Mohon tunggu...
Budi Harsono
Budi Harsono Mohon Tunggu... lainnya -

dari keheningan menemukan makna, dari kesunyian menuju asa, hanya berbagi dalam keterbatasan diri.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Aku Memang Cacat

5 Januari 2014   21:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:07 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang natal 2013 yang lalu, tiba-tiba aku disadarkan oleh tulisan sahabat Kompasiana. Dia adalah Christie Damayanti, yang beberapa kali aku sempat beremail dengannya. Christie dengan berani mengakui kalau ia cacat paska stroke. Ini berbeda denganku, yang banyak menyembunyikan kecacatanku kepada banyak sahabat sekolahku, sahabat kuliah dan sahabat lain yang sempat dekat denganku dalam pelayanan dan pekerjaanku. Mereka kebanyakan berhubungan denganku melalui FB atau via telepon. Aku seolah-olah menampilkan diri sehat, kadangkala mereka ingin mampir ke rumah namun aku selalu beralasan, untuk menghindari diri dari tatap muka dengan sahabat-sahabatku. Rasanya aku malu dan rendah diri, dan tak mau merepotkan orang lain, hal-hal seperti itu yang selalu muncul di benakku.

Baru kali ini dan disini, aku punya keberanian untuk mengatakan aku cacat sahabat, garis merah perkataanku sahabat, aku cacat! Aku lega karena aku sudah berani berseru aku cacat, dua setengah tahun aku menyembunyikan diri. Aku tak lagi malu, aku tak lagi rendah diri. Aku punya banyak sahabat yang harus tahu bahwa aku cacat, bahwa aku terbatas dan aku tidak takut lagi. Sekarang aku malah senang banyak orang menuntutku untuk ini dan itu, walau aku cacat, aku bersukacita karena aku harus memperhatikan lebih banyak orang, aku tahu Tuhan akan memberiku banyak kesempatan untuk bisa berbuat yang lebih dan lebih lagi.

Terima kasih Christie, engkau membuatku berani dan berani, dan juga sahabat-sahabat yang juga mengalami sepertiku, jangan patah semangat, kita memang terbatas tapi tidak berarti kita lemah. Kita lumpuh dan mungkin kita tak bisa menggerakan tangan kita, atau kaki kita, tapi kita masih punya hati dan kita juga masih punya semangat. Semangat untuk berkarya dan menghasilkan sesuatu. Aku walau cacat, aku terus mencoba menulis meski dengan satu tangan, lambat tapi bisa dan bisa. Banyak orang yang punya dua tangan tapi tak pernah menulis sesuatupun. Dengan satu tangan, atas anugerah Tuhan, aku bisa menulis artikel Pembinaan Remaja untuk Pandu Damai di Sinodeku GKMI, semester 1 dan semester 2 tahun 2013 dan masih menulis di tahun 2014.

Sahabat difable sepertiku, engkau masih punya talenta yang tentu berbeda denganku, yang dapat dipersembahkan bagi sesamamu, Christie sudah membuktikan dan akupun ingin melakukan yang sama. Mari kita sama-sama berkarya dengan apa yang bisa kita lakukan. Berjuanglah! Berjuanglah!
Dan berjuanglah terus! Akupun juga ingin terus berjuang.

“Daripada mengutuk kegelapan lebih baik ambil sebatang lilin dan nyalakan. Daripada meratapi keadaan lebih baik melakukan sesuatu untuk memperbaiki keadaan” (The Secret Book of MLM, MIC Publishing, cet. 5, 2013, hal. 128 )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun