Mohon tunggu...
Bugi Kabul Sumirat
Bugi Kabul Sumirat Mohon Tunggu... Seniman - author, editor, blogger, storyteller, dan peneliti di BRIN

panggil saja Kang Bugi. Suka nulis, suka ngevlog, suka ndongeng bareng si Otan atau si Zaki - https://dongengsiotan.wordpress.com. 📝: bugisumirat@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menggunakan 'Kekerasan' dalam Mendidik, Apakah Dibenarkan?

6 Mei 2016   06:58 Diperbarui: 6 Mei 2016   07:27 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak harus bebas dari kekerasan

… sedikit catatan pengalaman dari Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2016 yang lalu…

Bertepatan dengan Hari pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei 2016 yang lalu, saya mendongeng di sebuah sekolah dasar negeri di kawasan padat penduduk di Jakarta Pusat. Saya mendongeng di kelas satu. Seperti biasa, saya ditemani si Otan, boneka tangan Orang Utan yang akhir-akhir ini kerap menemani saya mendongeng.

Ada beberapa hal yang menarik perhatian saya saat saya mendongeng di kelas satu tersebut, antara lain:

  • Sekolah memiliki murid yang padat sekitar 40 orang per kelas.
  • Walau di kelas satu, tetapi rata-rata muridnya luar biasa ‘heboh’. Heboh di sini dengan konotasi sangat aktif, kelihatannya sulit diatur dan berkomentar bebas – seperti komentar yang lebih tua dari usianya.
  • Dan yang paling mencuri perhatian saya adalah sang guru/wali kelas, yang selalu memegang sebotol kecil balsem di tangannya.

Kelas yang ‘ribut’ atau super aktif itu – menurut ukuran saya, biasalah, tapi memang tidak seheboh audiens anak-anak yang biasa saya hadapi sih. Awalnya saya langsung berpikir…. “hmhm nampaknya perlu ekstra energi nih mendongeng di kelas yang seperti ini…”

Tapi Alhamdulillah, keberadaan si Otan dan ‘perilakunya’ dapat ‘menggiring siswa-siswa kelas satu tersebut sesuai skenario dongeng, walau ada sedikit modifikasi yang disesuaikan dengan sikon saat itu, menyanyi bersama yang akhirnya diperbanyak. Tak mengapalah, saya dan si Otan berusaha menikmati suasana kelas seperti itu. Just enjoy it, mate! Sehingga padatnya kelas, dan kehebohan mereka justru menjadi bagian dari mendongeng saya.

Kemudian, sebotol balsem di tangan bu guru wali kelas tersebut sesekali mencuri perhatian saat saya mendongeng. Ibu guru ini sakit perut atau kenapa ya sehingga sebotol balsem itu selalu ada dalam genggamannya? Tapi rupanya balsem itu bukan untuk dirinya. Saya perhatikan, bila anak-anak sudah mulai terlihat diluar kendali saat saya mendongeng, si ibu guru itu akan muncul di pintu masuk kelas dan mengacungkan botol kecil balsem itu ke arah si murid yang sedang berulah itu…. dan … si muridpun kemudian berhenti membuat ulah. Ups … ternyata bukan untuk dirinya balsem itu, tapi untuk murid-murid yang nakal. 

Penasaran, setelah selesai mendongeng saya tanya ibu guru tersebut,”Bu, balsem di tangan ibu untuk apa gunanya?”

“Oh ini teknik saya untuk menenangkan kelas, untuk membuat diam anak-anak yang nakal atau rebut. Kita harus tahu teknik menghadapi anak-anak.” Demikian jawab ibu guru tersebut.

“Caranya bagaimana, bu?” Tanya saya dengan penuh rasa penasaran.

“Mudah ko, pertama-tama saya ingatkan mereka agar tidak membuat ulah. Bila masih tidak mau mendengarkan omongan saya, saya oleskan balsem tersebut di bibir/mulutnya. Panas lho kan, nah mereka akan diam nantinya. Sehingga begitu saya acungkan balsem ini, biasanya mereka langsung pada diam atau memperhatikan omongan saya.” Begitu penjelasannya rinci.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun