Mohon tunggu...
Ahmad Budi Wirawan
Ahmad Budi Wirawan Mohon Tunggu... -

Asli Banjarsari Wetan, Madiun. Bapak dari 4 orang anak kakek dari 4 orang cucu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kisah si Penjual Tempe

5 September 2011   14:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:13 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak ditinggal mati suaminya Yu Simah berjualan tempe di pasar desa. Sudah bertahun profesi itu dijalani dengan ikhlas demi menyambung hidup yang sebatangkara tersebut. Ia pantang  cari belas kasihan orang lain. Baginya tempat minta belas kasihan hanyalah Alloh semata bukan yg. lain.

Seperti biasa hari itu ia berangkat ke pasar membawa dagangannya, ia lihat bungkus tempenya sebelum berangkat ke pasar :” Ya Alloh tempeku belum ada yg jadi !”  sambil melihat satu  persatu tempenya. Tapi ia harus barangkat ke pasar untuk menjual tempenya kalau tempe ini tidak terjual tidak terbayangkan kerugian yg akan ditanggungnya.

Dengan membaca bismillah berangkatlah ia ke pasar sambil  berharap mudah-mudahan tempenya sesampai di pasar nanti tempe itu sudah jadi. Beberapa langkah  sebelum masuk pintu pasar dilihat lagi tempenya “ Ya Alloh belum jadi juga tempeku!”. Bayangan buruk telah membayangi pikiran Yu Simah bahwa hari itu ia pasti akan menderita kerugian yang besar bagi ukuran dia.

Satu persatu pembeli datang. Setiap pembeli yang akan membeli tempenya pasti urung. Hati Yu Simah sudah mulai gundah. Sudah mulai  timbul perasaan dalam hatinya bahwa Alloh “tidak adil”, meski itu belum sampai keluar sebagai umpatan.

Matahari semakin tinggi. Satu persatu teman-teman pedagang pulang karena dagangannya sudah habis. Tak satupun dagangan Yu Simah laku. “ Ya Alloh kalau sampai daganganku tidak laku aku mau makan apa ?” gumamnya. Dalam kebimbangan hatinya  itu timbul  satu kepercayaan kembali bahwa Allohlah tempat bergantung dan Dialah sebaik-baiknya pemberi rejeki.

Pasar semakin sepi dan harapan datang pembeli sepertinya sudah pupus. Yu Simah siap-siap untuk pulang dan menyiapkan hatinya untuk tidak makan hari itu. Satu-satu dagangannya dimasukan ke bakulnya sambil membaca istigfar. “ Ya Alloh jangan sekali-kali aku menjadi kufur karena ini ya Alloh”, gumamnya lirih.

Sementara itu dari jauh kelihatan ibu-ibu turun dari mobil sambil tergopoh-gopoh masuk pasar.Celingak-celinguk di tengah pasar yg telah mulai sepi mencari sesuatu. Di depan Yu Simah dia bertanya dimana ada yang jual tempe. Yu Simah menjawab dialah satu-satu penjual tempe yang  belum pulang. “ Masih ada Yu tempenya ? “,  mata Yu Simah berbinar penuh harap. “ Sudah jadi tempenya Yu?”, dan Yu Simah berharap dan berdoa pada Alloh mudah-mudahan tempenya kali ini sudah jadi. Ia membuka bungkus tempenya  dan tak sadar ia terpekik kecil Ya Alloh ! dia lemas harapan terakhir dagangannya akan laku sirna seketika. “ Kenapa yu ?”, tanya si ibu sambil melihat kearah bungkus tempe di tangan Yu Simah, dan seketika itu terdengar ucapan sukur dari mulut sang ibu tersebut “ alhamdulillah yu  aku sudah mencari tempe yang belum jadi, ternyata  masih ada alhamdulillah”, ucapan sukurnya berkali-kali. Konon menurutnya tempe itu akan dibawa anaknya yang akan ke Australi, karena itu dibawa mateng kawatir sampai ditempat sudah busuk. Yu Simah pulang membawa bakulny yg kosong, dagangan tempe belum jadi yang semula dikira membawa kerugian itu ternyata membawa keberuntungan, habis terjual semua.

Alhamdulillah, Allohu akbar berkali-kali ucapan itu keluar dari mulut Yu Simah. Ya Alloh ternyata rencanaMu itu sangat indah. Dan memang betul bahwa Alloh tidak selalu mengabulkan apa yang kita minta, tapi selalu memenuhi segala  sesuatu yang kita butuhkan. Ina lillahi wainna ilaihi roji’un. Hasbunalloh wani’mal wakil. Ni’mal maula wani’mannasir. La haula wala quwata illa billah.

Wassalam

Ahmad Budi Wirawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun