Mohon tunggu...
Budi Wahyuningsih
Budi Wahyuningsih Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia di SMK Negeri 2 Temanggung dan mendapat tugas tambahan sebagai Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum

Hobi memasak, membaca novel petualangan dan misteri, traveling, dan bertanam

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Membumikan Sastra pada Remaja

18 Maret 2024   10:26 Diperbarui: 19 Maret 2024   02:42 2478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rendahnya Literasi Sastra Remaja Indonesia

Ketika remaja disodorkan bacaan sastra macam "Azab dan Sengsara", "Binasa karena Gadis Priangan", "Cinta dan Hawa Nafsu" karya Merari Siregar, "Siti Nurbaya",  "La Hami", "Anak dan Kemenakan" karya Marah Roesli, "Tanah Air", "Indonesia, Tumpah Darahku", "Kalau Dewi Tara Sudah Berkata", "Ken Arok dan Ken Dedes" karya Muhammad Yamin, "Apa Dayaku karena Aku Seorang Perempuan", "Cinta yang Membawa Maut", "Salah Pilih", karya Nur Sutan Iskandar tidak butuh lama bagi mereka untuk segera menutupnya. Banyak alasan yang disampaikan mulai dari bahasa yang sulit dipahami, setting cerita yang tidak akrab dengan kehidupan remaja saat ini, dan alasan lain yang pada intinya mengarah pada ketidaktertarikkan mereka pada bacaan tersebut.

Bisa dimaklumi jika mereka enggan bahkan menolak bacaan tersebut karena saat ini begitu banyak ragam bacaan yang lebih menarik, lebih mudah dibaca, dan lebih dekat dengan kehidupan remaja. 

Saat ini, bacaan berplatform digital bertebaran di internet seperti NovelToon, Dreame, Innovel, NovelMe, Wattpad, Goodreads, Google Play Books, dan sejenisnya. Berbekal android yang rata-rata dimiliki para remaja, karya di platform ini tentu lebih menarik daripada bacaan konvensional.

Tidak hendak membandingkan dengan negara lain yang telah melek literasi, terbukti bahwa tingkat membaca sastra kita masih di bawah standar. Lembaga Survei Indonesia (LSI),  menyatakan bahwa jumlah pembaca sastra di Indonesia hanya 6,2 persen. 

Survei ini dilakukan kepada 1.200 responden dengan populasi publik di atas 17 tahun. Jika tingkat baca sastra orang dewasa saja angkanya hanya sebesar itu bisa diduga tingkat baca satra para remaja kita  tidak jauh dari angka tersebut, bisa jadi lebih rendah.

Masa remaja memiliki rentang usia antara 12 -- 21 tahun (Monks, 1992 dalam Saputra, 2008). Menurut WHO, yang disebut remaja adalah mereka yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. 

Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Menteri Kesehatan RI tahun 2010, batas usia remaja adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum kawin.

Dengan demikian, remaja dalam hal ini adalah mereka yang masih berusia direntang 12-24 tahun dan belum menikah. Dari batasan usia tersebut, sebagian besar remaja Indonesia masih berada di usia sekolah (SMP, SMA, dan Pergururan Tinggi).  Membumikan sastra pada usia ini tentunya akan lebih mudah jika dilakukan di lembaga sekolah karena dilakukan secara sistematis dan terencana. 

Pada usia-usia tersebut, anak-anak sudah dapat membaca dan memahami bacaan serta mengenal bacaan yang beragam. Dengan demikian, sekolah perlu membuat program yang mampu mengoptimalkan semua sumber daya sehingga warga sekolah mempunyai ketertarikan dalam membaca sastra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun