Ngabuburit itu sendiri - yang berasal dari Bahasa Sunda, dengan asal kata 'burit' memiliki arti sore hari. Maka, ngabuburit berarti melakukan kegiatan di sore hari. Waktu berbuka puasa kan saat matahari terbenam di ufuk Barat, cocoklah digunakan istilah ngabuburit, yaitu melakukan kegiatan di sore hari, kegiatan menjelang berbuka puasa.
Di bulan Ramadan ini, saya lebih sering menunggu waktu berbuka puasa bareng keluarga di rumah, sambil mengisi dengan kegiatan yang ringan-ringan dan santai saja. Pulang kantor jam 15.00 WIB. Biasanya sih, saya langsung pulang ke rumah. Nonton TV dan buka laptop. Buka laptop karena cari-cari ide atau nyambung nulis lagi untuk konsumsi tulisan di Kompasiana. Maklum, kan sekarang saya sedang getol-getolnya mengikuti event THR (Tunjangan Hari Raya) Kompasiana atau tebar kisah Ramadan dengan hastag utamanya #samberTHR.
Yang harusnya deadline tulisan adalah sebelum pukul 23:59 WIB, tapi karena sikon (situasi dan kondisi) seperti di atas tersebut, yah kadang lewat-lewat sedikit deh. Semoga sikon seperti ini dapat dimaklumi oleh admin Kompasiana yang bertanggung jawab terhadap even THR Kompasiana ini dan dapat tetap mengikut sertakan tulisan-tulisan saya tersebut kedalam lomba dalam event tersebut. Hopefully .... ;)
Namun, terlepas dari ada lomba atau tidak. Event THR Kompasiana ini sangat bermanfaat dalam men-challenge setiap Kompasianer untuk memiliki kebiasaan dalam menulis.
Bayangkan, membentuk kebiasaan satu hari satu tulisan, wow, luar biasa sekali. Sepertinya, dalam perjalanan saya sebagai seorang blogger dan vlogger, baru kali ini saya berusaha menciptakan sikon seperti ini, menulis terus dengan topik yang berbeda-beda dan mempostingnya di Kompasiana. Sesuatu banget deh buat saya. Semoga kebiasaan baik ini dapat diteruskan di waktu-waktu setelah Lebaran berakhir nanti.
Terbentuk kebiasaan atau sikon semangat menulis terus di Kompasiana yang tanpa event atau lomba, namun tetap produktif. Karena memang tingkat kesulitannya itu sangat tinggi, terutama dari sudut pandang saya adalah masalah waktu. Ya, menyediakan waktu untuk menulis sehari satu tulisan .. Sangat sulit. Terlebih untuk saya yang siang harinya sudah habis waktunya di kantor.
Jadi, di Ramadan ini, sore hari saya gunakan untuk ngulik ilmu. Ngulik itu sendiri, yang berasal dari bahasa Sunda, berarti mempelajari secara mendalam sendiri. Jadi, nguik ilmu dalam hal ini adalah sore hari, pulang kantor, saya belajar secara mendalam sendirian. Dan memang demikianlah yang saya lakukan. Proses mencari ide serta proses men-draft tulisan untuk dimuat di Kompasiana adalah proses pencarian ilmu. Orang ingin menulis itu berarti orang tersebut harus pandai pula membaca, agar tulisannya bernas dan berisi. Bukan tulisan kosong.
Ngulik ilmu lainnya adalah ngulik ilmu agama Islam dengan cara mendengarkan ceramah Agama Islam yang bertebaran di tv-tv selama Ramadan ini. Biasanya di sore hari, menjelang berbuka, penceramah kesayangan saya, yaitu Prof. Quraish Shihab dan ustad Wijayanto, menyampaikan tausiahnya. saya jarang melewatkan. Sambil mendengarkan, sambil saya pula melihat di Al Quran ataupun mencari di internet tentang ayat-ayat Al Quran yang disebutkan maupun topik atau hal-hal yang disampaikannya dalam ceramah tersebut. Hal tersebut saya lakukan agar saya dapat memperolah manfaat lebih luas lagi dari topik yang sedang disampaikannya.
Sore hari menjelang berbuka - saat ngabuburit, menjadi waktu yang sibuk bagi saya untuk ngulik ilmu. Kesibukan akan berlanjut di malam/dini hari saat saya merampungkan tulisan untuk diposting di Kompasiana yang akan diikutkan dalam event THR Kompasiana, seperti yang saya lakukan saat ini, merampungkan tulisan untuk memenuhi target #THR2019hari15 sementara jam sudah menunjukkan waktu pukul 00:41.
Yuk kita ngulik ilmu sesuai dengan kebiasaan dan kemampuan kita masing-masing. Yang penting adalah keilmuan kita akan terus meningkat dari waktu-ke waktu.