saat dimandikan. Gaga paling suka bila aku menyikat di bagian kepalanya lebih lama, menggosok-gosokkannya dengan rerumputan. Bila tidak, ia tampak merajuk dan kadang saya dibawanya tenggelam/menyelam hingga basahlah seluruh tubuh. Tapi setelah itu ia tampak senang (mungkin tertawa dalam ukuran manusia) dan menggoyang-goyangkan kepalanya.
Kalau Gaga sedang sakit - terlihat dari penampilannya yang terlihat seperti lesu atau kurang bergairah, akupun seperti mendadak sakit pula. Badan menjadi mengikut tidak sehat. Hingga datang dokter hewan yang sehari-hari turut mensupervisi kegiatan kami. Setelah Gaga sehat kembali, akupun seger kembali. Aneh ya? Tapi begitulah hubungan gajah dengan pawangnya.
Waktu cutiku seminggu dan biasanya sudah diatur oleh kantor, siapa yang harus tinggal berjaga selama lebaran yang juga musim liburan itu. Biasanya kantor menggilir kami di setiap lebarannya. Jadi cuti kami bisa di geser atau digilir, lebaran ini siapa yang cuti, lebaran depan siapa yang cuti. Tapi beruntung, saya selalu pulang cuti saat lebaran, karena tidak semua ingin pulang saat lebaran, sebagian ingin cutinya setelah lebaran saja, tidak pada saat cuti lebaran. Aku sulit kalau begitu, karena ibuku sudah tua di kampung dan beliau sangat senang saat lebaran anak-anaknya kumpul.
Kalau sudah saatnya aku berangkat cuti, aku biasanya mendekap erat kepala Gaga dan saya bisikkan di telinganya,"Gaga jangan rewel ya, jangan nakal ya, nurut sama pawang yang lain - aku cuti dulu, nggak lama kok cuma seminggu aja." sambil aku tepuk-tepuk pipinya. Kadang aku nggak bisa menahan air mata yang mau tumpah ini karena harus berpisah dengan Gaga. Dan, percaya atau tidak, kulihat Gaga sepertinya memahami semua arti pelukanku serta arti ucapan-ucapan perpisahanku, dan kulihat mata Gagapun berkaca-kaca.
Ucapan perpisahan seperti itu nampak manjur untuk Gaga, karena aku dengar kamu nggak pernah nakal kalau aku tinggal. Gaga, jangan nakal ya, aku cuti lebaran dulu - menyambut hari nan fitri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H