[caption id="attachment_341839" align="aligncenter" width="300" caption="Transaksi di pasar Cekkeng"][/caption]
Pasar Cekkeng yang terletak di tepi pantai Merpati yang bersinggungan langsung dengan laut Sulawesi merupakan pasar tradisional yang layak dikunjungi karena kekhasannya. Kami sendiri (saya dan teman-teman kantor, jika ada tugas ke Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan, biasanya jika waktu kami cukup, kami sempatkan untuk mampir ke pasar Cekkeng tersebut, sebelum memulai aktivitas. Ya, pasar Cekkeng adalah pasar pagi. Pasar tradisional ini tidak buka di sore hari.
Melihat lokasinya, pasar ini berpotensi dan layak untuk tidak hanya buka di pagi hari, tetapi juga di sore hari, bahkan malam. Apalagi, jika malam hari, di pantai di sekitar pasar Cekkeng tersebut, banyak terdapat warung makan-warung makan serta café, bagi warga kota Bulukumba dan sekitarnya, maupun pendatang seperti saya yang ingin menikmati kuliner Bulukumba di malam hari serta semilir angin pantai.
Namun sebelum sampai kepada kesimpulan tersebut di atas, mari kita lihat bagaimana suasana maupun situasi dan kondisi pasar Cekkeng itu, seperti sedikit gambaran di bawah ini:
Kondisi pasar
Ini yang menarik, kadang terkesan jorok, karena ada yang masih berlantaikan tanah, becek kalau hujan, tapi di situlah menurut saya 'seni'nya. Berjalan dengan hati-hati di tengah beceknya pasar, cukup mengasyikan.
Proses tawar menawar
Ini yang tidak kalah menariknya. Kebanyakan barang yang ditawarkan di pasar tradisional dapat ditawar, termasuk di pasar Cekkeng ini. Bagi saya sangat menarik memperhatikan proses tawar-menawar, karena saya termasuk yang tidak pandai dalam tawar menawar. Ada yang langsung jadi dalam sekali tawar, tetapi ada yang membuat calon pembeli bolak-balik berkali-kali hingga harganya disepakati.
Isu lokal hingga nasional
Jangan salah ya, sambil berdagang, kitapun - antar pedagang, antar pengunjung, maupun antar pedagang dan pengunjung dapat pula ngerumpi isu-isu yang lagi in lho. Kadang-kadang, karena jaraknya agak jauh, mereka sambil setengah berteriak. seru deh.
Makanan tradisional/khas
Banyak makanan khas yang biasanya jarang ditemui lagi di kota-kota besar. Ini yang selalu kami cari. Menikmatii kue-kue ataupun makanan khas selalu menimbulkan kesan tersendiri. Biasanya kami beli saja dulu dan menikmatinya kemudian bersama rekan-rekan lain, biar mereka menikmati pula kelezatannya. Sambil beli sambilbertanya kepada si penjualnya, apa nama kuenya, apa saja bahannya, bagaimana membuatnya dan seterusnya. Sebut saja kue-kue khas tersebut, misalnya: kue bipang, kue tambang bersalut gula, kue apang, dan lain sebagainya.
Makanan Jawa
Ups, ada juga lho makanan untuk konsumsi orang Jawa, begitu disana disebut, karena makanan-makanan itu dibuat oleh orang Jawa dan penjualnyapun asli orang Jawa. Saya yang berasal dari Jawa Barat - karena tidak mengerti bahasa Bugis-Makassar, langsung ditanya,"Mas, dari Jawa ya?" sapaan ramah yang hanya menyatakan bahwa saya adalah seorang pendatang. Si penjualnyapun kemudian menyapa dengan ramah,"Dari Jawa ya mas, ini lho kalau kangen makanan Jawa."
Bonus (minta tambah)
Nah, ini yang seru. Biasanya pembeli (didominansi kaum kaum ibu?), kalau belanja, tidak sreg kalau tidak menawar dan setelah harga disepakati, ini yang menjadi bonus transaksi, biasanya si pembeli minta tambah. "Tambahi ya…"; "Kasih tambah-tambahmu daeng"; tambah mo sedikit-sedikit." Begitu biasanya ucapan-ucapan yang muncul.
Segar (ikan, sayur, buah)
Kesegaran sayur, buah, maupun ikan/hasil laut, nampak sekali pada barang2 yang ditawarkan tersebut. Tapi, biasanya kalau menjelang siang, sudah terlihat agak layu - karena tidak berpendingin - hanya terkadang disemprot/diperciki air agar kembali segar. Namun, tetap perlu memilih dengan cermat, karena kerap ditemukan barang-barang yang sudah tidak layak jual pula diantaranya (tapi biasanya ini tergantung si pedagang. Pedagang yang jujur, dia akan mengatakan kepada calon pembelinya, bagaimana kondisi barang yang dijualnya).
Musim buah-buahan yang berbeda
Beberapa kali saya dan teman sempat mampir ke pasar Cekkeng dalam kurun waktu yang berbeda. Pertama kali saat musim durian. Sangat banyak durian dengan wangi dan rasa yang menggiurkan. Karena tidak ada tempat untuk makan durian di situ (banyak yang membeli durian untuk oleh-oleh atau dijual kembali), kamipun membeli durian dan makan durian sambil jongkok disekitar penjualnya. Sungguh nikmat, walau saat itu agak gerimis dan belum sarapan (maklum kami ke pasar sekitar pukul enam pagi). Lain waktu kami datang ke pasar Cekkeng, saat itu sedang musim manggis. Luar biasa berlimpah dan lezatnya manggis. Dan lain-lain bermacam-macam buah lokal dijajakan.
Penjual cakar
Sudah menjadi fenomena umum di pasar-pasar di provinsi Sulawesi Selatan, Makassar, bahwa cakar sudah cukup populer dan digemari dan banyak pula dijumpai hingga di pasar-pasar di kabupaten-kabupaten di Sulawesi Selatan. Cakar merupakan singkatan dari Cap Karung. Merupakan barang-barang bekas dari luar negeri. Dinamai cap karung (cakar) karena barang-barang tersebut dikeluarkan dari karung-karung si penjual. Dan harga-harganya memang relatif murah. Jenis barang-barang bekas yang sering ditemui di cakar antara lain celana panjang, baju, kaos, jaket, topi, kacamata, tas, sepatu, hingga pakaian dalam. Membeli cakar, kita harus teliti, karena walaupun banyak yang sering beruntung mendapatkan barang kualitas bagus dengan harga miring, tapi suka ditemui ada cacat di sana-sini. Maklum barang bekas.
Setiap penjual memiliki ciri khas
Ini yang membedakan dari karakter masing-masing penjual. Menghadapi ulah calon pembelinya yang sangat beragam, reaksi penjual berbeda-beda, biasanya sih wajar-wajar saja. Tapi terkadang kita akan menemukan reaksi yang berlainan, seperti penjual diam saja, menjawab dengan ketus, jutek, dan lain sebagainya. Kalau sudah begitu, kembali kepada calon pembelinya saja lah.